Polri Apps
banner 728x90

Profil KH Miftachul Akhyar, Ketua Umum MUI Terpilih

berita terkini batam
Ketua Umum MUI, KH Miftahul Akhyar (Foto: Owntalk)

Jakarta, Owntalk.co.id – Nama KH Miftachul Akhyar Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dinobatkan menjadi ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk periode 2020 – 2025.  

KH Miftachul Akhyar ditetapkan sebagai Ketua Umum MUI dalam Musyawarh Nasional ke X di arena Munas X MUI, Jakarta, Jumat (27/11).

Pengganti Ma’ruf Amin itu lahir di Surabaya, 1 Januari 1953 merupakan Pengasuh Pondok Pesantren Miftachus Sunnah, Surabaya.

Kyai Miftah tercatat pernah ‘nyantri’ di beberapa pesantren ternama di Indonesia, di antaranya Pondok Pesantren Tambak Beras, Jombang, Pondok Pesantren Sidogiri, Pasuruan; Pondok Pesantren Al-Anwar Lasem, Sarang, Jawa Tengah, juga mengikuti Majelis Ta’lim Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Makki Al- Maliki di Malang, tepatnya ketika Sayyid Muhammad masih mengajar di Indonesia

Ia lahir dari tradisi dan melakukan pengabdian di NU sejak usia muda. Tak heran kemudian hari ini mengemban puncak kepemimpinan NU, sebagai Penjabat Rais Aam.

Di NU ia pernah menjabat sebagai Rais Syuriyah PCNU Surabaya 2000-2005, Rais Syuriyah PWNU Jawa Timur 2007-2013, 2013-2018 dan Wakil Rais Aam PBNU 2015-2020 yang selanjutnya didaulat sebagai Pj. Rais Aam PBNU 2018-2020.

Penguasaan ilmu agama KH Miftachul Akhyar ini membuat kagum Syekh Masduki Lasem sehingga ia diambil menantu oleh oleh kiai yang terhitung sebagai alumnus istimewa di Pondok Pesantren Tremas.

Kemudian KH Miftachul Akhyar mendirikan Pondok Miftachus Sunnah di Kedung Tarukan mulai dari nol.

Awalnya ia hanya berniat mendiami rumah sang kakek, tetapi setelah melihat fenomena pentingnya “nilai religius” di tengah masyarakat setempat, maka mulailah beliau membuka pengajian. Apa sebab? “Konon, kampung Kedung Tarukan terkenal sejak lama menjadi daerah yang tidak ramah pada dakwah para ulama.

Namun berkat akhlak dan ketinggian ilmu yang dimiliki KH Miftachul Akhyar, beliau berhasil mengubah kesan negatif itu sehingga kampung yang “gelap” menjadi “terang dan sejuk” seperti saat ini dalam waktu yang relatif singkat,”

Kesederhanaan KH. Miftachul Akhyar terekam dengan jelas adalah bentuk penghormatan terhadap tamu. Kiai Miftah tidak segan-segan menuangkan wedang dan menyajikan cemilan kepada tamunya. ***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *