Jakarta, Owntalk.co.id – Ritual Bakar Batu di masyarakat Papua tidak hanya dikenal sebagai tradisi kuliner, tetapi juga sebagai simbol perdamaian yang sangat penting. Tradisi ini memegang peranan penting dalam menyelesaikan berbagai konflik yang terjadi di masyarakat Papua, menjadikannya sebuah kearifan lokal yang harus dipertahankan dan dilestarikan.
“Ritual Bakar Batu ini merupakan simbol perdamaian yang sangat membanggakan bagi saya. Saya merasa bangga sebagai bagian dari warga Papua,” ujar Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT), Abdul Halim Iskandar, dalam keterangannya terkait acara Ritual Bakar Batu di Distrik Walesi, Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua Pegunungan, pada Kamis (18/7/2024).
Abdul Halim bahkan sempat merekam video vlog yang menunjukkan partisipasinya dalam ritual tersebut dan menyapa sahabat desa secara luas. Dalam vlognya, ia tampak bersemangat dan antusias, terutama saat berada bersama puluhan warga lokal setempat.
“Sahabat desa, saya sedang menyaksikan proses yang sangat menarik dan terkenal di Papua, yaitu Bakar Batu,” tuturnya sambil memperlihatkan suasana sekitar yang penuh dengan keceriaan dan kebersamaan.
“Di sini ada bakar daging sapi, ayam, dan singkong. Salam dari Wamena,” imbuh mantan Ketua DPRD Jawa Timur itu dengan senyum lebar.
Menurut Abdul Halim, tradisi ini sangat menarik dan harus terus dilestarikan agar warisan nenek moyang kita tidak hilang seiring waktu. Ritual Bakar Batu tidak hanya melibatkan banyak elemen masyarakat, tetapi juga memperlihatkan bagaimana kebersamaan dan gotong royong menjadi bagian penting dari kehidupan sehari-hari di Papua.
Dalam proses Bakar Batu, masyarakat memiliki peran masing-masing. Ada yang bertugas membawa sayur-sayuran, rumput, batu, serta menyiapkan lubang untuk pembakaran. Setelah semua persiapan selesai, termasuk pemotongan daging, warga beramai-ramai melakukan pembakaran secara serentak. Asap dan aroma daging yang terbakar menyebar ke seluruh penjuru, menciptakan suasana yang penuh kebersamaan dan kehangatan.
Setelah prosesi pembakaran selesai, Abdul Halim melanjutkan kunjungannya untuk meninjau unit-unit Madrasah dan Sekolah yang tidak jauh dari lokasi Ritual Bakar Batu tersebut. Ia juga mengapresiasi keberadaan Masjid dan Gereja yang berdiri berdampingan di wilayah tersebut, mencerminkan kerukunan dan keberagaman budaya serta agama warga setempat.
“Walesi adalah miniatur Indonesia, Di sini, kita bisa melihat bagaimana masyarakat hidup berdampingan dengan damai, saling menghormati dan menjaga keberagaman. Ini adalah contoh yang sangat baik bagi kita semua,” ujarnya.
Ritual Bakar Batu di Papua bukan sekadar tradisi memasak, tetapi juga wujud dari nilai-nilai kebersamaan, gotong royong, dan perdamaian yang harus terus dijaga dan dilestarikan.
Dengan adanya upaya dari pemerintah dan masyarakat untuk mempertahankan tradisi ini, diharapkan Ritual Bakar Batu akan terus menjadi simbol perdamaian dan kebersamaan di Papua, memberikan manfaat yang besar bagi seluruh masyarakat Indonesia.