Polri Apps
banner 728x90

Respon “All Eyes on Papua” Wapres Minta Pemda Libatkan Warga Adat Bangun Papua

Wapres Ma'ruf Amin (tengah) memberikan keterangan pers di Kampung Nelayan, Kelurahan Malawei, Distrik Sorong Manoi, Kota Sorong, Papua Barat Daya, Kamis (6/6/2024). (Dok; ANTARA FOTO)

Jakarta, Owntalk.co.id – Wakil Presiden Ma’ruf Amin menanggapi gerakan “All Eyes on Papua” yang sedang viral di media sosial. Gerakan ini muncul sebagai reaksi atas tuntutan Suku Awyu dan Suku Moi terkait hak atas hutan adat mereka.

Ma’ruf Amin menekankan pentingnya komunikasi yang baik antara pemerintah daerah dan kepala adat untuk mencegah konflik dan kesalahpahaman.

“Ke depan, dalam pembangunan, harus ada komunikasi antara pemda dengan kepala-kepala adat dan masyarakat. Sehingga tidak terjadi konflik atau kesalahpahaman seperti yang terjadi selama ini,” kata Ma’ruf usai meninjau Kampung Nelayan Malawei di Sorong, Kamis (6/6).

Menurut Ma’ruf, rencana pembangunan Papua harus melibatkan masyarakat adat, terutama para kepala adat, untuk menghindari kebijakan yang berdampak negatif terhadap penghidupan mereka.

“Kepada pimpinan daerah, kepada para Pj Gubernur, ini kita harapkan seperti itu,” tambahnya.

Gerakan “All Eyes on Papua” bermula ketika Suku Awyu dan Suku Moi melakukan aksi di depan Mahkamah Agung (MA), memprotes penguasaan hutan adat mereka oleh perusahaan sawit.

Kedua suku tersebut menggugat pemerintah dan perusahaan sawit, dan saat ini kasusnya sudah mencapai tahap kasasi di MA.

Ma’ruf berharap proses hukum dapat berjalan sesuai ketentuan di pengadilan dan menegaskan bahwa hal seperti ini tidak boleh terulang.

“Ke depan kita harapkan hal-hal seperti itu tidak terjadi lagi. Karena mungkin dulu kurang ada komunikasi, kita ke depan harus terkomunikasi dengan baik,” ujar Ma’ruf.

Suku Awyu dan Suku Moi berjuang mempertahankan hutan adat mereka yang telah dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit.

Pada 27 Mei 2024, mereka menggelar aksi damai di depan gedung MA, menyerukan agar hak-hak masyarakat adat Papua dipulihkan dengan membatalkan izin perusahaan sawit yang telah menguasai hutan adat mereka. Luas hutan yang telah dikonversi mencapai setengah dari luas Jakarta.

Ma’ruf menekankan pentingnya melibatkan masyarakat adat dalam setiap rencana pembangunan di Papua untuk memastikan keberlanjutan dan kesejahteraan komunitas adat setempat.

Ini juga merupakan langkah penting untuk menjaga keadilan dan menghindari ketidakpuasan yang dapat memicu konflik di masa depan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *