Seribu Da’i Ramaikan Ramadan di Wilayah 3T, 213 Diantaranya Perempuan

Jakarta, Owntalk.co.id – Kementerian Agama (Kemenag) RI menerjunkan 1.000 da’i ke wilayah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal) selama Ramadan 1446 H/2025 M. Yang menarik, dari jumlah tersebut, 213 dai atau 21% adalah perempuan.

Langkah ini merupakan bagian dari strategi Kemenag untuk memperkuat peran perempuan dalam dakwah dan memastikan pesan-pesan agama menjangkau seluruh lapisan masyarakat.

Direktur Penerangan Agama Islam Kemenag, Ahmad Zayadi, menjelaskan bahwa kehadiran daiyah di wilayah yang selama ini minim akses layanan keagamaan sangat krusial.

“Daiyah tidak hanya bertugas menyampaikan ajaran Islam, tetapi juga berperan dalam pemberdayaan perempuan, pendidikan keagamaan anak, dan penguatan ketahanan sosial,” ujar Zayadi dalam keterangan pers di Jakarta, Minggu (9/3/2025).

Lebih lanjut, Zayadi berharap program ini dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat di wilayah 3T dan mendorong partisipasi lebih banyak daiyah di masa mendatang.

“Kami ingin memastikan dakwah di Indonesia inklusif dan menjangkau semua kalangan,” tegasnya.

Analis Kebijakan Ahli Muda Subdirektorat Dakwah dan Hari Besar Islam Kemenag, Subhan Nur, menambahkan bahwa peran daiyah sangat strategis, khususnya dalam memberikan pemahaman agama yang relevan dengan kehidupan sehari-hari. Salah satu fokus utama adalah memberikan bimbingan dan konsultasi terkait fikih wanita, yang seringkali menjadi kendala bagi perempuan di daerah terpencil.

“Dengan pendekatan personal, daiyah dapat menjadi tempat konsultasi bagi ibu dan remaja perempuan terkait haid, nifas, pernikahan, dan peran perempuan dalam keluarga dan masyarakat,” jelas Subhan.

Selain ceramah dan mengajar mengaji, para daiyah juga aktif dalam program sosial seperti pemberdayaan ekonomi perempuan, edukasi kesehatan keluarga, dan pembinaan akhlak generasi muda.

Salah satu daiyah, Siti Kasumah (27), yang bertugas di Desa Laelangge, Subulussalam, Aceh, berbagi pengalamannya. Ia mengaku menghadapi tantangan medan yang berat, namun tetap semangat menjalankan tugas dakwahnya.

“Medannya sulit, jalan berbatu dan tanah merah. Tapi semua terbayar dengan antusiasme masyarakat,” ungkap Siti.

Ia juga menemukan kendala berupa keterbatasan infrastruktur, fasilitas di masjid/musala, dan akses internet.

Keberadaan daiyah di wilayah 3T diharapkan mampu menjawab kebutuhan masyarakat akan pemahaman agama yang lebih komprehensif dan inklusif.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *