Polri Apps
banner 728x90
Opini  

Rapor Merah Pelayanan Pelabuhan Batu Ampar, Tanggungjawab Siapa ?

berita terkini batam
Foto : Ilustrasi Pelabuhan Batu Ampar

DULU, di era tahun 70-an, salah satu beban psikologis bagi setiap murid adalah setiap pemberian rapor pada ujian kuartal atau semester.

Pada masa itu, nilai rapor ditulis dengan angka-angka. Mulai dari angka 4 sampai 9, bahkan ada yang 10.

Angka-angka tersebut ditulis dengan dua tinta. Ada berwarna hitam, ada pula berwarna merah. Yang berwarna hitam, biasanya dimulai dengan angka 6 sampai 10. Sedangkan berwarna merah nilainya 4 dan 5.

Pada mata pelajaran tertentu, ada angka yang tak boleh merah, yaitu, Agama, PMP (Pendidikan Moral Pancasila) dan Bahasa Indonesia. Bila salah satu merah, murid tersebut terancam tidak naik kelas.

Biasanya, guru bidang studi atau wali kelas mengingatkan kepada murid-murid, agar memperbaiki nilainya, sehingga pada kuartal ketiga atau semester kedua, atau sebelum naik kelas, tidak ada yang nilai rapornya merah lagi.

Ilustrasi di atas tentu tidak sama bila dikaitkan dengan “rapor merah” dalam hal pengelolaan pelabuhan. Apalagi “rapor merah”-nya diberikan oleh Tim Strategis Nasional Pemberantasan Korupsi (Stranas PK).

Tim Stranas PK, sebagaimana diberitakan BatamNow, telah mengeluarkan rapor merah kepada Pelabuhan Batu Ampar Batam, Pelabuhan Belawan, Medan, Pelabuhan Tanjung Priuk Jakarta, Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, Pelabuhan Dumai Riau, Pelabuhan Palembang dan Pelabuhan Pontianak. (BatamNow, 15/11/2022).

Tim Stranas PK yang terdiri dari KPK, Mendagri, Menpan RB, Menteri PPN/BAPPENAS, dan Kantor Staf Presiden, tugas utamanya adalah fokus mencegah terjadinya praktek korupsi dalam tata kelola kepelabuhan di Indonesia.

Output pada tahun 2021-2022, Stranas PK telah membuat evaluasi dan monitoring terhadap pelabuhan-pelabuhan utama di Indonesia.

Penilaian Stranas PK, hasil evaluasi dan monitoring terhadap 14 pelabuhan, setidaknya ada lima hal pokok permasalahan yang harus ditindaklanjuti penyelesaiannya.

Pertama, perbaikan pelayanan pelabuhan, terutama birokrasi pengelolaanya.

Kedua, adanya tumpang tindih kewenangan antara pusat dan daerah yang mengakibatkan pungutan ganda. Dengan kata lain menimbulkan biaya atau cost tinggi yang memberatkan pelaku usaha.

Ketiga, Tata kelola TKBM (Tenaga Kerja Bongkar Muat) yang implementasinya masih belum ada standar tarif dan perlindungan terhadap TKBM.

Keempat, implementasi NLE (National Logistics Ecosystem) yang belum efektif berjalan. Efektifitas penyelarasan dokumen dan arus lalu lintas barang, mulai dari kedatangan sampai ke gudang, harus berjalan tanpa hambatan birokrasi.

Kelima, penerapan penyederhanaan alur pelayanan, seperti standarisasi pelayanan menggunakan elektronik, penyediaan pengaduan dan respon atas persoalan di lapangan.

Dari kelima persoalan yang dikemukakan oleh Stranas PK, kunci utamanya adalah tata kelola badan usaha pelabuhan (BUP).

Tata kelola kepelabuahan yang baik dan profesional, haruslah menjadi political will, kemauan bersama.

Seperti halnya, BP Kawasan Batam, melalui BUP, sudah seharusnya memberikan kepastian pengelolaan pelabuhan dengan sistem yang mempersempit terjadinya ruang praktek korupsi.

BUP Batu Ampar, dalam tata kelola kepelabuhanan, harus bisa memastikan bahwa standarisasi pelayanan, dweliling time, penyederhanaan birokrasi, tarif TKBM, dan NLE, semua berjalan sesuai standar prosedur.

BUP Batu Ampar harus berani keluar dari praktek-praktek di luar sistem tata kelola kepelabuhanan. Tidak membiarkan terjadinya praktek pelayanan di luar standar prosedur.

Sebagai regulator dan operator, BUP Batu Ampar sudah saatnya menciptakan pelayanan yang lebih baik. Sebab, kewenangan pengaturan dan tata kelolanya berada di tanhan BP Kawasan.

Gagasan single operator dalam tata kelola pelabuhan Batu Ampar, perlu dipertimbangkan sebagai kebijakan untuk menyehatkan keadaan pelabuhan saat ini.

Sebagaimana cita-cita BP Kawasan ingin meningkatkan 1,6juta TEUs pada 2025 dari pencapaian tahun 2021 sebanyak 620.000 TEUs pemcapaian saat ini pelayanan barang melalui cargo volumenya

Melalui single operator, pelayanan pelabuhan Batu Ampar, seperti dermaga semakin efisien dari sisi waktu dan sloat. Pemilik barang tidak kesulitan dalam proses arus masuk keluar barang karena ada pihak yang bertanggungjawab menjaminnya.

Kemudian, biaya atau cost di pelabuhan transparan dan tidak ada lagi pihak-pihak yang merasa berkuasa dan bisa mengatur apa saja di pelabuhan alias “papugada”.

Sebagai regulator dan operator, BUP Batu Ampar sudah saatnya menciptakan pelayanan yang lebih baik. Tak perlu ragu apalagi tak berani.

Apabila tata kelola pelabuhan Batu Ampar baik dan profesional, niscaya akan memberi dampak positif bagi perekonomian masyarakat Batam dan nasional.

Cita-cita BP Kawasan yang akan meningkatkan volume container arus keluar masuk barang di Batu Ampar, dari 620.000 TEUs pasa 2021 menjadi 1,6juta TEUs, bukanlah sesuatu yang mustahil.

Saya yakin, bila BP Kawasan mau bertanggungjawab memperbaiki tata kelola pelabuhan Batu Ampar, rapor yang merah akan menjadi rapor biru atau hijau.

*Surya Makmur Nasution, Anggota DPRD Kepri periode 2009-2014 dan 2014-2019

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *