Polri Apps
banner 728x90
Batam  

Tolak Revisi UU Penyiaran, Puluhan Wartawan di Kepri Gelar Aksi Unjuk Rasa

Saat ketua Dprd kota Batam menandatangani Kesepakatan Bersama Jurnalis Kepri menolak Revisi UU Penyiaran

Batam, Owntalk.co.id – puluhan Wartawan di Kepri gelar aksi unjuk rasa menolak menolak revisi Undang-undang penyiaran. Aksi tersebut berlangsung di gedung Dprd Kota Batam, Senin (27/05/2024). 

Para jurnalis yang turun tersebut merupakan dari gabungan beberapa organisasi. Diantaranya Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Pewarta Foto Indonesia (PFI), Serikat Media Siber Indonesia (SMSI), Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) dan Serikat Perusahaan Pers (SPS). 

Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kepri, Andi Gino, menyampaikan bahwa beberapa pasal dalam RUU Penyiaran bertentangan dengan prinsip-prinsip kerja jurnalistik, terutama yang melarang jurnalis melakukan peliputan investigasi. 

“Pasal-pasal dalam RUU Penyiaran sangat bertentangan dengan kerja kami di lapangan. Melarang jurnalis untuk melakukan peliputan investigasi adalah hal yang tidak bisa kami terima. Kami mendukung sepenuhnya keputusan Dewan Pers untuk menolak RUU ini,” uangkapnya. 

Ketua Dprd Batam berfoto bersama jurnalis di Kepri Usai Aksi unjuk rasa

Menanggapi aksi tersebut, Ketua DPRD Batam Nuryanto menyatakan bahwa DPRD Batam telah menerima semua aspirasi yang disampaikan oleh para jurnalis dan berjanji akan menyampaikannya ke DPR RI. 

“Saya melihat Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 lahir dari semangat reformasi, dan saya adalah bagian dari reformasi itu sendiri. Media adalah salah satu pilar demokrasi, jika pilar ini dibatasi, maka sistem demokrasi kita akan terganggu,” katanya.

8 poin tuntutan dari beberapa organisasi Pers yang menggelar aksi unjuk rasa, Diantaranya : 

  1. Beberapa pasal RUU Penyiaran versi Maret 2024 yang kami nilai cukup menganggu kerja-kerja jurnalistik. Pasal – Pasal ini akan membuat KPI menjadi lembaga superbody dalam dunia jurnalistik dan juga kewenangan nya akan tumpang tindih dengan Dewan Pers. Ruang lingkup kerja KIP pun nantinya bertambah yakni platform digital penyiaran.
  2. Kami menilai Pasal paling bermasalah dan bertentangan dengan semangat reformasi adalah 508 ayat 2 (c) mengenai standar isi siaran. Secara spesifik disebutkan bahwa ada pelarangan penayangan eksklusif jurnalistik investigasi. 
  3. Pasal ini sangat absurd dengan tendensi anti kebebasan Pers. Pasal ini secara terang benderang menyasar kerja-kerja jurnalistik Investigasi.
  4. Menurut Pakar Ilmu Komunikasi, definisi penyiaran ini bisa luas cakupannya, tidak hanya akan menyasar media arus utama, tetapi juga jurnalisme investigasi yang dilakukan via internet, media online, atau bahkan hingga media sosial.
  5. Pasal 508 ayat 2 (c) ini sangat bertentangan dengan pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Pers yang menyatakan, bahwa pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pemberedalan atau pelarangan penyiaran. Selain itu, di Pasal 4 ayat 1 UU Pers jelas menyatakan kebebasan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.
  6. Pasal 508 ayat 2 K RUU Penyiaran menyatakan akan menghentikan tayangan dianggap mencemarkan nama baik. Pasal ini dapat digunakan untuk menyerang para pengkritiknya. Selain itu, pasal pencemaran nama baik telah dicabut dari KUHPindana oleh Mahkamah Konstitusi Maret 2024 lalu.
  7. Kewenangan KIP berdasarkan RUU Penyiaran menyatakan bisa mengatur dan menangani sengketa pers penyiaran. Kami menilai hal ini tumpang tindih dengan kewenangan Dewan Pers, serta tumpang tindih UU Pers dan RUU Penylaran.
  8. Perluasaan kewenangan KPI dalam draft RUU Penyiaran versi Maret 2024 berpotensi memberhangus kemerdekaan pers, kebebasan ekspresi dan kreativitas di ruang digital.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *