Jakarta, Owntalk.co.id – Setelah dua dekade larangan, Presiden Jokowi secara resmi membuka kembali izin ekspor pasir laut. Kebijakan ini mengikuti perubahan aturan baru yang diterbitkan oleh Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan, sebagai tindak lanjut dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut.
Langkah ini diimplementasikan melalui revisi dua Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) yang berkaitan dengan kebijakan ekspor.
Dua aturan tersebut adalah Permendag Nomor 20 Tahun 2024, yang merupakan perubahan atas Permendag Nomor 22 Tahun 2023 terkait larangan ekspor barang tertentu, serta Permendag Nomor 21 Tahun 2024, yang mengatur lebih lanjut tentang kebijakan dan pengaturan ekspor.
“Revisi kedua aturan ini adalah bagian dari amanah PP Nomor 26 Tahun 2023, serta usulan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sebagai instansi yang bertanggung jawab atas pengelolaan sedimentasi di laut,” jelas Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Isy Karim, dalam pernyataan resminya, Kamis (12/9).
Isy menekankan bahwa ekspor pasir laut hanya akan diizinkan jika kebutuhan dalam negeri telah terpenuhi.
“Ekspor pasir laut yang berasal dari hasil sedimentasi hanya dapat dilakukan setelah memastikan bahwa kebutuhan domestik telah terpenuhi, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” tambahnya.
Kebijakan ini bertujuan untuk mengatasi sedimentasi yang dapat menurunkan daya dukung serta daya tampung ekosistem pesisir dan laut.
Selain itu, pengaturan ini juga diharapkan dapat mengoptimalkan pemanfaatan sedimentasi untuk kepentingan pembangunan serta rehabilitasi lingkungan pesisir.
Jenis pasir laut yang diizinkan untuk diekspor dijabarkan dalam Permendag Nomor 21 Tahun 2024, merujuk pada Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 47 Tahun 2024 yang mengatur spesifikasi pasir hasil sedimentasi untuk ekspor.
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi sebelum ekspor dilakukan, seperti terdaftar sebagai Eksportir Terdaftar (ET), memiliki Persetujuan Ekspor (PE), dan dilengkapi dengan Laporan Surveyor (LS).
Kebijakan ini diharapkan dapat menyeimbangkan antara kepentingan ekonomi dan kelestarian lingkungan, sambil tetap mengutamakan kebutuhan dalam negeri sebelum mempertimbangkan ekspor.