Polri Apps
banner 728x90

KPPI Mulai Penyelidikan Terhadap Lonjakan Impor Benang Filamen Artifisial

Ni Made Budawati warga yang mengalami bisu tuli memintal benang di Kawasan Ekonomi Masyarakat Bengkala di desa Bengkala di Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng, Bali, Sabtu (3/8/2019). (Dok; Infopublik)

Jakarta, Owntalk.co.id – Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) telah memulai penyelidikan terhadap Tindakan Pengamanan Perdagangan (Safeguard Measures) terkait meningkatnya jumlah impor benang filamen artifisial.

Komoditas ini termasuk dalam lima nomor Harmonized System (HS) 8 digit, yaitu 5403.10.00, 5403.31.10, 5403.31.90, 5403.32.90, dan 5403.41.90 berdasarkan Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI) 2022.

Penyelidikan ini dilakukan berdasarkan permohonan dari Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) yang mewakili industri lokal penghasil benang filamen artifisial. Permohonan ini diajukan kepada KPPI pada 18 September 2023.

“Pada tahap awal permohonan yang diajukan oleh API, KPPI telah menemukan peningkatan yang signifikan dalam jumlah impor benang filamen artifisial. Kami juga menemukan indikasi awal mengenai kerugian serius atau ancaman serius yang dihadapi oleh industri dalam negeri akibat meningkatnya jumlah impor benang filamen artifisial,” ujar Pelaksana Tugas (Plt) Ketua KPPI, Nugraheni Prasetya Hastuti.

Nugraheni menjelaskan bahwa kerugian tersebut terlihat dari beberapa indikator kinerja industri dalam negeri selama tahun 2020—2022.

Indikator-indikator tersebut termasuk penurunan terus-menerus dalam keuntungan yang diakibatkan oleh penurunan volume produksi, penjualan di pasar domestik, produktivitas, kapasitas terpakai, serta penurunan pangsa pasar API di pasar domestik.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) selama tiga tahun terakhir (2020—2022), terjadi peningkatan jumlah impor benang filamen artifisial sebesar 49,89 persen. Pada tahun 2020, jumlah impor mencapai 1.191 ton.

Pada tahun 2021, impor meningkat 51,48 persen menjadi 1.804 ton, dan pada tahun 2022, impor naik 48,32 persen menjadi 2.676 ton. Negara asal impor terbesar adalah Tiongkok, yang mencakup 98,29 persen dari total impor, sedangkan negara lainnya menyumbang 1,71 persen.

KPPI mengundang semua pihak yang memiliki kepentingan untuk mendaftar sebagai Pihak yang Berkepentingan selambat-lambatnya 15 hari sejak pengumuman ini. Pendaftaran harus diajukan secara tertulis kepada Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia Kementerian Perdagangan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *