Penulis : Al Faqir Mardiansyah, A.Md. Par., S. Ag
Batam, owntalk.co.id – Pendidikan berasal dari kata didik. Didik menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia tahun 2023 adalah memelihara atau memberi latihan (ajaran, tuntunan, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.
Sementara, pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia malelui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara, perbuatan mendidik.
Jadi, arti sesungguhnya dari sebuah pendidikan adalah proses pendewasaan dan memberi pemahaman kepada tiap-tiap orang, baik yang normal maupun orang yang dalam keterbatasan (anak yang berkebutuhan khusus), maka pendidikan wajib untuk dilaksanakan bagi pendidik dan anak didik.
Semua proses itu membutuhkan biaya yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan sesuatu yang dibutuhkan, sesuai dengan perkataan ulama besar dunia, al Imam As Syafi’i, “Wahai saudaraku, engkau tidak akan sama sekali mendapatkan ilmu, kecuali dengan enam perkara, yaitu:
1. Cerdas (akal sehat),
2. Rakus dalam menyerap ilmu-ilmu,
3. Bersungguh-sungguh,
4. Harta (kemampuan, usaha yang keras),
5. Guru yang mengajarkan,
6. Waktu yang lama.
Maka dengan keenam syarat inilah, tiap-tiap orang akan mendapatkan sebuah pendidikan. Hanya satu syarat yang berupa material, yakni tertera pada point 4. Di mana, material ini tidak sama ukurannya bagi setiap keluarga. Ada keluarga yang mampu dengan hartanya, ada yang cukup dengan hartanya, dan ada pula yang kekurangan dengan hartanya untuk mengenyam pendidikan.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 2 Tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional yang berbunyi.
“Dalam kehidupan suatu bangsa, pendidikan mempunyai peranan yang amat penting untuk menjamin perkembangan dan kelangsungan kehidupan bangsa yang bersangkutan.”
Perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia yang telah mengantarkan pembentukan suatu pemerintah negara Indonesia untuk ‘Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia’ serta ‘Memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial,’ menuntut penyelenggaraan dan pengembangan pendidikan yang dapat menjamin perkembangan dan kelangsungan kehidupan bangsa Indonesia.”
Kesimpulannya bahwa pendidikan tidak lepas dari bentuk material baik untuk bayaran sekolah, seragam sekolah, buku buku, dll. Pertanyaannya, bagaimana pendidikan itu bisa merata untuk semua rakyat? Apa solusinya?
Dalam keseharian, kita sebagai orang yang bertanggung jawab atas diri sendiri dan keluarga, seringkali berpikir untuk menikmati layanan gratis dari pemerintah untuk menyejahterakan rakyat dalam bidang pendidikan. Bukan hanya layanan pendidikan gratis, bahkan kualitas pendidikan yang sangat baik untuk kemajuan pendidikan.
Sehingga masyarakat merasa nyaman untuk menikmatinya. Namun dari itu semua, pernahkah kita berpikir sejenak jika layanan pendidikan yang dilayanakan oleh pemerintah diberikan secara gratis kepada masyarakat, lantas siapa yang akan membayar layanan pendidikan gratis tersebut? Sudah pastinya ada pihak yang membayar layanan tersebut. Dalam hal ini, pemerintah yang bertanggung jawab atas anggaran biaya pendidikan guna mewujudkan kesejahteraan bagi bangsa dan negara.
Di sinilah peranan pajak menjadi instrument yang sangat penting untuk bisa memberikan manfaat bagi seluruh rakyat Indonesia. Mulai dari pajak orang pribadi, yang meliputi pekerja bebas, dokter, konsultan, advokat, ataupun pekerjaan profesional lainnya.
Kemudian, pajak badan dalam negeri, meliputi: persekutuan comaditer, perseroan terbatas, yayasan, koperasi, ataupun perseroan terbatas asing. Di mana, mereka merupakan objek pajak yang sudah pastinya terdaftar di masing-masing KPP Pratama sesuai dengan domisilinya. Ada yang dipotong pajak 0.5%, 1,5%, 2%, 2,5%, 3%, 5% ataupun 22% sesuai dengan kondisi dari objek pajak tersebut, dengan catatan ada perhitungan pajak yang tidak memberatkan bagi si pelaku usaha.
Mari kita ilustrasikan sesuai yang penulis rasakan agar lebih mudah dimengerti. Penulis bertempat tinggal di komplek Taman Sari, Tiban Baru, Sekupang, Batam. Di mana lingkungan RT (Rukun Tetangga) kami warga berjumlah 120 keluarga. Dari masing-masing keluarga diminta modal awal untuk membeli lampu jalan sebanyak 10 buah, dengan biaya dibebankan masing-masing rumah Rp 150.000,- (Seratus lima puluh ribu rupiah).
Lalu, iuran tetap setiap bulannya untuk satu rumah sebesar Rp 5.000,- (lima ribu rupiah) yang dikolektif oleh perangkat RT untuk beban listrik yang digunakan setiap malam dan dinikmati oleh masyarakat di lingkungan kami. Nah, bagaimana jika iuran dibebankan pada masing-masing individu? Tentu sangat berat, bahkan mungkin ada celotehan, “Daripada untuk itu, lebih baik untuk biaya pendidikan anak.”
Ilustrasi di atas merupakan sebuah contoh dari betapa pentingnya manfaat pajak untuk menunjang pelayanan pendidikan yang bebas biaya, berkualitas dan menguntungkan masyarakat luas. Dengan demikian, penulis hanya bisa mengingatkan kepada seluruh lapisan masyarakat, UMKM, PT Perorangan maupun PT PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri) ketika No. NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) sudah terbit, maka bersiap-siaplah untuk menghitung berapa kerugian dan keuntungan dalam kertas kerja “Rugi Laba.”
Meskipun orang pribadi maupun badan yang bersangkutan belum ada kegiatan di tahun pertama, maka seyogyanya tetap mempersiapkan laporan SPT (Surat Pemberitahuan Tahunan) masa maupun tahunan, guna menyatakan eksistensi objek pajak tersebut. Apabila sudah mulai ada transaksi baik kecil maupun besar, maka sisihkan untuk persiapan pelaporan di tahun berikutnya. Ini adalah prilaku bijak guna mendorong kemajuan bangsa dan negara. Wal akhir, dari kesimpulan di atas hanya dengan kata “orang bijak taat pajak.”