Jokowi Resmi Larang Jual Rokok di Dekat Sekolah dan Tempat Main Anak

Ilustrasi rokok. (Dok; Shutterstock)

Jakarta, Owntalk.co.id – Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengeluarkan larangan resmi penjualan rokok dan rokok elektrik dalam radius 200 meter dari pusat pendidikan dan tempat bermain anak.

Larangan ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024, yang merupakan implementasi dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.

“Setiap orang dilarang menjual produk tembakau dan rokok elektronik dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak,” demikian bunyi Pasal 434 PP 28/2024, yang dikutip pada Selasa (30/7).

Selain itu, Jokowi juga melarang penjualan produk tembakau dan rokok elektronik melalui mesin layan diri, kepada orang di bawah usia 21 tahun, perempuan hamil, dan secara eceran per batang kecuali untuk cerutu dan rokok elektronik.

Penempatan produk tembakau di area sekitar pintu masuk dan keluar atau tempat yang sering dilalui juga dilarang, termasuk menggunakan jasa situs web atau aplikasi elektronik komersial dan media sosial, kecuali jika terdapat verifikasi umur.

“Ketentuan larangan ini tidak berlaku bagi jasa situs web atau aplikasi elektronik komersial jika terdapat verifikasi umur,” bunyi peraturan tersebut.

Namun, larangan ini menuai kritik dari berbagai pihak, termasuk Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Mandey. Menurut Roy, aturan ini ambigu karena tidak menjelaskan detail penghitungan zonasi 200 meter.

“Bagaimana cara menghitung 200 meternya? Apakah menggunakan meteran? Dan arahnya ke mana? Utara, timur, selatan?” ungkapnya di Kantor Aprindo, Jumat (28/6).

Roy juga mempertanyakan definisi pusat pendidikan yang dimaksud dalam peraturan tersebut.

“Pusat pendidikan bisa berarti banyak hal, seperti sekolah balet, sekolah bahasa Inggris, sekolah mengemudi, atau bimbingan belajar. Ini membuat pasal ini multitafsir dan ambigu,” tambahnya.

Menurut Roy, saat sosialisasi RPP Kesehatan, tidak ditemukan pasal yang mengatur zonasi perdagangan rokok. Namun setelah sosialisasi, Aprindo mendapatkan informasi bahwa pasal tersebut masuk dalam RPP Kesehatan.

Ia juga mengungkapkan bahwa Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian tidak dilibatkan dalam penandatanganan RPP Kesehatan, padahal kedua kementerian tersebut berkaitan erat dengan penjualan dan industri rokok.

Roy memperkirakan bahwa jika peraturan ini disahkan, ritel bisa kehilangan pendapatan sebesar lima hingga delapan persen. Penerimaan negara dari cukai hasil tembakau (CHT) yang kini mencapai Rp230 triliun juga dikhawatirkan akan menurun.

Selain itu, lima juta petani tembakau bisa terancam kehilangan pekerjaan, yang pada gilirannya akan menurunkan daya beli dan konsumsi rumah tangga, serta berdampak negatif pada PDB nasional.

“Akhirnya, konsumsi rumah tangga turun dan PDB kita juga turun,” katanya.

Exit mobile version