Jakarta, Owntalk.co.id – Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengumumkan keberhasilan pengembalian 288 artefak bersejarah dari Belanda pada Senin (23/9/2024).
Pengembalian ini merupakan bagian dari proses repatriasi yang telah diupayakan sejak ditandatanganinya Memorandum of Understanding (MoU) antara kedua negara pada tahun 2017.
Proses repatriasi ini melibatkan kerja sama intensif antara pemerintah Indonesia dan Belanda, serta dilakukan melalui studi provenance untuk memastikan keaslian dan asal-usul setiap artefak yang dipulangkan.
Hilmar Farid, Direktur Jenderal Kebudayaan, menekankan bahwa repatriasi ini bukan hanya soal memulangkan benda-benda bersejarah, tetapi juga tentang memulihkan identitas nasional dan memperdalam pemahaman terhadap warisan budaya yang telah lama terpisah dari Indonesia.
“Ini lebih dari sekadar pengembalian benda-benda bersejarah. Ini adalah upaya untuk menghidupkan kembali pengetahuan tentang sejarah dan budaya kita yang pernah terpisah dari Tanah Air,” ujar Hilmar dalam pernyataannya.
Proses ini dimulai dengan penandatanganan kesepakatan oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, dan Ilmu Pengetahuan Belanda, Eppo Egbert Willem Bruins, di Wereldmuseum, Amsterdam.
Penandatanganan ini turut dihadiri oleh Duta Besar RI untuk Belanda, Mayerfas, serta sejumlah pejabat penting dari kedua negara.
Artefak yang dipulangkan ini mencakup berbagai benda bersejarah, termasuk koleksi dari Puputan Badung, yang diambil selama intervensi Belanda di Bali pada tahun 1906, serta arca-arca dari Candi Singhasari, Jawa Timur.
Di antara artefak tersebut terdapat Arca Ganesha, Arca Brahma, Arca Bhairawa, dan Arca Nandi, yang menjadi bagian penting dari kekayaan sejarah Indonesia.
Hilmar Farid menjelaskan bahwa proses repatriasi ini tidak hanya sekadar membawa pulang artefak, tetapi juga melibatkan penelitian mendalam tentang asal-usul dan peran penting benda-benda ini dalam peradaban Nusantara.
“Melalui penelitian ini, kita tidak hanya mendapatkan kembali artefak, tetapi juga memperkaya pemahaman kita tentang sejarah bangsa. Generasi sekarang dan masa depan akan memiliki kesempatan untuk lebih menghargai warisan budaya yang kita miliki,” tambahnya.
Untuk memastikan kelestarian dan pemanfaatan artefak-artefak ini, Direktorat Jenderal Kebudayaan telah menyusun program khusus yang mencakup konservasi dan penelitian berkelanjutan oleh para ahli.
Selain itu, akan diselenggarakan program edukasi dan kegiatan interaktif guna memperkenalkan masyarakat kepada nilai-nilai historis dari benda-benda tersebut.
“Kami berkomitmen untuk memaksimalkan manfaat dari koleksi yang direpatriasi ini dengan menyediakan program pendidikan dan kegiatan interaktif yang memungkinkan masyarakat untuk belajar dan menghargai kekayaan sejarah yang ada,” jelas Hilmar.
Seluruh artefak yang berhasil dipulangkan akan dikelola oleh Indonesian Heritage Agency dan dipamerkan dalam pameran spesial di Museum Nasional Indonesia yang akan dibuka kembali pada 15 Oktober 2024.
Pameran ini diharapkan menjadi ajang penting bagi masyarakat untuk melihat secara langsung artefak-artefak yang telah kembali ke Tanah Air serta menjadi momen pembelajaran tentang perjuangan dalam memulihkan warisan budaya bangsa.
Kepulangan 288 artefak ini juga dianggap sebagai simbol penguatan hubungan diplomatik antara Indonesia dan Belanda. Selain memperkuat identitas budaya nasional, proses repatriasi ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran publik mengenai pentingnya pelestarian warisan budaya.
“Melalui repatriasi ini, kita tidak hanya memperkuat identitas budaya kita, tetapi juga mengirimkan pesan penting tentang nilai kerja sama antarnegara dalam pelestarian warisan budaya,” kata Hilmar.
Direktorat Jenderal Kebudayaan berharap bahwa pengembalian artefak-artefak ini akan menjadi inspirasi bagi upaya serupa di masa depan, baik dari Indonesia maupun negara lain.
Proses repatriasi ini menegaskan pentingnya menjaga hubungan harmonis dengan negara-negara yang pernah memiliki kaitan sejarah dengan Indonesia, sekaligus sebagai bentuk penghargaan terhadap upaya bersama dalam melestarikan dan menghormati warisan sejarah global.
Kepulangan artefak ini merupakan langkah maju dalam perjalanan panjang untuk memulihkan, melestarikan, dan menghargai nilai-nilai sejarah dan budaya Indonesia di panggung internasional.