Bidang Hukum PK NTT Batam Berang, Majikan Paksa ART Makan Kotoran Anjing dan Minum Air Kloset

Keterangan foto: Bidang Hukum PK NTT Kota Batam, KORNELIS BOLI BALAWANGA, S.H. dan DOMINIKUS JAWA, S.H.,M.H.,melakukan koordinasi bersama Kasat Reskrim Polresta Barelang.

Batam, Owntalk.co.id — Kasus dugaan penganiayaan brutal yang menimpa seorang Asisten Rumah Tangga (ART) asal Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), kembali mengguncang Batam. Majikan bernama Roslina diduga melakukan tindakan keji terhadap Intan (20), ART yang telah bekerja padanya selama satu tahun terakhir.

Koordinator Bidang Hukum Perkumpulan Keluarga Nusa Tenggara Timur (PK NTT) Kota Batam, Kornelis Boli Balawanga, S.H, didampingi rekannya Dominikus Jawa, S.H, dan Dominikus Aliando, S.H, mengecam keras perbuatan Roslina yang dianggap telah mencoreng nilai kemanusiaan.

“Apa yang dilakukan Roslina adalah penghinaan terhadap harkat dan martabat manusia. Ini perbuatan bar-bar yang harus dihukum berat,” tegas Kornelis dengan mata berkaca-kaca saat ditemui di Polresta Barelang, Senin (23/6/2025).

Menurut Kornelis, aksi penganiayaan berlangsung sejak awal Juni 2025. Intan tidak hanya dipukuli, namun juga dipaksa meminum air kloset dan makan kotoran anjing. Yang lebih memilukan, dalam melancarkan aksinya, Roslina diduga memanfaatkan kepolosan ART lain, Merliyati Louru Peda, yang merupakan sepupu korban. Dengan ancaman dan paksaan, majikan menyuruh Merliyati turut menganiaya Intan dan merekam kejadian seolah-olah penganiayaan dilakukan sesama ART.

“Majikan mencoba merekayasa kasus ini. Namun kejahatan seperti ini sulit disembunyikan. Jika tidak ada paksaan, tidak mungkin Merliyati tega melakukan penganiayaan terhadap sepupunya sendiri,” ujar Kornelis.

Selain penganiayaan fisik dan psikis, korban juga mengalami penyalahgunaan hak-hak ketenagakerjaan. Majikan diketahui menyita alat komunikasi kedua ART sejak awal mereka bekerja, memutus akses komunikasi dengan keluarga.

Parahnya, selama hampir satu tahun bekerja, Merliyati mengaku tidak pernah menerima upah. Sebaliknya, mereka malah dipaksa mencatat ‘buku dosa’ — sebuah buku yang berisi daftar pelanggaran yang kemudian dijadikan alasan untuk memotong hak-hak mereka.

Bidang Hukum PK NTT Kota Batam menegaskan komitmennya untuk terus mengawal proses hukum hingga para korban mendapatkan keadilan, termasuk menuntut pembayaran upah yang menjadi hak kedua ART tersebut.

Kasus ini kini telah masuk tahap penyidikan di Polresta Barelang.

“Kami sudah koordinasi dengan Kapolresta dan Kasat Reskrim. Kita menunggu proses penetapan tersangka. Kami minta seluruh warga NTT di Batam tetap tenang dan percaya kepada proses hukum yang berjalan,” imbuh Kornelis mewakili KBHAK Law Office Kota Batam.

Peristiwa ini kembali menjadi tamparan keras bagi dunia ketenagakerjaan dalam negeri, khususnya bagi perlindungan tenaga kerja rumah tangga di Batam. Banyak pihak mendesak aparat penegak hukum bertindak tegas agar kasus serupa tidak terulang ke depan.

Exit mobile version