Waspada! Kelompok Ini Berisiko Tinggi Tertular TBC

Jakarta, Owntalk.co.id – Tuberkulosis (TBC), penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, masih menjadi ancaman serius di Indonesia.

Meskipun semua orang berpotensi tertular, beberapa kelompok masyarakat memiliki risiko jauh lebih tinggi, mengingat penularannya yang mudah melalui udara. Data WHO menunjukkan bahwa 5-10% individu yang terinfeksi akan mengembangkan penyakit TBC aktif.

Indonesia, menempati posisi kedua di dunia dengan estimasi 1.090.000 kasus baru dan 125.000 kematian akibat TBC setiap tahunnya, menurut laporan Global Tuberculosis Report 2024. Hal ini menjadi perhatian serius bagi Kementerian Kesehatan RI.

Sekretaris Ditjen Penanggulangan Penyakit Kemenkes RI, dr. Yudhi Pramono, MARS, mengungkapkan kelompok-kelompok berisiko tinggi ini dalam konferensi pers Kamis (30/12025).

Kelompok Risiko Tinggi Tertular TBC:

  • Kontak Dekat dengan Pasien TBC: Ini termasuk keluarga serumah dan individu yang berinteraksi erat dengan penderita TBC aktif. Droplet yang mengandung bakteri TBC dapat bertahan beberapa jam di udara, meningkatkan risiko penularan.
  • Orang dengan HIV (ODHIV): Sistem imun yang lemah pada ODHIV membuat mereka sangat rentan terhadap infeksi TBC.
  • Perokok: Merokok menurunkan daya tahan tubuh, meningkatkan kerentanan terhadap infeksi TBC.
  • Penderita Diabetes Melitus (DM): Kondisi DM juga melemahkan sistem imun, membuat individu lebih mudah tertular TBC.
  • Bayi, Anak-Anak, dan Lansia: Kelompok usia ini memiliki sistem imun yang belum berkembang sempurna atau sudah melemah, sehingga lebih rentan.
  • Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP): Kondisi padat dan kurang higienis di lembaga pemasyarakatan meningkatkan risiko penularan.
  • Tunawisma dan Pengungsi: Kurangnya akses terhadap sanitasi dan layanan kesehatan membuat kelompok ini sangat rentan.
  • Masyarakat di Permukiman Kumuh: Lingkungan yang padat dan tidak sehat meningkatkan risiko penularan TBC.

Kemenkes telah meluncurkan program investigasi kontak untuk mendeteksi dini kasus TBC. Petugas kesehatan melakukan pemeriksaan minimal terhadap 8 orang kontak dekat setiap kasus yang teridentifikasi.

Upaya ini meliputi kunjungan langsung ke rumah (door-to-door), undangan pemeriksaan ke fasilitas kesehatan, dan pendampingan bagi kontak yang memerlukan bantuan.

Dr. Yudhi menekankan pentingnya kewaspadaan dan pencegahan. Vaksinasi BCG pada bayi, menjaga kebersihan lingkungan, menghindari kontak erat dengan penderita TBC, dan segera berkonsultasi dengan dokter jika mengalami gejala seperti batuk berdahak, sesak napas, demam, dan penurunan berat badan, merupakan langkah-langkah krusial dalam mencegah penyebaran TBC.

Kemenkes berkomitmen untuk terus meningkatkan upaya deteksi dini dan pengobatan TBC untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *