Jakarta, Owntalk.co.id – Pemungutan suara bersejarah berlangsung di Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), yang menuntut Israel mengakhiri pendudukannya atas wilayah Palestina dalam waktu 12 bulan.
Resolusi tersebut disahkan setelah mendapat dukungan dari 124 negara, dengan 43 negara memilih abstain, dan 14 negara lainnya menolak.
Menurut laporan CNN pada Kamis (19/9/2024), negara-negara yang menolak resolusi ini termasuk Amerika Serikat (AS), Hungaria, Israel, Argentina, Republik Ceko, Fiji, Malawi, Mikronesia, Nauru, Palau, Papua Nugini, Paraguay, Tonga, dan Tuvalu.
Pemungutan suara ini dilakukan menyusul pernyataan Mahkamah Internasional yang menegaskan bahwa keberadaan Israel di Tepi Barat dan Yerusalem Timur adalah ilegal, serta menyerukan Israel segera mengakhiri pendudukannya yang telah berlangsung selama puluhan tahun.
Duta Besar Palestina untuk PBB, Riyad Mansour, menyatakan bahwa hasil pemungutan suara ini adalah titik balik penting dalam perjuangan Palestina untuk kebebasan dan keadilan.
Menurutnya, resolusi tersebut mencerminkan dukungan dunia terhadap hak-hak rakyat Palestina yang telah lama tertindas.
Resolusi ini diajukan oleh Palestina yang pada tahun ini memiliki hak istimewa di PBB, yakni dapat mengajukan proposal di Majelis Umum meski hanya berstatus pengamat.
Namun, tidak semua pihak menerima keputusan ini dengan baik. Duta Besar Israel untuk PBB, Danny Danon, mengecam hasil pemungutan suara tersebut, dan menyebutnya sebagai “keputusan memalukan” yang mendukung apa yang ia sebut sebagai terorisme diplomatik dari Otoritas Palestina.
Meskipun keputusan Mahkamah Internasional dan resolusi Majelis Umum PBB ini tidak mengikat secara hukum, keduanya memiliki dampak besar dalam mengisolasi Israel di panggung internasional.
Hal ini semakin relevan menjelang Sidang Umum PBB ke-79, yang akan digelar pekan depan di New York, di mana para pemimpin dunia berkumpul untuk membahas isu-isu global.
Presiden Otoritas Palestina, Mahmoud Abbas, dan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, diperkirakan akan menghadiri sesi debat pada 26 September 2024.
Pertemuan ini menjadi momen penting bagi kedua pemimpin untuk menyuarakan posisi mereka di hadapan dunia.
Israel telah menduduki Tepi Barat, Yerusalem Timur, Jalur Gaza, dan Dataran Tinggi Golan sejak 1967, dan sejak itu membangun permukiman Yahudi di wilayah-wilayah tersebut.
Meskipun Tepi Barat dan Gaza secara historis dianggap sebagai wilayah Palestina dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kota, Israel tetap mengklaim Yerusalem sebagai ibu kota abadinya.
Konflik berkepanjangan ini terus mempengaruhi stabilitas dan hubungan internasional di kawasan tersebut.