Jakarta, Owntalk.co.id – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan kebijakan baru yang mengatur asuransi kesehatan bagi mantan menteri dan keluarganya, dengan pembiayaan menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 121 Tahun 2024 tentang Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Purnatugas Menteri Negara, yang ditandatangani oleh Jokowi pada Selasa, 15 Oktober 2024.
Dalam Perpres ini, disebutkan bahwa mantan menteri yang telah menyelesaikan tugasnya akan menerima kelanjutan jaminan kesehatan, yang juga mencakup Sekretaris Kabinet setelah masa tugas mereka berakhir.
Fasilitas ini mencakup perlindungan kesehatan untuk istri/suami yang sah dan tercatat secara resmi dalam administrasi, melalui mekanisme asuransi kesehatan dengan kendali mutu dan biaya.
Manfaat jaminan kesehatan ini mencakup berbagai layanan, seperti promotif (pencegahan), preventif, kuratif (pengobatan), rehabilitatif, hingga paliatif sesuai dengan kebutuhan medis berdasarkan usia dan/atau masa tugas jabatan. Layanan ini diberikan berdasarkan beberapa ketentuan, yaitu:
Menteri yang Pensiun di Bawah 60 Tahun: Bagi menteri atau Sekretaris Kabinet yang selesai menjabat sebelum usia 60 tahun, mereka dan pasangan berhak mendapatkan jaminan kesehatan selama dua kali masa jabatan mereka.
Menteri yang Pensiun di Usia 60 Tahun ke Atas: Bagi menteri atau Sekretaris Kabinet yang selesai menjabat di usia 60 tahun atau lebih, mereka dan pasangan akan mendapatkan jaminan kesehatan seumur hidup.
Manfaat tersebut dapat digunakan di fasilitas kesehatan milik pemerintah dan/atau badan usaha milik negara di dalam negeri.
Perpres juga mengatur bahwa premi asuransi kesehatan ini akan dibayar oleh pemerintah pusat langsung kepada penyelenggara program asuransi, menggunakan dana yang bersumber dari APBN.
Namun, ada pengecualian dalam pemberian jaminan ini, yaitu bagi menteri yang telah menyelesaikan tugasnya namun dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman pidana melalui putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Selain itu, bagi menteri yang mengundurkan diri karena status tersangka, jaminan kesehatannya akan ditunda hingga adanya putusan hukum tetap.
Demikian pula, jika seorang menteri mengundurkan diri karena dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, maka mereka tidak berhak menerima jaminan kesehatan ini.
Apabila seorang mantan menteri meninggal dunia setelah menyelesaikan tugasnya, maka jaminan pemeliharaan kesehatan tersebut dapat diteruskan kepada janda atau duda yang bersangkutan sesuai ketentuan yang berlaku.
Perpres ini menuai berbagai tanggapan dari publik. Di satu sisi, kebijakan ini dianggap sebagai bentuk perhatian negara terhadap para pejabat yang telah menyelesaikan tugasnya dalam pemerintahan.
Namun, di sisi lain, penggunaan dana APBN untuk menanggung asuransi kesehatan mantan pejabat juga memicu perdebatan, terutama terkait dengan prioritas alokasi anggaran di tengah berbagai kebutuhan lain.
Dengan diterbitkannya Perpres Nomor 121 Tahun 2024, pemerintah berharap dapat memberikan jaminan kesehatan yang lebih baik bagi para mantan menteri, serta mendorong kesinambungan layanan kesehatan bagi mereka setelah masa pengabdiannya selesai.