Komisi VI DPR RI Panggil Kepala BP Batam Usai Lebaran

Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) Hang Nadim, Batam, yang kini telah dirusak oleh sejumlah perusahaan properti pasca pengalokasian 165 hektar lahan kepada 4 perusahaan properti. (Owntalk.co.id)

JAKARTA, Owntalk.co.id – Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI berencana memanggil Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam usai masa reses pasca lebaran akhir bulan ini. Laporan penjualan tanah di Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) Hang Nadim terus bergulir dari legislatif hingga Aparat Penegak Hukum (APH).

”Masa sidang (sekarang) ini pendek. Banyak agenda prioritas yang lain yang menyangkut hajat hidup orang banyak termasuk persiapan BUMN (Badan Usaha Milik Negara) menyambut Ramdhan dan Idul Fitri. Kemungkinan (rapat lanjutan akan diadakan) masa sidang berikutnya, dan kami akan memanggil Kepala (BP Batam),” kata Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Sarmuji, saat dihubungi Owntalk.co.id, Selasa, 11/4/2023.

Sarmuji menepis anggapan Komisi VI menghentikan kasus penjualan tanah di KKOP Hang Nadim, Batam. Tetapi, menurutnya, proses pengagendaan inspeksi ke lapangan untuk melihat kondisi real, harus melalui persetujuan bersama di DPR, khususnya di Komisi VI. ”Jadwal (inspeksi ke lapangan) harus selalu diputus melalui rapat internal, sementara dalam pekan ini, Komisi VI sudah mulai reses,” kata Sarmuji.

Sementara Ketua Komisi VI, Faisol Reza dari Fraksi PKB, belum memberi respon ketika ditanya perihal kasus penjualan 165 hektar tanah di KKOP Hang Nadim, Batam. Saat dihubungi lewat pesat WhatsApp, Faisol Reza membaca pesan, namun belum memberi jawaban. Hal yang sama dilakukan oleh salah satu pengelola lahan di kawasan Bandara Hang Nadim, yang kini telah menggarap dan mematangkan lahan. Meski diketahui tindakan pengalokasian lahan di KKOP mendapat sorotan, namun para penerima alokasi tidak bergeming saat masalah itu diungkap ke ranah hukum.

Peringatan di Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) yang dilanggar oleh BP Batam dengan mengalokasikan tanah 165 hektar untuk pembangunan properti. (Owntalk.co.id)

Kerusakan Lingkungan

Sementara itu kerusakan lingkungan di area Rencana Induk Bandar Udara (RIB) Hang Nadim, Batam, semakin lama semakin parah. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Batam, Thomas Arihta Sembiring, meminta BP Batam segera menghentikan semua alokasi lahan yang tidak memperhatikan lingkungan, termasuk lahan di Bandara Hang Nadim.

Masa sidang (sekarang) ini pendek. Banyak agenda prioritas yang lain yang menyangkut hajat hidup orang banyak termasuk persiapan BUMN (Badan Usaha Milik Negara) menyambut Ramdhan dan Idul Fitri. Kemungkinan (rapat lanjutan akan diadakan) masa sidang berikutnya, dan kami akan memanggil Kepala (BP Batam). Sarmuji, Wakil Ketua Komisi VI, DPR RI.

”Di luar masalah pengalokasian lahan (di area RIB Hang Nadim) untuk dibangun menjadi kawasan industri yang melanggar aturan, yang menjadi pertanyaan sekarang: Kerusakan lingkungan yang terjadi di sekitar bandara yang semakin rusak parah, siapa yang bertanggungjawab,” kata Anggota DPRD Kota Batam dari Fraksi PDIP, Thomas Arihta Sembiring, kepada Owntalk.co.id, beberapa waktu lalu.

Sebagai perwakilan rakyat di Kota Batam, Thomas Arihta menilai alokasi lahan yang dikeluarkan Badan Pengusahaan (BP) Batam ke pihak pengembang properti tanpa ada kajian. Sebab kehadiran pengembang properti yang telah merusak puluhan hektar hutan sebagai penjaga lingkungan bandara, sepertinya tidak bisa dicegah. ”Warga yang bermukim di sekitar area RIB Hang Nadim saja dipersoalkan oleh BP Batam sejak Otorita Batam mengelola Bandara Hang Nadim. Padahal warga merawat hutan yang ada di sana. Sekarang malah diberikan ke pengembang properti. Apa pertimbangannya,” tanya Thomas Arihta.

Informasi yang berkembang, proses hukum pengalokasian bandara yang memiliki muatan korupsi, telah ditangani KPK. Kita tunggu komitmen penegakan hukum. Jangan hanya ke rakyat kecil penegakan hukum sangat tajam, tetapi ke pemilik modal dan kekuasaan sangat lemah. Thomas Arihta Sembiring, Anggota DPRD Kota Batam.

Thomas Arihta setuju jika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut motivasi pengalokasian lahan di area Bandara Hang Nadim. Dia menyebut tidak tertutup kemungkinan adanya suap dalam pengalokasian lahan di Pulau Batam, termasuk lahan bandara. ”Informasi yang berkembang, proses hukum pengalokasian bandara yang memiliki muatan korupsi, telah ditangani KPK. Kita tunggu komitmen penegakan hukum. Jangan hanya ke rakyat kecil penegakan hukum sangat tajam, tetapi ke pemilik modal dan kekuasaan sangat lemah,” ucap Thomas Arihta.

Pematangan lahan tanpa menghiraukan lingkungan oleh penerima alokasi tanah di Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) Hang Nadim, Batam. (Owntalk.co.id)

Sebelumnya, Pimpinan Badan Pengusahaan (BP) Batam disinyalir mendapat suap sebesar US$6 per meter untuk pengalokasian lahan di area Bandar Udara Hang Nadim, Batam, Kepulauan Riau. Pembayaran suap yang disebut dengan istilah ‘fee’ harus disetor sebelum penerima alokasi lahan mendapatkan Penetapan Lokasi (PL).

Sebanyak enam perusahaan, diduga telah menerima alokasi lahan di Bandara Hang Nadim. Media ini telah menemukan bukti terhadap 4 perusahaan yang telah menerima alokasi lahan. Perusahaan-perusahaan itu sekarang telah melakukan clearing lahan dengan mendata warga di lokasi yang akan dibangun. Warga yang menempati kawasan KKOP, rencananya akan dipindahkan ke lokasi lain setelah mendapatkan biaya ganti rugi. Namun puluhan Kepala Keluarga (KK) tidak setuju dengan pemindahan itu, karena yang menerima alokasi lahan tempat mereka adalah pengembang properti.

Empat perusahaan yang telah menerima alokasi itu, kata Tohom TPS, jelas-jelas berada di kawasan bandara yang telah ditetapkan sesuai Rencana Induk Bandar Udara (RIBU) Hang Nadim di Kota Batam Provinsi Kepulauan Riau. Perusahaan itu antara lain: (a) PT Prima Propertindo Utama, (b) PT Batam Prima Propertindo, (c) PT Cakra Jaya Propertindo, dan (d) PT Citra Tritunas Prakarsa.

Sebanyak 165 hektar lahan di kawasan yang telah ditetapkan sebagai pengembangan bandara oleh Menteri Perhubungan, telah dialokasikan ke perusahaan properti untuk dibangun pergudangan dan perindustrian lainnya. Perusahaan yang mendapatkan alokasi lahan itu, tidak berkaitan dengan usaha kebandar-udaraan. (*)

Exit mobile version