Batam, Owntalk.co.id – Pengacara PT Batam Bunga Tanjung (BBT), Josmangasi Simbolon SH CPM mempertanyakan keputusan Polda Kepri Cq Ditkrimum Polda Kepri, terhadap surat pemberhentian penyelidikan (SP3) laporan pelapor (LP) kliennya Djoeng Heng alias Ajun, atas dugaan kasus pemalsuan dokumen atau surat keterangan tanah (SKT) oleh pihak terlapor, Djufri alias Aki, warga Jembatan 6 Barelang.
Seperti diketahui, Ditkrimum Polda Kepri tanggal 21 Mei 2024 mengeluarkan surat ketetapan Nomor: S.Tap/63.b/V/RES.1.9./2024/Ditreskrimum tentang penghentian penyidikan yang ditandatangani Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirkrimum) Poda Kepri, Kombes Adip Rojikan SIK MH.
Ditkrimum men-SP3-kan LP-B/48/IV/2021/SPKT/-Kepri tanggal 13 April 2021, tentang dugaan tindak pidana pemalsuan surat pelapor atas nama, Djoeng Heng alias Ajun dan pihak terlapor, Djufri alias Aki.
Sebenarnya, LP klien Josmangasi Simbolon ini sudah sempat berproses dibuktikan dengan surat perintah penyidikan nomor: SP.Sidik/112/VIII/2021/Ditreskrimum tanggal 24 Agustus 2021. Kemudian surat pemberitahuan dimulainya penyidikan nomor: SPDP/63/VIII/2021/Ditreskrimum tanggal 24 Agustus 2021.
Proses berikutnya laporan hasil penyidikan tentang dugaan tindak pidana pemalsuan surat tanggal 1 Desember 2023. Surat perintah penyidikan nomor: SP.Sidik/45/I/RES.1.9./2024/Ditreskrimum tanggal 29 Januari 2024.
“Kasus tersebut lama bergulir dan mandek, prinsipal pak Ajun menyerahkan kasus tersebut saya tangani tahun 2023. Alasan penyidik kasus tersebut mandek, karena terjadi pergantian Kapolda, penyidik, direktur, dan alasan lainnya,” kata Josmangasi.
“Setelah dipegang dan dibedah kasus ini di mana letak kekeliruannya, ternyata kami tanya ke pihak penyidik di Polda Kepri, disebutkan bahwasanya kasus ini masih didalami. Katanya, dicari dulu dokumen yang diduga dipalsukan terlapor, hasilnya tidak ditemukan,” beber Josmangasi.
Lanjut Josmangasi, bagaimana kepolisian Republik Indonesia yang diberi wewenang negara tidak menemukan dokumen dari terlapor, yang orangnya ada.
“Begini, antara klien kami dan terlapor Aki sudah pernah berperkara masalah kepemilikan lahan di Pengadilan, Karena surat dokumen itu sudah dipakai di pengadilan dan nota bene Djufri alias Aki dimenangkan di Pengadilan, yang kita duga dalam tanda kutip “palsu”. Sehingga, kami laporkan ke Polda Kepri dugaan dokumen palsu (pasal 263 KUHP),” ungkap Josmangasi.
Setelah itu, Josmangasi dari Kantor Firma Hukum Huale Bona Raja Law Firm bersurat ke Propam Mabes Polri. Laporan tersebut, terus bergulir sampai di akhir pertemuan dengan penyidik tanggal 31 Januari 2024, diberitahukan ke pihaknya surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) untuk digelar perkara, apakah kasus yang dilaporkannya bisa lanjut penyidikan atau tidak.
Hasil dari SPDP gelar perkara tersebut, kata Josmangasi, dinyatakan SP3 diberitahukan ke pihaknya secara lisan tanggal 31 Januari 2024.
“Lalu, saya bilang ke penyidik Polda Kepri, mohon kalau memang SP3 mana suratnya, biar kami mengambil langkah hukum berikutnya,” kenang Josmangasi.
Dari Januari 2024 sampai Juni 2024 (enam bulan menunggu), Josmnangasi melayangkan surat kedua ke Mabes Polri.
“Karena bagi kami ini aneh, ada apa ini, sampai enam bulan nggak ke luar hasil gelar pekara bisa dilanjutkan atau tidak. Akhirnya, hari Senin (3/6/2024) kami menghadap penyidik ke Polda Kepri, diserahkanlah SP3 ini,” ungkap Josmangasi, sambil menunjukkan SP3 yang dimaksud.
Lalu, lanjut Josmangasi, dirinya bertanya ke penyidik, apa dasar Polda Kepri menghentikan kasus ini.
“Mereka bilang, tidak cukup alat bukti. Oke, saya paparkan semua, apa yang tidak cukup. Putusan Pengadilan ada, suratnya jelas ada yang dimasukkan, terus penyataan camat tidak pernah mengeluarkan surat tersebut, klien saya memiliki wajib tahunan otorita (WTO) 5 hektare yang dibeli dari PT Agro Kampar dan sisanya 40 hektare sudah ganti rugi dengan masyarakat dengan 39 SKT,” beber Josmangasi beradu argumen.
Padahal sebelum SP3 ke luar, kata Josmangasi mundur ke belakang, dirinya bertanya ke penyidik soal kasus ini.
“Kata penyidik Aki akan dipanggil, tapi tak dipanggil-panggil karena sakit sudah tua. Saya bilang, jangan seperti itu. Masih lebih tua klien saya, pak Ajun usianya 74 tahun. Sedangkan terlapor Aki usianya 60-an tahun,” kata Josmangasi.
Kalaupun sakit, lanjut Josmangasi, polisi boleh menyidik ke tempat kediaman terlapor kalau memang benar terlapor sakit.
“Datang penyidik lainnya, dibilang bahwa mereka yang menangani kasus laporan ini, orangnya baru dan hanya melanjutkan kasus dari penyidik yang lama,” kata Josmangasi menirukan ucapan penyidik.
“Saya katakan, walaupun kalian baru, kalian minta pekerjaan itu maka kalian harus pahamlah perkaranya. Jangan berlindung karena baru dan tidak tahu,” kesal Josmangasi.
Penyidik, kata Josmangasi, tetap berdalih mereka hanya meneruskan saja kasus tersebut.
“Surat SP3 sudah turun dan ditandatangani Dirkrimum. Kalau Pak Pengacara mau memprapradilankan, penyidik Polda Kepri siap,” kenang Josmangasi atas ucapan penyidik.
Josmangasi menjawab keheranan, ada apa pihaknya belum mengatakan prapradilan tapi penyidik sudah menawarkan prapradilan.
Seperti diketahui, laporan Ajun selaku klien Josmangasi ke Djufri alias Aki yaitu pasal 263 tentang pemalsuan dokumen yang di-SP3-kan Polda Kepri. Kemudian, penyidik menyuruh buat pelaporan baru atas pasal 266 KUHP yaitu menyuruh memasukkan keterangan palsu ke terlapor Djufri alias Aki.
“Saya bilang, saya ngerti nggak usah diajarin. Makanya, saya minta gelar khusus ke pengawas dan penyidik (Wassidik) Direktorat Kriminal Umum (Ditkrimum) Polda Kepri, supaya kasus ini terang benderang. Akta otentik putusan pengadilan itu sudah ada keputusan tetap dan sudah dipakai dan dilimpahkan ke penyidik Polda Kepri,” papar Josmangasi.
Oleh karenanya, kata Josmangasi, sudah pantas kliennya menggugat putusan Pengadilan tersebut dengan dugaan dokumen palsu.
“Itu yang saya minta gelar khusus, mohon kita jangan salah paham. Tapi, penyidik tetap menyarankan ke saya agar membuat laporan baru pasal 266, sedangkan pasal 263 sudah ke luar SP3 diprapradilankan,” ujar Josmangasi geleng kepala.
Langkah ke depan, Josmangasi mengatakan pihaknya berkoordinasi dulu dengan prinsipal soal upaya hukum berikutnya.
“Boleh juga melakukan langkah bersamaan yaitu melakukan prapradilan pasal 266 sembari melakukan pelaporan ulang pasal 263,” ungkap Josmangasi.
Sementara itu, Dirreskrimum Polda Kepri, Kombes Adip Rojikan SIK MH ditemui wartawan di halaman depan Masjid Polda Kepri, mengatakan, saat dirinya menjabat Dirkrimum Polda Kepri sudah ada kasus tersebut.
“Soal SP3 itu, tentu sudah melalui prosedur dan mekanisme. Sudah digelar perkaranya oleh penyidik dan disaksikan pengawas. Tidak sembarangan. Kalau tidak ditemukan alat bukti, tempuh saja prapradilan. Nanti di prapadilan akan dibuka,” ujar Dirreskrimum.
Sementara itu, Ajun, mengatakan, perusahaan yang didirikannya PT Batam Bunga Tanjung membeli lahan 5 hektare dari PT Agro Kampar di jembatan 6 Barelang dan sudah membayar WTO. Sekitar 40 hektare lahan tersebut, dibeli dari masyarakat dengan 39 surat keterangan tanah (SKT) bahkan ada surat tanah graand sultan.
“Saya mau bangun kawasan tersebut tahun 1998, bahkan sudah ada bangunan dengan nilai investasi lebih kurang Rp100 miliar sudah didirikan. Tapi, listrik dan air tak ada masuk sehingga mandek. Tahun lalu, listrik baru masuk. Kami mau bangun, terjadi pula kasus ini,” ujar Ajun.