Polri Apps
banner 728x90

Tenun Badui, Wujud Kearifan Lokal dan Penggerak Ekonomi

Wanita Suku Baduy membimbing siswa menenun kain di Rangkasbitung, Lebak, Banten. (Dok; ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas)

Jakarta, Owntalk.co.id – Kerajinan tenun merupakan salah satu kekayaan budaya yang membanggakan Indonesia. Meskipun awalnya bukan berasal dari kebudayaan asli Indonesia, saat ini kerajinan tenun telah menjadi bagian tak terpisahkan dari berbagai daerah di tanah air.

Budaya bertenun telah ada dalam konteks Indonesia sejak berabad-abad yang lalu, bahkan sebelum zaman masehi. Sebelum masyarakat mengenal teknik bertenun, mereka telah menguasai seni pembuatan anyaman dari daun atau serat kayu.

Kemahiran dalam bertenun mendorong mereka untuk mempelajari seni kerajinan tenun. Seiring berjalannya waktu, pengetahuan tentang bertenun diterima dan berkembang pesat di seluruh Indonesia.

Perkembangan keterampilan tenun di berbagai daerah menghasilkan mutu tenunan yang semakin baik, tata warna yang menawan, dan motif hiasan yang kaya. Hal ini memperkaya ragam dan jenis unsur budaya dari setiap daerah.

Dahulu, motif-motif kain tenun terkait erat dengan aspek keagamaan dan upacara adat, seperti upacara kelahiran, perkawinan, dan kematian.

Namun, seiring perkembangan zaman, kain tenun tidak hanya menjadi busana atau pelengkap upacara adat, melainkan juga digunakan sebagai hiasan interior.

Demikian pula dengan kain tenun Badui, yang kini menjadi upaya membantu pendapatan ekonomi keluarga, terutama bagi para perempuan Badui di masyarakat luar. Sebagian besar pria Badui bekerja di sektor pertanian ladang.

Salah satu lokasi di mana aktivitas menenun Badui dapat disaksikan adalah di Kampung Kadu Ketug, Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten.

Di kampung ini, para perempuan dari berbagai usia dengan tekun menenun di amben rumah tradisional yang terbuat dari bambu dan kayu, serta atap rumbia. Mereka menyulam benang dengan alat manual yang digerakkan oleh tangan dan kaki. Hasilnya adalah kain tenun berkualitas dengan ukuran panjang sekitar 2,5 meter dan lebar 2 meter.

Menenun di Kampung Kadu Ketug telah menjadi andalan ekonomi masyarakat Badui. Kain tenun dijual dengan harga bervariasi, tergantung pada jenis dan motifnya, mulai dari Rp150.000 hingga Rp700.000 per lembar.

Perempuan Badui yang menenun turut membantu suami dalam mencari penghasilan untuk keluarga. Kain tenun hasil karya mereka dijual melalui jejaring sosial dan lokapasar (marketplace), dengan pembeli yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Selain itu, para perajin juga menjual karyanya langsung di bale-bale rumah mereka, menarik wisatawan yang mengunjungi permukiman Badui.

Banyak wisatawan, termasuk dari luar negeri, yang menjadi pembeli utama produk kerajinan tenun ini, terutama pada akhir pekan dan musim liburan sekolah.

Semua ini merupakan potensi yang patut didukung dan dikembangkan, terutama oleh pemerintah, dalam upaya memajukan kebudayaan dan ekonomi masyarakat adat seperti masyarakat Badui.

Keunggulan kain tenun Badui terletak pada corak warna dan motif yang beragam, seperti poleng hideung, poleng paul, mursadam, pepetikan, kacang herang, maghrib, capit hurang, susuatan, suat songket, dan semata (girid manggu, kembang gedang, kembang saka). Selain itu, ada juga motif adu mancung serta motif aros, seperti aros awi gede, kembang saka, kembang cikur, dan aros anggeus.

Kain tenun Badui menjadi unik karena mencerminkan kearifan lokal masyarakat Badui. Para perempuan Badui melalui kerajinan ini berusaha memelihara aturan adat yang telah turun-temurun.

Selain itu, melalui keterampilan menenun dengan beragam motifnya, mereka juga melestarikan filosofi adat Badui yang mencintai alam dan menjaga kawasan Gunung Kendeng.

Dalam rangka memperkenalkan produk kerajinan tenun Badui, pemerintah daerah bersama dengan provinsi Banten mengadakan pameran-pameran yang mempromosikan produk UMKM masyarakat adat Badui.

Upaya ini bertujuan untuk mendukung dan mengapresiasi seni tenun Badui yang tak hanya mempesona, tetapi juga menyimpan makna budaya dan tradisi yang kaya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *