Polri Apps
banner 728x90

LAKRL Datangi Gubernur Kepri Minta Bentuk Tim Perda Tanah Ulayat

Rombongan LAKRL dan perwakilan Suku Laut berfoto bersama Asisten II Bidang Administrasi Perekonomian dan Pembangunan Pemprov Kepri, Luki Zaiman Prawira, usai sepakat memulai proses Rancangan Perda Status dan Wilayah Tanah Adat di Kepulauan Riau, di Kantor Gubernur, Senin, 23/5/2023.

* Pelestarian SDA Berakar Pada Adat Harus Diatur Dengan Perda

Tanjungpinang, Owntalk.co.id – Lembaga Adat Kesultanan Riau Lingga bersama Suku Laut di Kepulauan Riau mendatangi Kantor Gubernur, di Dompak, Senin, 22/5/2023. Mereka meminta Gubernur Kepri segera membentuk tim untuk membahas dan mempersiapkan Peraturan Daerah tentang Status dan Wilayah Tanah Adat di Kepulauan Riau.

”Kami bertemu Gubernur Kepri, Bapak Ansar Ahmad, karena telah ada serangkaian pertemuan sebelumnya. Gubernur (Ansar Ahmad) telah berjanji akan mengakomodir keinginan masyarakat adat untuk membuat Peraturan Daerah tentang Status dan Wilayah Tanah Adat di Kepri,” kata Juru Bicara LAKRL, Said Ubaydillah, di Tanjungpinang, Selasa, 23/5/2023.

Pertemuan dengan Gubernur Ansar Ahmad, seyogyanya dilakukan Senin, 22/5/2023, gagal dilakukan. Akibatnya, puluhan pimpinan dan anggota LAKRL bersama perwakilan Suku Laut di Kepri, mengaku kecewa. ”Kami curiga dan perlu mempertanyakan, apakah Pak Gubernur masih berpihak pada masyarakat adat, atau berpihak pada sekelompok penguasa yang telah mengabaikan penataan wilayah dan tanah adat karena kepentingan pribadi dan kelompok,” ucap Said Ubaydillah.

Rombongan pengurus dan anggota LAKRL dan perwakilan Suku Laut saat menunggu Gubernur Kepri Ansar Ahmad di ruang Sekretaris Daerah Pemprov Kepri Dompak Tanjungpinang Senin 2252023

Rombongan yang berasal dari berbagai tempat di Kepri, dan bermarkas di Pulau Penyengat itu, sempat berniat menginap di Kantor Gubernur Kepri, sampai Ansar Ahmad bersedia menerima kedatangan mereka. ”Sia-sia kami tinggalkan rumah dan anak istri jika tidak ada kepastian dari pemerintah, apakah keinginan kami untuk menata kehidupan masyarakat adat bisa tercapai atau tidak,” kata Said Ubaydillah.

Turut dalam rombongan, Gerisman, salah seorang tokoh adat di Pulau Rempang dan Galang, yang menolah relokasi atas masuknya perusahaan raksasa PT Makmur Elok Graha (MEG) belum lama ini. ”Kami turut prihatin dengan pemerintahan di daerah kita yang tidak memihak pada masyarakat adat, dan hampir semua pembangunan yang membutuhkan lahan dan wilayah, tidak ditata dengan prinsip-prinsip yang terdapat dalam adat istiadat, khususnya adat Melayu,” kata Gerisman.

Siapa saja bisa datang ke Kepri dan hidup di wilayah ini. Tetapi masyarakat adat yang hidup dengan cara tradisional, harus dilindungi. Bukan itu saja, sumber daya alam dan wilayah adat sudah semakin rusak akibat tidak adanya aturan yang mengacu pada adat istiadat. Kami ini Melayu, dan Melayu Riau Lingga. Kami tidak akan membiarkan semua pengelolaan wilayah didasarkan pada keinginan pengusaha. Di sini ada masyarakat adat yang memiliki hak-hak khusus sebagai masyarakat adat. Harus ada hukum yang melindungi masyarakat adat. Emi, tokoh wanita Lembaga Adat Kesultanan Riau Lingga (LAKRL)

Kehadiran puluhan pengurus dan anggota LAKRL dipimpin langsung Tengku Fuad, serta seorang tokoh wanita LAKRL, Emi. Hingga siang hari, rombongan sempat bersitegang dengan petugas di Kantor Gubernur Kepri karena tidak ada kepastian dapat bertemu Ansar Ahmad atau tidak. Padahal, beberapa menit sebelum rombongan tiba di kantor Gubernur, Ansar Ahmad masih memimpin pertemuan dengan Ramadhan Sananta, pemain sepak bola asal Kepri yang berhasil di SEA Games 2023.

