Singapura Satu-satunya Pembeli Pasir Laut Indonesia, Berpotensi Sebabkan Kerugian Besar

Penampakkan sedimentasi pasir laut di Muara Aik Kantung Bangka. (Dok; Kompas.com)

Jakarta, Owntalk.co.id – Pengamat ekonomi dan energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi, memperkirakan bahwa Singapura akan menjadi satu-satunya negara yang membeli pasir laut dari Indonesia setelah pemerintah membuka kembali keran ekspor pasir laut setelah 20 tahun.

Menurut Fahmy, keputusan ini berpotensi membawa dampak serius bagi lingkungan Indonesia.

“Satu-satunya negara yang akan membeli pasir laut Indonesia adalah Singapura untuk reklamasi memperluas daratannya. Ironisnya, pengerukan pasir laut ini bisa menyebabkan tenggelamnya sejumlah pulau yang mengurangi daratan Indonesia,” ujar Fahmy saat dihubungi oleh Kompas pada Selasa (24/9/2024).

Fahmy menjelaskan bahwa meskipun Singapura akan mendapatkan manfaat dari ekspansi daratan hasil reklamasi, Indonesia justru menghadapi risiko besar berupa kerusakan lingkungan, hilangnya pulau-pulau kecil, dan dampak buruk pada masyarakat pesisir.

“Ekspor pasir laut ini tidak hanya membahayakan rakyat yang tinggal di pesisir pantai, tetapi juga akan meminggirkan nelayan yang bergantung pada laut untuk mata pencaharian mereka,” jelas Fahmy.

Lebih lanjut, Fahmy menilai kebijakan ekspor pasir laut ini bukanlah solusi yang tepat untuk meningkatkan pendapatan negara.

Meskipun Kementerian Keuangan mengakui bahwa penerimaan negara dari ekspor hasil laut, termasuk pasir laut, selama ini kecil, biaya yang dikeluarkan, terutama untuk menangani kerusakan lingkungan, jauh lebih besar dibandingkan pendapatan yang diperoleh.

“Kerugian besar dari kerusakan ekologi dan lingkungan, serta potensi tenggelamnya sejumlah pulau, tidak sebanding dengan keuntungan yang didapat dari ekspor pasir laut ini,” tegas Fahmy.

Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perdagangan telah merevisi aturan yang melarang ekspor pasir laut. Revisi tersebut tertuang dalam Permendag Nomor 20 Tahun 2024 dan Permendag Nomor 21 Tahun 2024 yang mengatur kebijakan ekspor.

Kebijakan ini merupakan tindak lanjut dari Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut yang ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo.

Meskipun ekspor pasir laut kini diperbolehkan, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Isy Karim, menegaskan bahwa ekspor hanya bisa dilakukan setelah kebutuhan dalam negeri terpenuhi.

Hal ini sejalan dengan tujuan pemerintah untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan domestik dan peluang pasar luar negeri.

Staf Khusus Menteri Perdagangan Bidang Perjanjian Perdagangan Internasional, Bara Krishna Hasibuan, juga menyebutkan bahwa keputusan membuka ekspor pasir laut diambil dalam rapat kabinet.

Kemendag, menurutnya, hanya bertugas pada tahap akhir dalam proses perizinan ekspor setelah melalui kajian dari berbagai kementerian terkait, termasuk Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.

Dengan kebijakan ini, Indonesia dihadapkan pada dilema antara potensi pendapatan dari ekspor dan ancaman terhadap kelestarian lingkungan serta dampak sosial yang bisa ditimbulkan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *