Harmonisasi Nilai Islam Dan Kebangsaan Dari Masa Ke Masa

berita terkini batam
(Foto: Owntalk)

Owntalk.co.id – Mengutip dari salah satu perkataan Mohammad Natsir yang merupakan salah satu pahlawan sekaligus pejuang bangsa dalam salah satu tulisannya pada buku “Islam dan Akal Merdeka” mengenai karakteristik kepribadian dan sifat rakyat Indonesia yang terkenal diseluruh penjuru negeri sebagai het zachtste deel vor der aarde yaitu “bagian paling terlembut dari bumi”, maksudnya adalah kepribadian, akhlak, nurani maupun sifat bangsa Indonesia yang khas yaitu sangat lembut akhlak dan kepribadiannya.

Oleh karena itu kita semua tidak heran apabila awal mula tersebarnya Islam di Indonesia berbeda dengan penyebaran Islam di bagian penjuru dunia lain, kita memiliki ciri khas.

Sebutlah misalnya awal tersebarnya Islam di tanah Jawa oleh Wali Songo yang memiliki karisma dan pesona tersendiri sehingga mengantarkan penduduk di tanah Jawa pada saat itu untuk berduyun-duyun masuk agama rahmatan liil ‘aalamin ini. Sungguh beruntung kita semua terlahir di bumi Indonesia karena dengan lahirnya kita di bumi Indonesia menjadi sebab kita semua memahami arti dari harmoni, arti dari toleransi. Bahkan pada (30/04/2019) Dubes Jerman Berresheim dalam rilis KBRI menyampaikan “Kita perlu mengenalkan ke publik Jerman warna lain Islam.

Islam tidak identik dengan etnis tertentu. Islam yang dipraktekan masyarakat Indonesia adalah contoh nyata bagaimana Islam mampu menjadi pelopor toleransi di tengah ratusan etnis yang sangat heterogen. Coba anda bayangkan, 260 juta penduduk terpencar di ribuan pulau di Indonesia, dengan ratusan budaya dan bahasa, serta agama dan kepercayaan yang beragam, mampu hidup secara damai. Dan sekitar 87% penduduk Indonesia beragama Islam. Sungguh luar biasa bukan, pengakuan dunia terhadap harmonisasi nilai islam dan kebangsaan yang ada di Indonesia.”

Bhineka tunggal ika juga tak kalah menarik, sebuah simbol yang menggambarkan kondisi bumi pertiwi sepanjang hayat. Lantas saya ingin bertanya kepada para pembaca sekalian, adakah negeri di dunia ini yang sama seperti kita?, adakah negeri di dunia ini yang begitu besar dan penduduknya bayak namun mampu menjadikan perbedaan sebagai landasan falsafah perjuangan?, adakah negeri di dunia ini yang memiliki konsep dan ideologi semacam Pancasila yang mampu menyatukan dan  mempertahankan eksistensi keberlangsungan hidup penduduk yang hidup dalam negeri tersebut?

            Sungguh karunia Allah SWT yang amat besar ini wajib kita syukuri bersama dengan tetap mencintai bangsa yang besar ini sehingga wujud dari kecintaan kita tersebut akan terimplementasikan pada tindakan kita semua untuk tetap mengisi kemerdekaan yang telah diperjuangakan oleh pahlawan bangsa.  Penulis teringat Salah seorang ulama karismatik Indonesia KH Muhammad Hasyim Asy’ari (1871-1947) berhasil mencetuskan prinsip

حُبُّ الْوَطَنِ مِنَ الْإِيْمَانِ

Yaitu: “Cinta tanah air adalah bagian dari iman”

Yang dalam Al-Qur’an selaras dengan firman Allah SWT:

إِنَّ الَّذِي فَرَضَ عَلَيْكَ الْقُرْآنَ لَرَادُّكَ إِلَى مَعَادٍ

Artinya: “Sesungguhnya (Allah) yang mewajibkan atasmu (melaksanakan hukum-hukum) Al-Qur’an benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat kembali.” (QS. Al Qashash: 85).

Yang oleh Imam Syekh Ismail Haqqi Al-Hanafi Al-Khalwathi (wafat 1127 H) dalam tafsirnya Ruhul Bayan mengatakan:

وفي تَفسيرِ الآيةِ إشَارَةٌ إلَى أنَّ حُبَّ الوَطَنِ مِنَ الإيمانِ، وكَانَ رَسُولُ اللهِ – صلى الله عليه وسلم – يَقُولُ كَثِيرًا: اَلْوَطَنَ الوَطَنَ، فَحَقَّقَ اللهُ سبحانه سُؤْلَهُ ……. قَالَ عُمَرُ رضى الله عنه لَوْلاَ حُبُّ الوَطَنِ لَخَرُبَ بَلَدُ السُّوءِ فَبِحُبِّ الأَوْطَانِ عُمِّرَتْ البُلْدَانُ.

Artinya: “Di dalam tafsirnya ayat (QS. Al-Qashash:85) terdapat suatu petunjuk atau isyarat bahwa “cinta tanah air sebagian dari iman”. Rasulullah SAW (dalam perjalanan hijrahnya menuju Madinah) banyak sekali menyebut kata; “tanah air, tanah air”, kemudian Allah SWT mewujudkan permohonannya (dengan kembali ke Makkah)….. Sahabat Umar RA berkata; “Jika bukan karena cinta tanah air, niscaya akan rusak negeri yang jelek (gersang), maka sebab cinta tanah air lah, dibangunlah negeri-negeri”. (Ismail Haqqi al-Hanafi, Ruhul Bayan, Beirut, Dar Al-Fikr, Juz 6, hal. 441-442).

Siroh perjalanan bangsa ini telah menebar kebaikan serta pelajaran yang mengandung hikmah tak terhitung. Sedikit saya ingin mengenang salah satu perjuangan dari ribuan bahkan jutaan perjuangan yang telah kita lalui bersama sebagai anak bangsa untuk mempertahankan kemerdekaan negeri ini dengan semangat persatuan. Tentu kita semua mengetahui kapan hari pahlawan itu peringati.

Tanggal 10 November yang merupakan hari pahlawan setiap tahunnya menjadi ibroh yang amat berharga dalam perjalanan hidup kita semua. Kita mengenang sosok KH. Hasyim Asy’ari yang mengeluarkan resolusi jihad dan pidato bung Tomo yang berhasil menyatukan serta menghimpun kekuatan rakyat yang amat besar dengan pekik “Allahu Akbar!” dan menjadikan pertempuran ini di catat sebagai salah satu pertempuran terbesar di Indonesia. Hasil dari perjuangan beberapa pahlawan bangsa kini telah kita nikmati bersama dan tentu kondisi kita dengan mereka dizaman dahulu adalah berbeda.

Jikalau dulu para pahlawan bangsa hidup dalam linangan air mata, perasan keringat, tetesan darah dan semangat mempertahankan bangsa dari para penjajah, sementara saat ini kita hidup dalam kondisi yang sudah merdeka, susunan pemerintahan sudah tercipta, birokrasi sudah berjalan mengatur roda hidup bangsa, demokrasi telah menjadi wajah perjuangan politik bangsa, asas-asas hukum sudah diletakan, pondasi-pondasi ilmu pengetahuan sudah berkembang pesat, sumber daya alam sudah kita kelola dan miliki, keharmonisan menjadi gambaran wajah negeri. Sungguh kita semua wajib bersyukur atas karunia Allah SWT terhadap bangsa kita, terhadap rakyat kita dan terhadap perjuangan kita selama ini. tinggal tugas kita bersama mari kita isi kemerdekaan bangsa ini.

Rakyat berkontribusi mewarnai dinamika pembangunan negeri, ulama berkontribusi menyadarkan dan membimbing umat, pemerintah ataupun pejabat berkontribusi dengan benar-benar amanah dalam menjalankan tugas dan kewajibannya sebaga nakhoda jalannya perjalanan bangsa ke depan, pada cendekiawan berkontribusi dengan menghasilkan pemikiran-pemikiran tajam terhadap kemajuan negeri, aparat keamanan dengan menjaga eksistensi kedaulatan bangsa, petugas medis terus menjadikan pelayanan sebagai dasar falsafah dalam bekerja, pengajar dengan membrantas kebodohan dan meningkatkan mutu pendidikan anak bangsa, pegusaha dengan mendobrak kemajuan ekonomi bangsa, pelajar ataupun mahasiswa dengan sungguh-sungguh menjalankan peran mereka sebagai agent of change and control dan semua profesi yang tidak bisa saya sebut satu-persatu dalam tulisan saya ini.

            Akhir tulisan ini saya ingin mengajak bagi semua pihak mari kita semua bersatu dan saling bahu membahu dan bergandengan tangan untuk kemajuan bangsa kita yang tercinta ini.

Allah SWT berfirman dalam QS. Ali-Imron ayat 105:

وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ تَفَرَّقُوا وَاخْتَلَفُوا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْبَيِّنَاتُ ۚ وَأُولَٰئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ

            Artinya: “Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat”

Oleh : Miftahul Huda (Mahasiswa UIN Riau)

Exit mobile version