Tetapi, kata Abdul Hamid, salah seorang anggota rombongan, mereka diterima oleh Asisten II Bidang Administrasi Perekonomian dan Pembangunan Pemprov Kepri, Luki Zaiman Prawira. Rombongan diterima di ruang rapat Sekretariat Daerah (Setda) Kepri, didampingi oleh Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Riau Said Sudrajad, dan Kepala Biro Hukum Kuntum Purnomo.

Dalam dialog antara rombongan pengurus dan anggota LAKRL serta perwakilan Suku Laut, sempat terjadi perbedaan pendapat soal Perda tentang Status dan Wilayah Tanah Adat yang akan dihasilkan. Luki memaparkan besarnya perhatian Gubernur Ansar Ahmad terhadap para nelayan dan suku laut, sehingga membangun ratusan rumah, serta memberikan sertifikat gratis. ”Bukan itu yang kami maksud, kami tidak bicara soal program, tetapi yang kami minta pemerintah sekarang harus membuat dasar hukum pengelolaan wilayah tanah adat,” ujar Emi.

Rombongan LAKRL dan Suku Laut bersama Arif Fadillah Asisten I Pemerintahan dan Kesra Setdaprov Kepri

”Siapa saja bisa datang ke Kepri dan hidup di wilayah ini. Tetapi masyarakat adat yang hidup dengan cara tradisional, harus dilindungi. Bukan itu saja, sumber daya alam dan wilayah adat sudah semakin rusak akibat tidak adanya aturan yang mengacu pada adat istiadat. Kami ini Melayu, dan Melayu Riau Lingga. Kami tidak akan membiarkan semua pengelolaan wilayah didasarkan pada keinginan pengusaha. Di sini ada masyarakat adat yang memiliki hak-hak khusus sebagai masyarakat adat. Harus ada hukum yang melindungi masyarakat adat,” ujar Emi dengan tegas.

Pertemuan antara Pejabat Pemprov Kepri dengan rombongan LAKRL dan Suku Laut akhirnya menemui kata sepakat. Luki Zaiman Prawira menyetujui usulan LAKRL untuk segera membentuk Tim Penyusunan Peraturan Daerah tentang Status dan Wilayah Tanah Adat di Kepulauan Riau. ”Saya meminta Biro Hukum segera menyusun rencana untuk pembentukan Tim Perumus Perda. Siapa yang akan terlibat di dalamnya, yakni yang memahami proses pembentukan peraturan daerah, serta yang memiliki wawasan masyarakat hukum adat,” kata Luki.

Menurut Luki, Tim Penyusunan Perda Tanah Adat ini membutuhkan waktu, yakni mulai dari menyusun dasar-dasar pembuatan perda, membuat rencana kerja, hingga mempersiapkan dana. ”Sebagaimana kita ketahui, dalam setiap kegiatan yang melibatkan banyak pihak, tentu memerlukan anggaran, dan anggaran harus diajukan agar dimasukkan dalam APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah). Semua langkah-langkah tersebut bisa dijalani jika kita bekerjasama,” ujar Luki.

Dalam pemaparan tim hukum LAKRL, ruang lingkup Peraturan Daerah tentang Status dan Wilayah Tanah Adat di Kepulauan Riau yang akan dibahas dan disahkan itu, mencakup: (a) Keberadaan, (b) Penetapan, (c) Pengelolaan, (d) Kewajiban, (e) Penyelesaian sengketa hak ulayat masyarakat hukum adat dan atau hak perorangan warga masyarakat hukum adat atas tanah; dan (f) Pembiayaan.

LAKRL meminta Pemerintah Daerah mengakui keberadaan hak ulayat masyarakat hukum adat dan atau hak perorangan warga masyarakat hukum adat atas tanah. Dan pengakuan terhadap hak ulayat masyarakat hukum adat dan atau hak perorangan warga masyarakat hukum adat atas tanah harus didasarkan atas hasil penelitian. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *