MK Tolak Uji Materi UU Jaminan Produk Halal dalam UU Cipta Kerja

Ketua Hakim Konstitusi Suhartoyo bersama depalan Hakim Konstitusi. (Dok; ANTARA FOTO)

Jakarta, Owntalk.co.id – Mahkamah Konstitusi (MK) telah menolak permohonan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH) dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja). Putusan ini menyangkut pasal-pasal yang berkaitan dengan jaminan produk halal.

Permohonan uji materi ini diajukan oleh Rega Felix, seorang advokat sekaligus pemilik usaha kuliner “Felix Burger.” Namun, MK memutuskan bahwa dalil-dalil yang diajukan Felix tidak berdasar secara hukum.

“Amar putusan, mengadili, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Suhartoyo dalam sidang yang digelar pada Kamis (29/8/2024) di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta.

Dalam pertimbangannya, MK menegaskan bahwa ketentuan terkait produk halal dalam UU Cipta Kerja tidak menimbulkan ketidaksejahteraan, ketidakpastian hukum, atau ketidakperlindungan bagi umat Islam sebagaimana yang diklaim oleh pemohon.

MK juga menjelaskan bahwa tidak adanya kewenangan pengadilan agama dalam menyelesaikan sengketa kehalalan produk yang ditetapkan oleh Komite Fatwa Produk Halal adalah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Hakim Konstitusi Arsul Sani menjelaskan bahwa keberadaan Komite Fatwa Produk Halal diatur dalam UU Cipta Kerja, dan bahwa norma dalam UU tersebut tidak berbeda secara signifikan dari UU JPH sebelumnya, kecuali pada batasan waktu tertentu.

Penetapan kehalalan produk tetap menjadi wewenang Komite Fatwa Produk Halal, sesuai dengan proses pemeriksaan dan pengujian yang ketat.

Lebih lanjut, MK menegaskan bahwa penerbitan sertifikat halal oleh BPJPH (Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal) bukan merupakan objek sengketa Tata Usaha Negara (TUN).

Sertifikat halal yang diterbitkan oleh BPJPH adalah keputusan deklaratif, sementara penetapan kehalalan produk oleh MUI atau Komite Fatwa Produk Halal bersifat konstitutif dan tidak termasuk dalam kategori keputusan tata usaha negara yang bisa disengketakan.

Dengan putusan ini, MK memperkuat ketentuan hukum yang ada terkait jaminan produk halal dan menyatakan bahwa sertifikat halal maupun penetapan kehalalan produk tidak dapat dijadikan objek sengketa di pengadilan tata usaha negara.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *