Polri Apps
banner 728x90

DPD RI Minta Pemerintah Tetapkan Aturan Pertanian Berkelanjutan

Wakil ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Sultan B Najamudin. (Dok; Humas DPD RI)

Jakarta, Owntalk.co.id – Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Sultan B Najamudin, mendorong Pemerintah untuk mengembangkan sistem pertanian dan perkebunan berkelanjutan yang memenuhi standar yang ditetapkan, bagi semua pelaku industri pertanian di Indonesia.

Hal ini dilakukan sebagai tanggapan terhadap penerapan Undang-undang Anti-deforestasi Uni Eropa atau EU Deforestation Regulation.

Dampaknya akan melibatkan produk pertanian Indonesia, tidak hanya minyak sawit, tetapi juga sapi, kayu, kopi, kakao, dan karet.

Sultan menyatakan, “Uni Eropa memiliki hak yuridis untuk menunjukkan komitmennya dalam mengatasi krisis iklim dengan mengendalikan deforestasi.

Kita juga perlu mengakui bahwa Indonesia telah melakukan konversi hutan untuk menjaga lahan pertanian dengan cukup intensif.”

Menurutnya, pemerintah tidak perlu mengajukan protes terhadap kebijakan Uni Eropa tersebut ke WTO.

Sebaliknya, Indonesia harus introspeksi dan siap untuk dievaluasi oleh negara-negara yang merupakan pasar potensial untuk produk perkebunan unggulan Indonesia.

“Selain mengembangkan diversifikasi pasar, sangat penting bagi pemerintah untuk meningkatkan industri perkebunan kelapa sawit berkelanjutan melalui sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) dan Best Agriculture Practice (BAP). Saya percaya bahwa kedua jenis standardisasi pertanian ini dapat menjadi pertimbangan bagi Uni Eropa untuk membuka kembali pasar mereka untuk produk perkebunan Indonesia,” kata Sultan, mantan Ketua HIPMI Bengkulu.

Oleh karena itu, Sultan berpendapat bahwa semua pelaku usaha pertanian, baik korporasi maupun petani sawit, harus memiliki sertifikasi ISPO dan BAP dengan pendekatan yang memperhatikan kearifan lokal di daerah masing-masing.

Ia berharap aturan-aturan ini dapat diatur melalui peraturan pemerintah dan peraturan daerah.

“Saya juga berharap pemerintah memberikan perhatian terhadap kasus ini melalui pendekatan diplomasi dagang yang berlandaskan pada sejarah dengan Uni Eropa. Karena pada dasarnya hampir semua komoditas pertanian Indonesia yang saat ini dilarang oleh Uni Eropa adalah komoditas yang pertama kali dikembangkan oleh kolonialisme Eropa di Nusantara pada masa lalu,” tutupnya.

Seperti yang diketahui, Uni Eropa telah resmi menerapkan Undang-Undang Anti-Deforestasi atau EU Deforestation Regulation sejak 16 Mei 2023.

Dampaknya adalah penutupan ekspor bagi produk pertanian/perkebunan yang dianggap oleh Uni Eropa sebagai pemicu deforestasi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *