Kuasa Hukum Kapten MT Arman Sebut Tuntutan Jaksa Tidak Berdasar 

Kapten Kapal MT Arman 114 Mahmoud Mohamed Abdelaziz Mohamed Hatiba Saat menjalani sidang di Pengadilan Negeri Batam

Batam, Owntalk.co.id – Kuasa hukum terdakwa kasus pecemaran lingkungan  Mahmoud Mohamed Abdelaziz Mohamed Hatiba yang juga kapten kapal MT Arman 114. Daniel Samosir Menilai tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak berdasar. Atas dasar itu dirinya meminta majelis membebaskan kliennya dari segala tuntutan pidana, sebagaimana yang didakwakan jaksa penuntut umum.

“Dari fakta-fakta persidangan, tuntutan jaksa yang menjatuhkan dakwaan terhadap terdakwa dengan hukuman 7 tahun penjara dan denda Rp 5 miliar, subsider 6 bulan kurungan tidak berdasar. Di mana faktanya, karena terdakwa bukan kapten MT Arman 114 pada saat terjadi tindak pidana pencemaran lingkungan, seperti yang didakwakan,” ujar Dani

Ia menjelaskan, fakta persidangan telah membuka tabir peristiwa yang sebenarnya, bahwa terdakwa Mahmoud Mohamed Abdelaziz Mohamed Hatiba, menjadi kapten MT Arman 114 setelah penangkapan oleh Bakamla. Sebelumnya, sejak Kapal MT Arman 114 berlayar dari Singapura menuju Laut Natuna Utara (Perairan Indonesia) yang menjadi kapyen kapal adalah Rabia Alhensi. 

“Dengan mempertimbangkan fakta persidangan, kami  memohon kepada majelis hakim yang terhormat untuk membebaskan terdakwa dari semua tuntutan,” ujarnya.

Terkait barang bukti, kata Daniel, dalam proses aquo terdapat fakta hukum bahwa barang bukti sepatunya dikembalikan kepada terdakwa, di mana barang bukti kapal dan cargo menjadi tanggung jawab terdakwa dan itu diatur dalam KUHAP. 

“Dari mana barang bukti itu disita maka barang bukti tersebut dikembalikan kepadanya (terdakwa), karena dia yang bertanggung jawab dan selanjutnya dikembalikan dari mana kapal tersebut berasal,” pungkasnya.

Setelah melalui persidangan yang panjang dan mendengarkan semua fakta persidangan, kiranya majelis hakim dapat membuat putusan, sebagai berikut:

1. Menyatakan terdakwa tidak terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana;

2. Menyatakan terdakwa tidak terbukti secara sah melakukan perbuatan-perbuatan sebagaimana dengan pasal yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum terhadap terdakwa;

3. Membebaskan terdakwa dari tuntutan pidana yang tidak berdasarkan hukum

4. Surat dakwaan yang dibacakan JPU tidak berdasarkan hukum, oleh karena patut untuk ditolak;

5. Memulihkan nama baik terdakwa dalam kedudukan dan martabatnya sebagai manusia;

6. Memerintahkan kepada jaksa agar mengembalikan paspor, sea mans book terdakwa.

7. Membebankan biaya perkara kepada negara.

“Demikian nota pembelaan ini kami bacakan mohon kiranya menjadi pertimbangan kepada yang mulia majlis hakim untuk memutuskan perkara ini dengan arif dan bijaksana untuk memberikan putusan yang seadil adilnya. Atas kewenangan hakim yang terhormat kami ucapkan terima kasih,” tutup Daniel.

Selain nota pembelaan yang dibacakan oleh penasehat hukum, Hakim Sapri Tarigan juga memberikan kesempatan kepada terdakwa untuk menyampaikan pembelaan secara pribadi dan diterjemahkan oleh penerjemah yang selama ini mendampingi terdakwa.

Pada pembelaan pribadi, terdakwa menyampaikan, bahwa pada saat terjadinya penangkapan yang diduga melakukan pencemaran lingkungan laut, saat itu terdakwa bukanlah sebagai kapten kapal, akan tetapi sebagai chief officer.

“Kedutaan Mesir sudah menjelaskan identitas saya tapi KLHK tidak mengindahkan informasi dari kedutaan saya. Surat dari kedutaan sama sekali tidak diindahkan,” ungkap Mahmoud.

“Surat dari keduataan Mesir juga diserahkan ke Kejaksaan Agung, yang menerangkan bahwa sertifikat saya tidak memenuhi syarat untuk menjadi kapten. Saya menjadi kapten kapal MT Arman sejak 8 Juni 2023 (setelah penangkapan oleh Bakamla),” sambungnya.

Selain itu, Mahmoud juga menerangkan, di Kapal MT Arman terdapat alat yang bernama Voyage Data Recorder (VDR), di mana alat tersebut merekam semua percakapan dan visualisasi apa yang terjadi di atas kapal, akan tetapi alat tersebut tidak pernah dihadirkan di persidangan.

Exit mobile version