Opini  

Sistem Peradilan Pidana Anak di Dalam REL, Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum

ZULKARNAIN, S.H., M.H. Pembimbing Kemasyarakatan Ahli Muda BAPAS KELAS II Tanjungpinang

Penulis: ZULKARNAIN, S.H., M.H. Pembimbing Kemasyarakatan Ahli Muda BAPAS KELAS II Tanjungpinang

Anak adalah Amanah Allah yang harus dijaga untuk tumbuh dan berkembang memiliki peran strategis dalam menjamin eksistensi bangsa dan negara di masa mendatang. Agar mereka kelak mampu memikul tanggung jawab itu, maka perlu mendapat kesempatan yang seluas- luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental, sosial maupun spiritual. Mereka perlu mendapatkan hak-haknya, perlu dilindungi dan disejahterahkan. Karenanya, segala bentuk tindak kekerasan pada anak perlu dicegah dan diatasi. 

Oleh karena itu, kepentingan terbaik bagi anak patut dihayati sebagai kepentingan terbaik bagi kelangsungan hidup umat manusia.

Anak sesuai sifatnya masih memiliki daya nalar yang belum cukup baik untuk membedakan hal-hal baik dan buruk. Tindak pidana yang dilakukan oleh anak pada umumnya merupakan proses meniru terhadap apa yang di lihatnya dan adanya sifat menyimpang terhadap anak. 

Sistem peradilan pidana formal yang pada akhirnya menempatkan anak dalam status narapidana tentunya membawa konsekuensi yang cukup besar dalam hal tumbuh kembang mereka. Keberadaan anak memang perlu mendapat perhatian, terutama mengenai tingkah lakunya. Dalam menuju ke arah dewasa, seorang anak melakukan perbuatan yang lepas kontrol, sehingga dapat merugikan orang lain atau merugikan diri sendiri. 

Tingkah laku yang anak tersebut lakukan karena dalam masa pertumbuhan sikap dan mental belum stabil, dan juga tidak terlepas dari lingkungan pergaulannya. Sarana dan prasarana yang dimaksud menyangkut kepentingan anak maupun yang menyangkut penyimpangan sikap dan perilaku yang menjadikan anak terpaksa berhadapan dengan hukum atau dihadapkan ke muka pengadilan. Selain dari itu, Sarana hukum bertujuan untuk mengantisipasi stigma atau cap jahat dan nakal yang ditimbulkan ketika anak melakukan perbuatan pidana atau berhadapan dengan hukum, sekaligus merehabilitasi dan memasyarakatkan kembali anak tersebut.

Dalam Konstitusi Indonesia, anak memiliki peran strategis yang secara tegas dinyatakan bahwa negara menjamin hak setiap anak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Berdasarkan Pasal 1 Ayat 3 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. 

“Anak yang berkonflik dengan hukum yang selanjutnya disebut anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana”.

Perlindungan anak pekerjaan penting yang harus terus dilakukan oleh seluruh unsur Negara kita. Perlindungan anak merupakan perwujudan adanya keadilan dalam suatu masyarakat, dengan demikian perlindungan anak diusahakan dalam berbagai bidang kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Perlindungan terhadap anak ini juga mencakup kepentingan yang berhubungan dengan kesejahteraan anak yang berhadapan dengan hukum, merupakan tanggung jawab bersama aparat penegak hukum.

Kasus-kasus yang melibatkan anak sebagai pelaku tindak pidana merupakan fenomena yang berbeda dengan pelaku tindak pidana dewasa. Anak sebagai pelaku tindak pidana yang dijatuhi pidana untuk dibina dalam Lembaga Pembinaan Khusus Anak, perlu mendapat penanganan khusus dalam menjalani masa pidananya. Kasus tindak pidana yang melibatkan anak-anak dibawah umur belakangan ini sangat banyak terjadi. Kasus-kasus anak berhadapan dengan hukum yang dibawa dalam proses peradilan adalah kasus- kasus yang serius saja, itu juga harus selalu mengutamakan prinsip kepentingan terbaik bagi anak, serta proses penghukuman adalah jalan terakhir (Ultimum Remedium) dengan tetap tidak mengabaikan hak-hak anak. Diluar itu kasus- kasus anak dapat diselesaikan melalui mekanisme non formal yang didasarkan pada pedoman yang baku.

Bentuk penanganan non formal dapat dilakukan dengan diversi sebagaimana proses mediasi yang difasilitasi oleh penegak hukum pada setiap tingkat untuk mencapai keadilan restoratif yang dapat diselesaikan dengan mewajibkan anak yang berhadapan dengan hukum untuk mengikuti pendidikan atau pelatihan pada lembaga tertentu seperti berupa tindakan lainnya yang dilakukan dengan pemulihan bagi anak serta korban, ataupun jika terpaksa terjadi penghukuman hak-hak anak tidak boleh diabaikan. 

Warga negara yang lalai/sengaja tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan masyarakat, dikatakan bahwa negara tersebut “melanggar hukum” karena kewajiban tersebut telah ditentukan berdasarkan hukum. Substansi yang paling mendasar dalam undang- undang ini yaitu pengaturan secara tegas mengenai keadilan restoratif dan diversi, yang dimaksudkan untuk menghindari dan menjauhkan anak dari proses peradilan, sehingga dapat menghindari stigmatisasi terhadap anak yang berhadapan dengan hukum. 

Diharapkan anak dapat kembali ke dalam lingkungan sosial secara wajar. Demikian yang dijelaskan dalam bagian ketentuan umum Undang- Undang Sistem Peradilan Pidana Anak ini. Dalam Pasal 59A Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. 

Pertama, penanganan yang cepat, termasuk pengobatan dan/atau rehabilitasi secara fisik, psikis, dan sosial, serta pencegahan penyakit dan gangguan kesehatan lainnya. Kedua, pendampingan psikososial pada saat pengobatan sampai pemulihan. Ketiga, pemberian bantuan sosial bagi anak yang berasal dari keluarga tidak mampu. Pendampingan pada setiap keempat pemberian proses peradilan dan perlindungan. 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *