KPK Temukan Pungli di Raja Ampat, Nilainya Capai Rp18,25 M per Tahun

Potret Raja Ampat, Papua Barat. (Dok; Indonesiaa Travel)

Jakarta, Owntalk.co.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menerima laporan mengenai adanya pungutan liar yang dilakukan oleh masyarakat di Raja Ampat, Papua Barat, terhadap wisatawan.

Laporan ini menyebutkan bahwa nilai pungutan liar tersebut mencapai Rp18,25 miliar per tahun, sebuah angka yang mengejutkan dan memprihatinkan.

Kepala Satgas Korsup Wilayah V KPK, Dian Patria, menjelaskan bahwa pungutan liar ini terjadi ketika wisatawan menuju lokasi penyelaman. Mereka dipaksa untuk membayar antara Rp100 ribu hingga Rp1 juta per kapal.

“Di wilayah Wayak sendiri, minimal ada 50 kapal datang setiap hari sehingga potensi pendapatan dari pungutan liar ini mencapai Rp50 juta per hari dan Rp18,25 miliar per tahun,” ujar Dian dalam keterangan tertulis pada Rabu (10/7/2024).

Selain pungutan liar dari kapal wisata, KPK juga menemukan adanya pungutan liar berupa pembayaran tanah kepada hotel-hotel yang berdiri di pulau-pulau. Selain itu, regulasi yang tidak jelas terkait pengelolaan sampah hotel juga menjadi permasalahan serius.

“Ini menambah kompleksitas masalah yang dihadapi wisatawan dan pelaku usaha di Raja Ampat,” tambah Dian.

KPK mendorong Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Raja Ampat untuk segera menyelesaikan masalah ini dengan berkoordinasi bersama aparat penegak hukum dan masyarakat setempat.

“Langkah tegas dan koordinasi yang baik sangat diperlukan untuk memberantas pungutan liar yang merugikan ini,” tegas Dian.

Selain masalah pungutan liar, KPK juga menemukan berbagai masalah dalam penertiban pajak dan retribusi di daerah tersebut. Data dari Kementerian Keuangan menunjukkan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Raja Ampat baru mencapai 4,15 persen, dengan nilai pajak dan retribusi yang tidak lebih dari 1,08 persen pada tahun 2023.

“Angka ini menjadi alarm bagi pemerintah daerah dan sektor swasta untuk lebih akuntabel dan transparan dalam pengelolaan pajak,” kata Dian.

Dian menekankan bahwa rendahnya PAD merupakan masalah serius yang perlu segera ditangani. “Penertiban harus dilakukan secara masif agar tidak timbul lubang besar pada PAD,” ujarnya.

KPK mendorong pemda untuk melakukan langkah-langkah konkret dalam menertibkan pajak dan retribusi, serta memberantas pungutan liar yang merugikan masyarakat dan wisatawan.

Di sisi lain, permasalahan ini juga menjadi tantangan besar bagi industri pariwisata Raja Ampat yang selama ini dikenal sebagai salah satu destinasi wisata terbaik di dunia. Pungutan liar dan regulasi yang tidak jelas dapat merusak citra Raja Ampat dan mengurangi minat wisatawan untuk berkunjung.

Oleh karena itu, diperlukan komitmen yang kuat dari semua pihak untuk menjaga dan mengembangkan potensi pariwisata Raja Ampat secara berkelanjutan.

Dengan adanya laporan ini, diharapkan pemerintah daerah, aparat penegak hukum, dan masyarakat setempat dapat bekerja sama untuk menciptakan lingkungan yang lebih baik dan lebih ramah bagi wisatawan.

Penertiban dan pengelolaan yang baik tidak hanya akan meningkatkan PAD, tetapi juga akan mendukung perkembangan pariwisata dan kesejahteraan masyarakat lokal.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *