Penghargaan Abal-abal ‘Berbayar’ Incar Pejabat dan Perusahaan

Foto : Ilustrasi penghargaan

Batam, Owntalk.co.id – “Selamat siang Pimpinan PT Alfacakrawala Indonesia, perlu kami sampaikan bahwa perusahaan anda mendapatkan Penghargaan dengan kategori ‘Perusahaan Paling Berkembang 2022,  konfirmasi bahwa anda akan mengambil penghargaan tersebut.

Begitulah awal komunikasi sebuah lembaga award saat menawarkan penghargaan tersebut kepada PT Alfa Cakrawala Indonesia.

Ternyata, penghargaan tersebut tak diperoleh dengan gratis. Ada biaya yang dipatok untuk perusahaan yang akan mengambil penghargaan tersebut. Kisarannya Rp 8 jutaan hingga puluhan juta.

Semakin kesini, lembaga pemberi award ini tak hanya mengincar perusahaan, lembaga ini juga mengincar individu dan pejabat yang ‘silau’ dengan embel-embel ‘paling berpengaruh, paling inspiratif hingga paling inovatif’.

“Cara kerjanya, dia menghubungi para pejabat atau politisi untuk ditawarkan sebuah penghargaan dengan syarat membayarkan sejumlah uang untuk proses pembuatan seremoni penyerahan award tersebut di hotel,” kata sumber Owntalk

Tak tanggung-tanggung, lembaga ini biasanya menggunakan hotel besar dilokasi Jakarta atau Bali sebagai tempat penyelenggaraan acara.

Selain itu, Sumber Owntalk menyebut bahwa penghargaan tersebut dikatakannya ‘abal-abal’ lantaran lembaga itu tak memakai satu lembaga survei pun sebagai tolok ukur dari keabsahan label pengharaan itu.

“Mekanisme kerjanya jelas, mereka hanya menawari pejabat atau politisi yang mau membayar,” kata Sumber Owntalk.

PT Alfa Cakrawala Indonesia sendiri ditawari sebagai perusahaan yang berkembang dengan patokan harga sekitar Rp 15 juta.

“Itu kalau pihak perusahaan datang ke lokasi acara dan mengikuti seremonialnya. Jika perusahaan hanya mau menerima penghargaan tanpa ke lokasi acara, perusahaan hanya membayar Rp 8 juta rupiah,” kata Anas, Pimpinan PT Alfacakrawala Indonesia.

Berbagai penghargaan tidak diperoleh secara gratis atau cuma-cuma. Melainkan terdapat pertimbangan teknis, serta pembiayaan. Bahkan terdapat kelembagaan (non-pemerintah) khusus. Termasuk oleh berbagai yayasan, dan LSM (nasional dan internasional). Tujuannya mengatur branding, pencitraan individu sebagai pemimpin daerah. Calon penerima penghargaan harus memberikan kontribusi.

Penghargaan kini tak lagi bisa dijadikan patokan prestasi kepala daerah, Kantor Berita Owntalk mengutip beberapa kisah kepala daerah dengan segudang penghargaan yang malah terjerembab ke bilik jeruji. Seperti contoh, Modus fee proyek juga menjadi titik balik prestasi mantan Gubernur Sulawesi Selatan. Prestasi gemilang selama 13 tahun sebagai Kepala Daerah (10 tahun menjadi Bupati, dan 3 tahun menjadi Gubernur), hilang. Berubah menjadi aib besar, dan berakhir tragis di dalam tahanan KPK.

Perubahan prestasi menjadi aib besar, juga dialami Bupati Sragen (dua periode, 2001 hingga 2011). Tergolong memiliki modus “cerdas.”. Kejaksaan mendakwanya telah mengalihkan kas daerah ke berbagai Bank Perkreditan Rakyat (BPR) sejak tahun 2003. Padahal selama menjadi Bupati Sragen, mencatat banyak prestasi gemilang. Kesohor, sudah kaya sebelum menjadi Bupati, yang diraih dari profesi pengusaha.

Kekayaannya mencapai puluhan milyar rupiah. Juga berprestasi dalam tatakelola pemerintahan daerah. Salahsatu, adalah penghargaan dalam Indonesian Open Source Award (IOSA) 2010. Tetapi setelah lengser jabatan, malah dijemput Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah.

Di Jawa Tengah, kota Tegal, juga terdapat perempuan berprestasi, sejak usia muda, sebelum menjadi Walikota. Terutama urusan kecantikan. Diantaranya, juara “kepribadian,” yang diselenggarakan majalah perempuan. Serta runner-up putri ayu, yang diselenggarakan oleh produsen kosmetika nasional. Sebagai anak orang kaya, juga berprestasi akademik, menyelesaikan studi di luar negeri perhotelan di Amerika, dan Jerman.

Dalam Pilkada 2013, terpilih sebagai Walikota Tegal. Namun segera memperoleh kritisi karena proses mutasi jabatan dianggap tidak sesuai kebiasaan. Toh, luput dari interpelasi DPRD Kota Tegal. Kepemimpinannya berlanjut. Tahun 2016, meraih penghargaan kategori Best Performing Executive of The Year 2016. Tetapi pada Agustus 2017, tidak bisa luput dari OTT KPK. Divonis 5 tahun penjara, plus denda Rp 200 juta oleh Pengadilan Tipikor Semarang.

Kepala Daerah yang cantik, tetapi terkena OTT KPK, juga terjadi di kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar, Kalimantan Timur). Alumni perguruan tinggi luar negeri (bergelar PhD setara Strata 3), juga meraih tanda kehormatan negara. Lencana Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha, atas Kinerja Kepala Daerah Terbaik.

Lencana disematkan Presiden Jokowi, 28 April 2015. Tanda kehormatan negara menjadi bekal memenangi pilkada yang kedua (Desember 2015).

Jabatan periode kedua hanya dijalani selama 20 bulan. Pada sidang Pengadilan Tipikor Jakarta, Bupati Kukar didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp 110 milyar. Juli 2018 divonis 10 tahun penjara, denda Rp 600 juta, dan dicabut hak politiknya selama 5 tahun setelah menjalani vonis. Terbukti, korupsi menghentikan karir (politik) cemerlang yang dibangun dengan susah payah.

Presiden perlu membina Kementerian dan Lembaga Negara yang mengeluarkan berbagai penghargaan. Begitu pula Kementerian Hukum dan HAM, patut membina berbagai yayasan, dan LSM nasional yang akan menerbitkan penghargaan.

Termasuk organisasi profesi, dan ormas, yang gemar memberikan penghargaan kepada Kepala Daerah, dengan memungut kontribusi. Kemenkumham bisa bekerjasama dengan BPK, dan PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan). Begitu pula Kepala Daerah (Gubernur serta Bupati, dan Walikota) yang akan menerima penghargaan, wajib melapor kepada Kementerian Dalam Negeri. Tujuannya, untuk menghindari penghargaan abal-abal. Sekaligus perlu dinyatakan pakta integritas pencabutan penghargaan manakala terlibat kasus tindak pidana korupsi. Serta mencabut gelar penghargaan tertinggi kenegaraan (Maha Putera) yang bersifat personal.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *