[Profil] Harianto, Jurnalis Yang Pernah Laporkan Walikota

Profil Harianto
Harianto, Pemilik media Alur News menceritakan masa kecilnya hingga sukses membuka perusahaan media sendiri. (foto : Owntalk)

“Pas SD dan SMP, saya itu dulu bantuin orang tua di ladang. Mencangkul dan menggarap tanah. Terus juga pas ibu jualan, kue apang khas Bugis, itu saya juga bantuin antarin ke warung-warung pake sepeda. Jaraknya luamayan jauh kan, dulu belum ada motor,” lirih pria alumni SMP N 1 Tanjung Jabung Timur.

Setelah menamatkan pendidikan SMP, Harianto bersekolah di SMA Swasta yang terletak di Desa Lambur Luar, kecamatan Sabak. Ia tinggal bersama kakak perempuannya yang telah menikah dan menetap disana. Lagi-lagi, ia harus merasakan pahitnya menjadi seorang yang tak berpunya. Harianto remaja terpaksa putus sekolah dikarenakan tak dapat membayar uang ujian akhir disekolahnya.

Keinginannya yang sangat kuat untuk belajar dan sekolah membuatnya benar-benar merasa hancur kala itu. Hatinya sakit bagaikan pedang yang menusuk jantungnya dengan sangat dalam. Perasaannya hancur dan tak tau harus bagaimana untuk mengobatinya. Selama satu minggu, Harianto remaja hanya murung dikamar dan tak keluar-keluar rumah. Ia hanya meratapi nasibnya dan bertanya-tanya mengapa hal ini harus menimpa kehidupannya. Putus sekolah hanya karena biaya.

“Dalam pikiran saya kala itu, saya bertanya-tanya pada diri saya sendiri. Mau kemanalah saya ini nanti? Mau jadi apa saya besar nanti?” kenang pria yang memilki kulit sawo matang itu.

Hingga suatu saat, senior nya yang berada disekolah, Epi, memarahinya karena tidak memberitahunya akan hal itu. Epi bermaksud menolong Harianto dalam segi financial, namun hal itu ditolak oleh Harianto.

“Kenapo kau dak kasih tau kakak? Kan kakak bisa bantu biayain,” ujar Epi

“Dak lah kak, dak perlu. Makasih tapi aku dak mau mintak-mintak” balas Harianto kala itu mengguanakan bahasa daerah Jambi.

Akhirnya, Harianto menjadi anak yang “nakal” akibat stress berat yang dialaminya. Ia marah pada keadaan, marah kepada dirinya sendiri. Seolah tak tau harus menyalahkan siapa atas insiden ini. Selama menganggur sekolah, ia keluar pada malam hari lalu pulang jam 4 subuh. Berteman dengan orang-orang yang lebih dewasa yang tidak sekolah, meminum alcohol hingga menjadi pribadi yang temperamental.

“Saya di kampung dikenal dengan anak yang nakal. Kalo saya mau sesuatu ya harus dapat. Kalo tidak dapat, bakal saya hancurin tuh semua yang ada didepan saya. Saya lempar-lemparin semuanya,” ungkap ayah dari 2 orang anak itu.

Akibat malu akan hal yang dialaminya, akhirnya Harianto memutuskan untuk merantau ke Jakarta menyusul tantenya yang tinggal disana, Bogor hingga Cibinong selama 8 bulan. Namun tak kunjung jua mendapat pekerjaan. Akhirnya ia memutuskan untuk kembali pulang ke kampung halaman.

Tak berbeda dengan apa yang dilakukannya di rantau, Harianto juga tetap menganggur dikampung halamannya itu. Bangun tak pernah pagi, malam tak pernah dirumah, siang hanyalah menghabiskan waktu dengan nangkring diwarung bersama dengan teman-temannya yang tak sekolah hingga berumur lebih tua dari Harianto. Namun sang ibu yang sangat menyayangi putranya itu tak pernah sekalipun memendam perasaan marah. Kasih saying seorang ibu tiada batas…

“Dulu itu bangun paling cepat ya jam 10 pagi. Maklum lah kan karena pengangguran. Tapi, mau bangun jam berapapun itu. Ibu gak pernah marah. Ibu selalu siapin sarapan, nasi goreng lengkap dengan bakwan. Mungkin karena saya anak laki-laki yang sangat diharapkan dulu ya,” ujar Harianto sembari tersenyum.

Bahkan tak tanggung-tanggung menjadi anak yang keras kepala, orang tua Harianto pernah menjual kebun mereka untuk memnbelikan Harionto motor disaat keadaan sedang sulit-sulitnya.

“Dulu pernah bapak sampe jual kebun untuk membelikan saya motor. Dulu motor Jupiter. Bukan untuk apa-apa, beli motor itu cuman untuk gaya-gayaan,” jelas Harianto.

Bahkan hinaan dan cercaan dari orang-orang terdekatnya pun datang untuk menjatuhkannya. Banyak yang mengjatuhkan semangat Harianto akan sekolah dan menjadi orang sukses. Kedua orang tuanya yang dulu bahkan tak tamat Sekolah dasar pun merasa biasa saja saat Harianto harus gagal mengikuti ujian yang diakibatkan oleh kondisi ekonomi yang buruk. Namun omongan tetangga tak menjadi beban bagi Harianto

“Banyak banget yang menjatuhkan dulu itu. Tentangga-tentangga yang memiliki pandangan mengenai pendidikan berbeda dengan saya. Mereka berkata anak petani seperti saya tidak akan bisa tamat SMA, tidak bisa sukses dan banyak lagi,” tutur suami dari Rani Hasibuan itu.

Baca Halaman Selanjutnya …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *