Jakarta, Owntalk.co.id – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengkritisi Undang-Undang Kesehatan terkait pelayanan kesehatan reproduksi untuk anak usia sekolah dan remaja, khususnya mengenai penyediaan alat kontrasepsi.
Kebijakan ini menuai kontroversi di masyarakat, yang khawatir hal tersebut bisa melegalkan hubungan seksual di kalangan remaja.
Ketua KPAI, Ai Maryati Solihah, menyampaikan kekhawatirannya bahwa penerapan Pasal 103 Ayat 4 UU Kesehatan berpotensi mendorong perilaku seksual di luar nikah.
Ia menekankan pentingnya regulasi yang ketat dalam pemberian alat kontrasepsi kepada remaja.
“Alat kontrasepsi seharusnya hanya diberikan kepada remaja yang sudah menikah atau yang memerlukan untuk alasan medis. Remaja yang belum menikah tidak boleh menerima alat kontrasepsi kecuali ada indikasi medis yang jelas dan disetujui oleh tenaga medis yang berwenang,” ujar Maryati dalam keterangan tertulisnya, Selasa (20/8/2024).
Maryati juga menambahkan bahwa pemberian alat kontrasepsi harus dilakukan di fasilitas kesehatan yang ditunjuk oleh pemerintah. Sebelum menerima alat kontrasepsi, setiap remaja wajib melalui proses konseling.
“Konseling ini bertujuan untuk memastikan bahwa remaja memahami cara penggunaan dan risiko yang terkait. Konseling dilakukan oleh tenaga medis, tenaga kesehatan, atau konselor yang memiliki kompetensi sesuai dengan kewenangannya,” jelasnya.
Wakil Ketua KPAI, Jasra Putra, turut menekankan pentingnya edukasi kesehatan reproduksi yang komprehensif untuk memastikan remaja memahami risiko dan tanggung jawab yang menyertai perilaku seksual.
“Pelayanan kesehatan reproduksi, termasuk pemberian alat kontrasepsi, harus dilakukan dengan memperhatikan privasi dan kerahasiaan remaja,” ujar Jasra.
Sementara itu, Kepala Tim Kerja Kesehatan Usia Sekolah dan Remaja Kementerian Kesehatan, RR. Weni Kusumaningrum, menegaskan bahwa pelayanan kesehatan reproduksi bertujuan untuk mengedukasi masyarakat tentang kesehatan reproduksi dan program Keluarga Berencana.
Ia menjelaskan bahwa penyediaan alat kontrasepsi hanya ditujukan bagi remaja yang sudah menikah, dengan tujuan menunda kehamilan hingga usia mereka cukup aman untuk menjalani kehamilan.
“Peraturan Pemerintah ini akan dijabarkan lebih lanjut melalui Peraturan Menteri Kesehatan yang akan memperjelas pelaksanaan pelayanan kesehatan reproduksi bagi kelompok usia sekolah dan remaja,” kata Weni.
Dalam peraturan tersebut, sasaran utama pemberian alat kontrasepsi adalah pasangan usia subur dan remaja yang sudah menikah, dengan rentang usia 10 hingga 18 tahun.
Langkah ini diharapkan dapat mengurangi risiko kehamilan pada usia muda dan memastikan remaja mendapatkan informasi yang tepat mengenai kesehatan reproduksi.