Diabetes merupakan masalah kesehatan yang semakin mendesak di Indonesia. Diprediksi hingga 2045, jumlah penderita diabetes di tanah air akan terus meningkat, berdampak pada melonjaknya biaya kesehatan. Pemerintah pun merespons dengan rencana penerapan cukai pada minuman berpemanis.
Menurut data dari Kementerian Kesehatan, saat ini terdapat sekitar 19,5 juta penderita diabetes di Indonesia. Sayangnya, angka ini diperkirakan akan melonjak menjadi 28,5 juta pada tahun 2045. Wakil Menteri Kesehatan, Dante Saksono Harbuwono, mengungkapkan bahwa salah satu penyebab utama fenomena ini adalah kecenderungan masyarakat yang mengonsumsi makanan dan minuman manis secara berlebihan.
“Konsumsi minuman manis dalam kemasan telah terbukti meningkatkan risiko penyakit seperti diabetes dan hipertensi,” kata Dante dalam acara Diseminasi Riset Dampak Cukai MBDK terhadap Beban Diabetes Tipe 2 di Indonesia yang disiarkan di channel Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) pada Kamis (7/3/2024).
Kebiasaan mengonsumsi MBDK, seperti minuman manis dalam kemasan, telah menjadi salah satu perilaku tidak sehat yang signifikan. Data Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) menunjukkan bahwa pada 2022, rumah tangga Indonesia menghabiskan Rp90 triliun untuk MBDK, meningkat 19% dari 2017. Kenaikan konsumsi ini berkontribusi pada meningkatnya jumlah penderita diabetes setiap tahun.
Dalam laporan Atlas edisi ke-10 oleh International Diabetes Federation (IDF), diabetes kini masuk dalam kategori “gawat darurat” kesehatan global. Pada 2021, lebih dari 537 juta orang di seluruh dunia hidup dengan diabetes, dan jumlah ini diperkirakan akan mencapai 783 juta pada 2045. Di Indonesia, IDF memprediksi ada sekitar 19.465.100 penderita diabetes pada usia 20-79 tahun, atau sekitar 10,6% dari populasi usia tersebut.
Di Indonesia, beban biaya kesehatan untuk penyandang diabetes berusia 20-79 tahun mencapai USD323,8 per tahun, yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara lain seperti Australia, yang menghabiskan USD5.944 per orang untuk perawatan diabetes, dan Brunei Darusalam dengan biaya USD901,3 per orang.
Meski biaya perawatan lebih rendah, angka kematian akibat diabetes di Indonesia cukup tinggi, dengan perkiraan mencapai 236.711 kasus kematian. Lebih mengkhawatirkan lagi, 73,7% pasien diabetes dalam kelompok usia ini belum terdiagnosis.
Mengatasi lonjakan kasus diabetes menjadi prioritas Kementerian Kesehatan. Wakil Menteri Dante menilai bahwa penerapan cukai MBDK adalah strategi efektif untuk menekan angka penyakit tidak menular, termasuk diabetes.
“Meningkatnya beban kesakitan dan kematian akibat penyakit tidak menular membuat penerapan cukai MBDK menjadi langkah penting,” ujarnya.
Cukai ini direncanakan mulai diterapkan pada 2024 dan diharapkan dapat mengurangi konsumsi MBDK serta membawa perubahan positif terhadap kesehatan masyarakat dalam jangka panjang.
Dante juga mengimbau masyarakat untuk menerapkan pola hidup sehat dengan mengurangi konsumsi makanan manis, aktif bergerak, dan melakukan pemeriksaan kesehatan rutin. Persatuan Diabetes Indonesia (Persadia) menegaskan bahwa diabetes yang tidak dikendalikan bisa menyebabkan berbagai komplikasi serius seperti penyakit jantung, stroke, dan gagal ginjal.
Indonesia menempati peringkat ketujuh untuk prevalensi penderita diabetes tertinggi di dunia bersama negara-negara seperti Tiongkok dan India, dengan estimasi 10 juta orang pada 2015 (DF Atlas 2015).
Diabetes merupakan penyebab kematian tertinggi ketiga di Indonesia.
Prevalensi diabetes di Indonesia meningkat dari 5,7% pada 2007 menjadi 6,9% pada 2013. Sekitar 2/3 orang dengan diabetes di Indonesia tidak menyadari kondisi mereka, yang mengakibatkan keterlambatan akses layanan kesehatan.
Dengan langkah-langkah proaktif dan kesadaran yang lebih tinggi mengenai bahaya diabetes, diharapkan Indonesia dapat menanggulangi lonjakan penderita diabetes dan mengurangi dampak buruknya terhadap kesehatan masyarakat.