Mangrove: Paru-paru Dunia yang Dibagikan Indonesia untuk Perubahan Iklim Global

Menko Marves Ed Interim Erick Tohir pada kegiatan COP28 bertajuk ‘Delivering Global Action On Mangrove Restoration And Protection’ di Dubai pada Sabtu (9/12/2023). (Dok; Kemenko Marves)

Jakarta, Owntalk.co.id – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Ad Interim, Erick Tohir, menyatakan kesiapan Indonesia untuk berbagi pengalaman dalam pengelolaan dan pelestarian mangrove, yang memiliki peran signifikan dalam upaya pengendalian perubahan iklim global.

“Mangrove sangat vital bagi Indonesia karena memberikan manfaat lingkungan dan masyarakat, serta memperkuat ketahanan pesisir. Sebagai solusi berbasis alam, mangrove berkontribusi dalam mengendalikan perubahan iklim dengan menjadi paru-paru dunia melalui penyerapan dan penyimpanan karbon biru,” ujar Erick Tohir dalam kegiatan COP28 berjudul ‘Delivering Global Action On Mangrove Restoration And Protection’ di Dubai pada Sabtu (9/12/2023).

Menurut Erick, mangrove memberikan sejumlah manfaat, termasuk perlindungan pantai, keanekaragaman hayati tinggi, serta manfaat ekonomi melalui ekowisata dan penetapan harga karbon.

“Kemampuan ekosistem mangrove dalam menyerap dan menyimpan karbon, melebihi hutan tropis, telah menarik perhatian dunia. Di Indonesia, ekosistem mangrove mampu menangkap 3,3 Gigaton CO2,” tambah Erick.

Angka ini, menurutnya, setara dengan 3,36 juta hektar kawasan mangrove dengan potensi valuasi ekonomi mencapai USD16,5 Juta. Erick menjelaskan bahwa sejak tahun 2020, Indonesia telah menanam lebih dari 265 juta mangrove.

“Diperlukan inovasi dan pendanaan berkelanjutan. Dalam hal investasi, minat masyarakat terhadap ekosistem karbon biru dapat mencapai 10 juta Dolar Amerika dari korporasi dan investor,” kata Erick.

Dia menekankan bahwa peran sektor swasta dapat disalurkan ke dalam program restorasi dan konservasi mangrove di seluruh dunia. Menko Marves Ad Interim juga mengumumkan percepatan restorasi 75 ribu hektar lahan mangrove dan konservasi seluas 400 ribu hektar yang diharapkan selesai pada 2024.

“Bisnis yang produktif dan berkelanjutan sangat penting dalam menciptakan mekanisme pasar jangka panjang, membuktikan bahwa mangrove lebih bernilai saat hidup daripada saat rusak,” ungkapnya.

Erick menyampaikan kepada peserta acara bahwa Indonesia memiliki pengalaman dalam model bisnis ekosistem mangrove seperti karbon biru, budidaya perikanan yang berkelanjutan, dan pengembangan perikanan yang memberikan keuntungan finansial sambil membangun masyarakat pesisir yang tangguh dan berdampak positif pada lingkungan.

“Kami menyadari pentingnya upaya kolektif dan solusi terkoordinasi dengan negara-negara di seluruh dunia. Untuk mencapai target restorasi dan konservasi nasional, kami melaksanakannya secara Pentahelix, melibatkan berbagai pemangku kepentingan mulai dari pemerintah, sektor swasta, LSM, filantropi, hingga komunitas lokal,” pungkas Erick.

Dia mencontohkan bahwa Indonesia telah mendirikan 30 pusat pembibitan untuk mendukung restorasi mangrove, termasuk G20 Mangrove Showcase di Bali.

“Kami berharap dapat berkolaborasi dengan banyak pihak untuk memastikan masa depan yang berkelanjutan bagi dunia kita, untuk saat ini dan juga di masa depan melalui pengelolaan mangrove,” harapnya.

Dalam informasi tambahan, acara ‘Delivering Global Action On Mangrove Restoration And Protection’ di Dubai dihadiri oleh Menteri Perubahan Iklim dan Lingkungan UAE, Menteri Lingkungan, Konservasi Alam, dan Nuklir Jerman, Menteri Kehutanan Korea Selatan, Menteri Lingkungan dan Perubahan Iklim Brasil, Menteri Pembangunan Berkelanjutan, serta Perubahan Iklim, dan Manajemen Resiko Bencana Belize, serta Menteri Lingkungan Nigeria.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *