Jakarta, Owntalk.co.id – Kesadaran masyarakat akan pentingnya keselamatan berkendara di Indonesia masih terbilang rendah, yang berkontribusi pada tingginya pelanggaran lalu lintas dan angka kecelakaan di jalan raya.
Pemerhati masalah transportasi dan hukum, Budiyanto, menyampaikan bahwa pelanggaran lalu lintas di Indonesia masih berada pada tingkat yang cukup tinggi.
Menurut analisis dan evaluasi yang dilakukannya, setiap kecelakaan lalu lintas selalu diawali dengan pelanggaran.
“Banyak orang sadar mereka melanggar, tapi menganggap sanksi denda masih bisa mereka bayar,” ujar Budiyanto, yang pernah menjabat sebagai Kasubdit Penegakkan Hukum (Gakkum) Ditlantas Polda Metro Jaya, dalam sebuah wawancara pada Selasa (27/8).
Budiyanto menambahkan bahwa sanksi pidana berupa denda belum memberikan efek jera yang signifikan, terlihat dari masih tingginya angka pelanggaran dan kecelakaan lalu lintas.
Namun, ia optimis dengan rencana penerapan sistem Traffic Attitude Record (TAR) yang dianggapnya akan lebih efektif, terutama karena TAR akan diintegrasikan dengan sistem Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE).
Sistem TAR ini akan mencatat dan mendata pelanggaran, memberikan poin berdasarkan beratnya pelanggaran dan jenis kecelakaan.
“Setiap pelanggaran akan diberi nilai, dengan skala 1, 3, dan 5 poin untuk pelanggaran, sementara 5, 10, dan 12 poin untuk kecelakaan lalu lintas,” jelas Budiyanto.
Akumulasi poin ini akan berdampak pada pengemudi. Jika mencapai 12 poin, SIM akan dicabut sementara sambil menunggu keputusan pengadilan.
Sanksi lain termasuk kewajiban mengikuti pelatihan pengemudi dan ujian ulang SIM. Jika mencapai 18 poin, sanksi lebih berat akan diterapkan, yaitu pencabutan SIM seumur hidup atau untuk jangka waktu tertentu sesuai putusan pengadilan.
Budiyanto menekankan pentingnya persiapan sumber daya manusia serta sarana dan prasarana untuk mendukung sistem ini.
“Pelatihan dan edukasi sangat diperlukan, terutama terkait pengoperasian teknologi seperti aplikasi TAR yang akan terintegrasi dengan ETLE,” tambahnya.
Ia juga berharap sistem ini dapat bekerja secara otomatis, mendeteksi pelanggaran melalui nomor kendaraan dan face recognition.
Dengan integrasi antara TAR dan ETLE, setiap pelanggaran akan tercatat dengan baik, menciptakan efek jera yang signifikan karena pengemudi akan merasa diawasi dan khawatir SIM mereka dicabut, baik secara permanen atau untuk jangka waktu tertentu.
“Jika diterapkan dengan baik, sistem ini akan memberikan efek pencegahan yang luar biasa, karena pengemudi akan lebih berhati-hati untuk menghindari penalti yang dapat berujung pada pencabutan SIM mereka,” tutup Budiyanto.