Polri Apps
banner 728x90

Tiga Faktor Yang Dapat Menimbulkan Kerugian Negara

Berita Terkini Batam
Karikatur Korupsi Anggaran Nasi Kotak (Foto: Dodi/Owntalk)

Pada awalnya penyebab korupsi adalah kemiskinan, sehingga kemiskinan menjadi akar dari masalah korupsi, hal ini terlihat dari ketidakseimbangan pendapatan dan pengeluaran konsumtif dari penyelenggara Negara. Namun paradigma tersebut telah bergeser karena ternyata perbuatan korupsi itu sendiri telah mengarah pada sektor swasta (konglomerat) dan birokrat tinggi yang level kehidupannya telah bergelimang dengan kekayaan.

Secara umum dan sederhana korupsi dapat diartikan sebagai penyalahgunaan kekuasaan/kepercayaan untuk keuntungan  pribadi. Pengertian korupsi juga mencakup perilaku pejabat-pejabat di sektor publik, baik politisi maupun pegawai negeri, yang memperkaya diri mereka secara tidak pantas dan melanggar hukum, atau orang-orang yang dekat dengan pejabat birokrasi dengan menyalahgunakan kekuasaan yang dipercayakan pada mereka.

Kehidupan korupsi dalam konteks pelayanan publik ini merupakan perbuatan “korupsi administrasi” dengan fokus pada kegiatan perorangan yang memegang kontrol dalam kedudukannya sebagai pejabat publik, sebagai pembuat kebijakan atau sebagai pegawai birokrasi pemerintah, atas berbagai kegiatan atau keputusan. Dengan makin meluasnya proyek swastanisasi perusahan negara dan pengalihan kegiatan yang selama ini dipandang masuk dalam lingkup tugas pemerintah  ke sektor swasta, dan monopoli penuh atau setengah penuh penyediaan barang publik oleh sektor swasta (misalnya: air, listrik, telkom), maka perbuatan korupsi telah merambah juga pada sektor swasta di luar dan di dalam hubungan kerja sektor swasta dengan sektor publik, sehingga perbuatan korupsi kedua sektor ini membawa dampak negatif terhadap kepentingan publik.

Selanjutnya dengan Undang-undang Nomor 24 Prp tahun 1960 dikeluarkan ketentuan tentang Pengusutan, Penuntutan Dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi. Dalam Undang-undang Nomor 24 Prp tahun 1960 perbuatan korupsi itu dirumuskan dalam 2 hal yaitu : a. Barang siapa, dengan melawan hukum, melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau suatu badan yang secara langsung atau tidak langsung, merugikan keuangan negara dan atau perekonomian negara, atau diketahui atau patut disangka olehnya bahwa perbuatan tersebut merugikan keuangan negara atau perekonomian negara;

b. Barang siapa dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu badan, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang secara langsung atau tidak langsung dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Selain faktor Korupsi, Penggelapan Keuangan Negara juga menjadi sebab timbulnya kerugian negara. Pasal 372 KUHP“Barang siapa dengan sengaja menguasai secara melawan hukum sesuatu benda yang seharusnya atau sebagian merupakan kepunyaan orang lain yang berada padanya bukan karena kejahatan, karena bersalah melakukan penggelapan, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 4 (empat) tahun atau dengan pidana denda setinggi-tingginya 900 (sembilan ratus) rupiah”

Terakhir, Penyalahgunaan Anggaran Negara. Ada adigium yang sudah terlanjur berkembang di negara ini, yakni “Korupsi sudah terjadi sejak perencanaan anggaran”.

Saat ini porsi pengelolaan (penyusunan, penggunaan dan pengawasan) daerah lebih banyak didistribusi oleh pusat. Dari 500 lebih kabupaten/kota di Indonesia, 60-an dianggap kaya, selebihnya dapat dikatakan miskin. Ruang fiskal menjadi sempit karena program dan proyek banyak dikendalikan oleh pemerintah pusat dalam bentuk Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Penyesuaian, dan Dana Bagi Hasil. Di sisi lain, masyarakat menginginkan demokratisasi anggaran yang dibangun oleh pemerintah daerah dalam proses perencanaan penganggaran.

Yang menjadi catatan kritis kami, saat ini format evaluasi baru pada level penyerapan anggaran, belum pada format monitoring dan evaluasi kinerja. Dana pusat yang digelontorkan ke daerah melalui DAK maupun Dana Penyesuaian teralokasi secara besar-besaran di infrastruktur, yang menurut beberapa penelitian kami, pos ini paling rawan dikorupsi. Audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sering menemukan ketidakpatuhan, standar pengendalian internal, dan administrasi. Namun rekomendasi yang diberikan (hanya) perbaikan, bukan tindakan tegas.

Bagaimanakah peta korupsi pada tahap penyusunan anggaran daerah? Korupsi bukan saja terjadi pada saat pelaksanaan, namun juga dalam proses perencanaan, bahkan pada tahap ini bisa dibilang lebih kental. Dalam proses perencanaan anggaran terdapat 5 aspek yang mewarnai, yaitu top downbottom up, partisipasi, teknokrasi, dan politik. Proses top down, anggaran yang digelontorkan dari pusat ke daerah sudah diatur (given), sedangkanbottom up, sejauh ini hanya formalitas, karena proses partisipasi dalam perencanaan yang dilakukan bukanlah proses negosiasi, namun hanya sosialisasi dan penyampaian informasi publik. Masyarakat belum dilibatkan dalam perencanaan secara utuh dari awal, dan hanya diberi sosialisasi hasil dari perencanaan yang sudah terbentuk.