Polri Apps
banner 728x90

Wayang Orang Sriwedari, Legenda Melawan Zaman

Sebuah seni pertunjukan panggung bernama Wayang Orang Sriwedari berasal dari Solo, Jawa Tengah.

Jawa Tengah, Owntalk.co.id – Di Solo, Jawa Tengah, sebuah seni pertunjukkan panggung bernama Wayang Orang Sriwedari berusaha bertahan melawan zaman. Dibentuk pada 1911, Wayang Orang Sriwedari bukan produk budaya biasa.

Lahir akibat dampak krisis ekonomi yang menimpa pemerintahan Mangkunegaran V, kelompok wayang orang ini telah menjelma menjadi ikon budaya Kota Solo hingga kini.

Di Taman Sriwedari (Kebon Rojo), yang menjadi tempat rekreasi raja-raja Kasunanan Surakarta, kelompok ini melakukan pertunjukan. Di sebuah gedung berkapasitas 500 orang mulanya, Wayang Orang Sriwedari pentas pertama kalinya.

Adalah Gan Kam, pengusaha Tionghoa di Solo kala itu yang berinisiatif menyewa tempat itu. Selain ketertarikan akan seni pertunjukkan wayang, ia melihat prospek bisnis pertunjukan kala itu cukup menjanjikan.

Di usia yang lebih dari satu abad, Wayang Orang Sriwedari bertahan dari gempuran zaman. Mereka selamat oleh munculnya banyak platform media sosial dan anak-anak muda para pembuat konten digital.

Dalam sejarah terbentuknya, Kelompok Wayang Orang Sriwedari beranggotakan para pegawai Keraton Mangkunegaran. Di mana kala itu, Pemerintahan Mangkunegaran V yang berkuasa dilanda krisis ekonomi yang memaksa penghentian sejumlah pegawainya. Para pegawai inilah yang kemudian menjadi cikal bakal dari kelompok wayang yang melegenda.

Wayang orang Sriwedari

Nama kelompok Wayang Orang Sriwedari menjadi populer pada 1926. Kepopuleran itu didapat setelah mendapat kesempatan untuk bersiaran di radio Solosche Radio Vereeniging yang memberikan waktu siaran khusus untuk mereka. Sandiwara wayang di udara itulah yang kemudian mengantarkan kelompok ini dikenal dan disukai oleh banyak orang.

Ragam tantangan tentu saja hadir dalam perjalanannya. Ada masa di mana pertunjukkan mereka sepi penonton, dan ada masa di mana mereka harus berjuang bertahan dari gempuran budaya modern yang terus menerus menggerus akar budaya Jawa.

Kelompok Wayang Orang yang hampir berusia 114 tahun usianya ini pun berinisiatif melakukan perubahan demi mengikuti zaman yang bergerak.

Ketika zaman berubah, di mana teknologi komunikasi kemudian melahirkan cara yang tidak biasa melalui media sosial, nasib mujur mereka terima. Kehadiran anak-anak muda yang kemudian menyiarkan pertunjukkan mereka di platform media sosial membuat Wayang Orang Sriwedari melintas generasi.

Dulu pertunjukkan ini hanya disukai dan ditonton oleh orang-orang tua, tapi kini anak-anak muda mulai menggemari dan menjadikannya konten budaya di jagad digital.

Mendapatkan peluang yang cukup baik dalam perjalanannya di dunia pertunjukkan, Kelompok Wayang Orang Sriwedari berinisiatif menyelaraskan dengan perkembangan zaman. Tata cahaya, tata rias, tata musik dan cara menjual tiket pun mereka ubah. Begitu juga dengan penggunaan bahasa.

Mulanya pertunjukkan wayang ini menggunakan bahasa Jawa yang amat halus, karena penonton saat ini lintas generasi dan asal, bahasa Indonesia mulai digunakan meski masih bercampur dengan bahasa Jawa.

Cerita latar yang dibawa ke atas panggung oleh Kelompok Wayang Orang Sriwedari seperti halnya pertunukkan wayang lainnya. Epos Mahabharata dan Bharatayudha tetap menjadi pakem ceritanya.

Cerita inilah yang selalu menjadi daya tarik bagi mereka yang datang, karena mereka diajak bernostalgia dan mengingat kisah yang pernah disampaikan oleh orang tua, atau kakek dan neneknya.

Aksi teaterikal yang berpadu dengan tata cahaya dan seni karawitan merupakan daya tarik lain yang selalu ditampilkan. Mengikuti apa yang berkembang dalam dunia nyata, ragam celotehan berlatar kisah kehidupan masa kini pun turut dihadirkan dan berpadu dengan cerita wayang sebenarnya.

Para penari muda pun mulai manggung menebar pesona. Inisiatif mengubah gaya inilah yang kemudian menjadi senjata pamungkas bagi Kelompok Wayang Orang Sriwedari.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *