Jakarta, Owntalk.co.id – Duta Besar Palestina untuk Indonesia, Zuhair Al-Shun, menyuarakan pandangannya bahwa Israel seharusnya menghadapi isolasi dari komunitas internasional dan sanksi ekonomi serta politik.
“Saya selalu mengatakan bahwa Israel harus mengalami isolasi, sebagai langkah pertama. Selanjutnya, sanksi ekonomi dan politik harus diterapkan,” ungkap Dubes Zuhair melalui pernyataan tertulis saat berbicara dalam acara malam renungan di Kedubes Palestina di Jakarta pada Kamis (2/11/2023).
Acara malam renungan tersebut merupakan upaya untuk mendukung Palestina dan diadakan oleh Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI), yaitu Komunitas Indonesia untuk Kebijakan Luar Negeri.
Zuhair juga mencatat bahwa Israel telah dianggap melanggar sejumlah tuntutan internasional.
Dubes Palestina menekankan pentingnya komunitas internasional yang sedang berusaha mencapai perdamaian untuk mematuhi peraturan dan hukum internasional.
Selanjutnya, Palestina berharap untuk mengakhiri konflik dengan Israel dan membuka perbatasan guna bantuan medis dan lainnya.
Dalam kesempatan yang sama, seorang warga Palestina, Mia Abedrabboh Screpnek, berbagi kisah tentang ayahnya yang diasingkan dari Palestina pada tahun 1967.
“Terjebak di tempat dan waktu yang salah. Ayah saya ditawan oleh tentara Israel dan dipaksa untuk meninggalkan negaranya atau menghadapi ancaman kematian. Pada usia 16 tahun, ayah saya terpaksa meninggalkan kampung halamannya,” ujar Mia.
Mia menceritakan kesulitan yang dialami oleh ayahnya dan bagaimana mereka terpaksa berpisah dengan seluruh anggota keluarganya, sebuah pengalaman yang tidak akan pernah terlupakan.
Mia juga menceritakan pengalaman terbarunya ketika dia menerima telepon dari pamannya yang dirawat di rumah sakit di Gaza. Pamannya mengungkapkan kebutuhan sederhana, seperti sepotong roti dan pakaian bersih.
Mia menekankan bahwa penderitaan yang dialami oleh keluarganya di Gaza harus menjadi pengingat akan pentingnya perdamaian, dan dia mendorong komunitas internasional untuk bekerja keras dalam membangun pemahaman saling antarbangsa.
“Persamaan kita bisa membuat perbedaan, dan bersama-sama kita dapat mencegah nasib tragis yang menimpa ayah saya agar tidak terulang dalam kehidupan orang lain,” kata Mia.
Selanjutnya, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Jumat (27/10/2023) menyetujui draf resolusi yang menyerukan “gencatan senjata kemanusiaan yang berkelanjutan segera di Gaza.” Draf resolusi ini mendapat dukungan dari 120 suara, dengan 14 suara menentang dan 45 abstain.
Resolusi tersebut mengutuk segala bentuk kekerasan terhadap warga sipil di Palestina dan Israel, termasuk tindakan teror dan serangan tanpa pandang bulu, serta tindakan provokasi, penghasutan, dan penghancuran.
Resolusi ini juga mendesak semua pihak untuk sepenuhnya mematuhi hukum internasional dan meminta pembebasan segera dan tanpa syarat bagi semua warga sipil yang ditahan secara ilegal.
Sebelumnya, Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza melaporkan lebih dari 9.000 orang tewas, termasuk ribuan anak-anak dan wanita hingga Kamis (2/11/2023), sementara lebih dari 32.000 orang lainnya terluka.
Menurut Komite Perlindungan Jurnalis (CPJ), 31 wartawan tewas di Gaza akibat serangan Israel.
Sementara itu, di wilayah pendudukan Tepi Barat Palestina, jumlah korban tewas meningkat menjadi lebih dari 132 orang, dengan lebih dari 2.000 orang terluka, dan 1.590 orang ditahan oleh Israel hingga Rabu (1/11/2023).
Sedangkan, jumlah warga Israel yang tewas mencapai sedikitnya 1.538 orang, termasuk 389 tentara dan polisi, dengan lebih dari 5.431 terluka.
Seperti yang dilaporkan oleh beberapa sumber, Hamas, gerakan Islam dan nasionalisme Palestina yang menentang pendudukan Zionis, telah meluncurkan ribuan roket dari Jalur Gaza ke Israel dan melakukan serangan langsung ke beberapa lokasi di Israel pada Sabtu (7/10/2023).
Hamas menyebut serangan tersebut sebagai Operasi Badai Al Aqsa yang bertujuan untuk mengakhiri pendudukan terakhir di bumi dan sebagai respons terhadap tindakan provokatif Israel di situs suci Yerusalem dan terhadap warga Palestina yang ditahan.
Sementara itu, Pasukan Israel merespons serangan Hamas dengan melancarkan Operasi Pedang Besi.
Sejarah Gaza mencakup masa kekuasaan Kekaisaran Ottoman, pendudukan Inggris dari 1918 hingga 1948, dan pendudukan Mesir dari tahun 1948 hingga 1967.