Jakarta, Owntalk.co.id – Memiliki media sosial tentu memberikan banyak manfaat. Namun demikian, pengaruh media sosial di Indonesia berdampak pada kurang terbinanya masyarakat pengguna media sosial terhadap pemakaian bahasa Indonesia secara baik dan benar.
Belakangan ini, perkembangan penggunaan bahasa Indonesia di media sosial justru menunjukkan tren yang negatif jika dikaitkan dengan usaha pemerintah dalam membina dan mengembangkan bahasa Indonesia. Sebagai contoh adalah bahasa ‘gaul’ ataupun bahasa ‘alay’.
Bahasa alay bisa dikatakan sebagai produk dari ragam bahasa sosial tertentu yang bersifat nonbaku yang berkembang di media sosial. Secara mayoritas, variasi-variasi bahasa seperti ini dipopulerkan oleh kalangan remaja.
Dan harus diakui, eksistensi bahasa alay tampaknya mulai merongrong kewibawaan bahasa Indonesia dari segi kaidah tata bahasa. Sementara, diketahui bersama bahasa Indonesia telah menjadi identitas persatuan dan kebanggan bangsa Indonesia paling tidak sejak tahun 1928 pada momentum Sumpah Pemuda.
Pada konteks yang lain, Indonesia dikenal dengan bangsa yang ramah dan berbudi pekerti luhur, baik dalam berperilaku maupun dalam bertutur. Namun, akhir-akhir ini pengaruh media sosial tampaknya juga berefek pada memudarnya etika dalam bertutur di tengah masyarakat.
Banyak juga kalangan yang menggunakan media sosial sebagai wadah untuk mengekspresikan kemarahan, tulisan-tulisan yang memuat konten pornografi dan provokasi.
Fenomena-fenomena di atas tentu saja tidak bisa dibiarkan begitu saja karena berimbas pada rusaknya mental para generasi muda. Dalam hal ini, ingin ditunjukkan bahwa bahasa bukan hanya urusan tuturan semata, melainkan juga menyangkut karakter dan kepribadian yang bertutur.
(Julio)