Jakarta, Owntalk.co.id – Badan Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan standar bahwa setiap satu dokter idealnya melayani 1.000 penduduk. Namun, Indonesia masih jauh dari mencapai standar ini. Dengan 279.321 dokter yang melayani 279,3 juta penduduk, Indonesia membutuhkan sekitar 153.473 dokter tambahan. Inisiatif PPDS Hospital Based oleh Presiden Jokowi bertujuan menambah jumlah dokter spesialis, terutama di daerah-daerah terpencil.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2024, Indonesia memiliki 279,3 juta penduduk yang dilayani oleh 279.321 dokter, termasuk 59.422 dokter spesialis. Berdasarkan standar WHO, saat ini setiap 1.000 penduduk baru dilayani oleh 0,47 dokter.
Untuk memenuhi standar tersebut, Indonesia masih memerlukan tambahan 124.294 dokter umum dan 29.179 dokter spesialis. Setiap tahun, 117 fakultas kedokteran di Indonesia menghasilkan sekitar 12.000 dokter umum dan 2.700 dokter spesialis. Sayangnya, sekitar 59 persen dokter spesialis terkonsentrasi di Pulau Jawa, meninggalkan daerah-daerah lain dalam kekurangan.
Menurut data Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) hingga semester pertama 2024, dari 15.523 peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) aktif, 67 persen berasal dari Pulau Jawa dan Bali, sementara hanya 1 persen dari Indonesia Timur. Hingga April 2024, dari 59.442 dokter spesialis, sebanyak 34.763 berada di Pulau Jawa, yang berarti sekitar 22 dokter spesialis melayani 200.000 penduduk di daerah tersebut. Sebaliknya, di Papua dan Maluku, hanya ada 615 dokter spesialis atau sekitar 7 dokter per 100.000 penduduk.
Selain itu, 34 persen Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) di Indonesia masih kekurangan tujuh kelompok dokter spesialis dasar, yaitu radiologi, patologi klinik, anestesi, anak, bedah, penyakit dalam, dan obstetri ginekologi. Hal ini memaksa sebagian masyarakat yang mampu untuk berobat ke luar negeri, mengakibatkan negara kehilangan potensi devisa hingga USD 11,5 miliar (Rp 189,75 triliun).
Pada 6 Mei 2024, Presiden Joko Widodo meluncurkan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Berbasis Rumah Sakit Pendidikan (Hospital Based) di Rumah Sakit Anak dan Bunda (RSAB) Harapan Kita, Jakarta. Program ini merupakan terobosan untuk mengatasi kekurangan dokter spesialis, terutama di luar Pulau Jawa. “Kita harus membuka terobosan, karena 59 persen dokter spesialis terkonsentrasi di Pulau Jawa,” kata Presiden Jokowi.
Indonesia saat ini berada di peringkat 147 dunia dalam rasio dokter terhadap penduduk, atau peringkat sembilan di ASEAN. Dalam kunjungannya ke daerah-daerah, Presiden Jokowi sering menemukan rumah sakit yang kekurangan peralatan kesehatan karena tidak ada dokter spesialis yang dapat mengoperasikannya.
Dari sekitar 3.000 rumah sakit di Indonesia, 420 rumah sakit berpotensi dijadikan rumah sakit pendidikan. Untuk memastikan kualitas, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bekerjasama dengan Accreditation Council for Graduate Medical Education (ACGME) untuk memberikan standar internasional bagi dokter spesialis lulusan PPDS Hospital Based.
Saat ini, PPDS Hospital Based telah menerima 38 calon mahasiswa dari daerah Tertinggal, Terdepan, dan Terluar (3T) di luar Jawa. Mereka akan menjalani pendidikan di enam program studi: kardiologi di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita, oftalmologi di RS Mata Cicendo, onkologi radiasi di RS Kanker Dharmais, ortopedi dan traumatologi saraf di RS Ortopedi Soeharso, pediatri di RSAB Harapan Kita, dan neurologi di RS Pusat Otak Nasional.
Proses seleksi dan rekrutmen peserta telah dilakukan sejak Mei 2024, dan mereka yang terpilih akan menerima gaji sebesar Rp 7,5 juta per bulan selama menjalankan studi, karena mereka juga bekerja di rumah sakit sebagai pegawai kontrak.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menegaskan bahwa sistem PPDS Hospital Based mirip dengan yang diterapkan di banyak negara lain, di mana residen tidak hanya belajar teori tetapi juga bekerja dan menangani pasien langsung. Diharapkan program ini dapat mempercepat pemenuhan kebutuhan dokter spesialis di Indonesia dari 10 tahun menjadi sekitar 5 tahun.
Program PPDS Hospital Based ini diharapkan mampu menjawab tantangan kekurangan dokter spesialis di Indonesia dan memperbaiki distribusi dokter agar pelayanan kesehatan dapat merata di seluruh wilayah Indonesia.