Dari Lumpur ke Aspal: Jalan Cikitsu Bangkit Lewat Perjuangan Anang Adhan

Penampakan jalan Cikitsu sekarang. (Owntalk.co.id).

Batam, Owntalk.co.id – Hujan turun pelan saat truk-truk proyek mulai memasuki kawasan itu. Jalan Cikitsu, yang selama bertahun-tahun hanya menjadi saksi bisu penderitaan warga, kini mulai bergeliat hidup. Asap mesin, deru alat berat, dan suara alat cor menciptakan orkestra yang tak biasa—tanda bahwa harapan akhirnya tiba.

Jalan itu, dulu hanyalah jalan luka. Setiap lubang yang menganga adalah jeritan seorang ibu yang motornya terperosok. Setiap genangan yang menghitam adalah air mata sopir ojek daring yang harus menambal ban lebih dari tiga kali seminggu. Jalan Cikitsu bukan sekadar rusak—ia menjadi lambang pengabaian.

Tapi sesuatu berubah. Dan perubahan itu berawal dari satu nama: Anang Adhan, anggota DPRD Kota Batam dari Fraksi Gerindra. Bukan nama besar yang penuh sensasi. Tapi ia punya satu hal yang lebih penting dari itu: kepekaan.

Dari Aspirasi ke Aksi

Sudah berulang kali warga menyampaikan keluhan. Sudah banyak proposal yang diketik, surat yang ditandatangani, dan janji yang dilontarkan. Tapi semua berakhir di tumpukan kertas di meja birokrasi yang dingin. Hingga akhirnya, Anang turun ke lokasi. Ia tidak datang membawa janji—ia datang membawa komitmen.

“Saya lihat sendiri anak sekolah berjalan di antara lumpur dan kendaraan. Ini bukan Batam yang layak. Ini bukan masa depan yang kita cita-citakan,” kata Anang pada masa reses beberapa waktu lalu.

Dan sejak hari itu, suara Cikitsu menjadi suara yang dibawa Anang ke ruang-ruang rapat. Ia bicara lantang di meja anggaran. Ia desak dinas teknis. Ia panggil kontraktor. Ia bahkan, menurut seorang stafnya, tidak bisa tidur selama alat berat belum diturunkan. Banyak yang mencibir.

“Ngapain ribut soal jalan kecil?” Tapi bagi Anang, tidak ada jalan kecil bila dilalui oleh rakyat. Tidak ada suara kecil bila datang dari hati yang lelah berharap.

Ketika Asap Aspal Jadi Do’a

Hari itu akhirnya datang. Aspal menutup luka lama di badan jalan. Warga berkerumun, sebagian merekam, sebagian terdiam. Seorang ibu tua di pinggir jalan berbisik lirih,

“Akhirnya, anak-anak kami bisa pulang sekolah tanpa terjebak lumpur.”

Tak ada seremoni megah. Tak ada panggung kehormatan. Hanya deru alat berat dan senyum lelah para pekerja. Tapi bagi warga Cikitsu, inilah momen yang lebih penting dari perayaan apa pun—momen di mana suara mereka didengar dan diperjuangkan.

Di Batam yang terus tumbuh, politisi datang dan pergi, tapi hanya sedikit yang benar-benar menjejak tanah. Anang Adhan bukan hanya menjejak—ia rela masuk ke lumpur. Ke medan yang becek, ke ruang aspirasi yang pengap, hanya demi satu hal: rakyat yang layak mendapatkan kehidupan yang lebih baik.

Dan hari ini, ketika jalan itu kembali rata, ketika air mata warga mengering oleh debu pembangunan, kita tahu satu hal pasti: ini bukan sekadar perbaikan jalan—ini adalah perbaikan kepercayaan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *