Polri Apps
banner 728x90

Lambaga Adat Riau Lingga Minta BPN Kepri Jelaskan Status Lahan di Rempang dan Galang

Peta Pulau Rempang dan Pulau Galang yang telah diserahkan ke PT MEG beberapa waktu lalu. (Owntalk)

Batam, Owntalk.co.id – Lembaga Adat Kesultanan Riau Lingga (LAKRL) yang berpusat di Pulau Penyengat, Tanjungpinang, Kepulauan Riau, meminta penjelasan dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kepulauan Riau tentang status lahan di Rempang dan Galang. Surat itu dilayangkan menyusul penyerahan lahan ke PT Makmur Elok Graha (MEG), seluas 17.000 hektar.

”Sebagai penjaga warisan budaya, kami dari LAKRL memandang perlu berkoordinasi dengan Kepala BPN Kepulauan Riau sebagai administrator pertanahan di wilayah Kepulauan Riau, untuk mengonfirmasi status tanah di Pulau Rempang, Pulau Galang, Pulau Galang Baru, dan beberapa pulau di sekitarnya. Sementara warga tempatan yang telah menghuni kawasan itu sejak dulu tidak berhasil memperoleh legalitas tanahnya, sekarang tiba-tiba diserahkan kepada pemilik modal tanpa ada sosialisasi kepada masyarakat,” kata Juru Bicara LAKRL, Said Ubaidillah, kepada Owntalk.co.id, Sabtu, 29/4/2023.

Juru Bicara LAKRL Said Ubaidillah Istimewa

Data yang didapatkan LAKRL, kata Said Ubaidillah yang akrab dipanggil Ubay, sebagian daratan di wilayah itu masih berada di bawah administrasi Kabupaten Bintan, yang dulu Kabupaten Kepulauan Riau. ”Tidak semua wilayah daratan di kawasan itu telah diserahkan ke Kota Batam sesuai dengan Undang-Undang Pembentukan Kota Batam. Malah banyak di antara warga Batam dan sekitarnya yang telah berupaya mendapatkan legalitas atas tanah di wilayah itu, selama ini gagal mendapatkannya. Tiba-tiba diserahkan ke pengusaha Jakarta tanpa penjelasan kepada tetua adat dan ulayat,” ucap Ubay.

Pada 2001 Pemerintah Kota Batam bersama DPRD Kota Batam mengeluarkan Perda yang secara tidak langsung memberikan peluang kepada pengusaha yang akan mengelola Kawasan Wisata Terpadu Eksklusif (KWTE) di Rempang dan Galang untuk mengelola perjudian atau permainan (elektronik) ketangkatan. Ketika itu ada pejabat pemerintah di bawah Wali Kota Batam Nyat Kadir, yang sempat dikenakan status tersangka akibat kebijakan KWTE yang memberi peluang dan faktanya ketika itu, kawasan yang akan dikelola PT MEG itu akan dijadikan sebagai pusat perjudian.

Undang-Undang Nomor 53 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Siak, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, Kabupaten Kuantan Singingi, dan Kota Batam, dalam pasal 10 dan pasal 11 menjelaskan bahwa tidak seluruh Pulau Rempang, Pulau Galang, dan Pulau Galang Baru diserahkan ke Kota Batam, sebagian masih dalam wilayah Kabupaten Kepulauan Riau, yang kini berubah nama menjadi Kabupaten Bintan. Serta di pasal 21 ayat (1) Dengan terbentuknya Kota Batam sebagai Daerah Otonom, Pemerintah Kota Batam dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerahnya mengikut-sertakan Badan Otorita Batam, lalu sekarang, kepastian pemerintah sebagai pengelola administrasi di wilayah itu saja belum jelas, tiba-tiba BP Batam menyerahkan tanah ke pihak ketiga. Bagaimana bisa terjadi. Said Ubaidillah, Juru Bicara Lembaga Adat Kesultanan Riau Lingga.

Akibatnya, pada 2008 Kepala Polri Jenderal Polisi Sutanto menegaskan perjudian tetap dilarang, termasuk di Pulau Rempang dan Galang, Kepulauan Riau. ”Judi itu jelas merusak moral apa pun bentuknya,” kata Sutanto seusai melakukan uji coba kapal patroli bantuan Amerika di Pelabuhan Harbour Bay, Batu Ampar, Batam pada Kamis 17 Januari 2008 saat menanggapi rencana akan dibukanya tempat wisata perjudian di Rempang dan Galang.

Surat LAKRL ke Kepala BPN Kepulauan Riau Owntalk

Kapolri yang sangat tegas terhadap aktivitas perjudian itu menegaskan, meski Pemerintah Daerah membuat aturan berupa peraturan daerah (Perda) tentang perjudian, polisi tetap melarang arena perjudian. ”Laporkan bila ada perjudian,” ujarnya. Ketegasan itu disampaikan usai mendapat laporan Pemerintah Kota Batam ketika itu membuat Peraturan Daerah Kawasan Wisata Ekslusif Terpadu (KWTE) di Rempang dan Galang. Dalam peraturan itu permainan berupa bola ketangkasan yang identik dengan perjudian diperbolehkan.Tapi rencana itu belum terwujud karena status lahan yang belum jelas.

Sebagaimana diberitakan di sejumlah media, beberapa pekan lalu BP Batam telah mengalokasikan 17.000 hektar di Pulau Rempang, Pulau Galang dan pulau-pulau di sekitarnya ke PT MEG milik Tommy Winata. Dalam suratnya, LAKRL menyebut pihaknya tidak mempersoalkan keinginan pemerintah untuk mengembangkan wilayah Rempang dan Galang. Namun, menurut Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam sebagai turunan dari UU Perdangangan Bebas, kata Ubay, jangka waktu BP Batam hanya 70 (tujuh puluh) tahun.

”Undang-Undang Nomor 53 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Siak, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, Kabupaten Kuantan Singingi, dan Kota Batam, dalam pasal 10 dan pasal 11 menjelaskan bahwa tidak seluruh Pulau Rempang, Pulau Galang, dan Pulau Galang Baru diserahkan ke Kota Batam, sebagian masih dalam wilayah Kabupaten Kepulauan Riau, yang kini berubah nama menjadi Kabupaten Bintan. Serta di pasal 21 ayat (1) Dengan terbentuknya Kota Batam sebagai Daerah Otonom, Pemerintah Kota Batam dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerahnya mengikut-sertakan Badan Otorita Batam, lalu sekarang, kepastian pemerintah sebagai pengelola administrasi di wilayah itu saja belum jelas, tiba-tiba BP Batam menyerahkan tanah ke pihak ketiga. Bagaimana bisa terjadi,” kata Said Ubaidillah. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *