Ribuan Warga Rempang Serbu BP Batam

Dua ribu lebih warga Rempang, Aliansi Pemuda Melayu dan Lembaga Adat Kesultanan Riau Lingga, melakukan aksi unjuk rasa di depan kantor BP Batam, Rabu, 23/8/2023.

* Tuntut Rudi Batalkan Rencana Relokasi 16 Kampung Tradisional

Batam, Owntalk.co.id – Lebih dari dua ribu warga Rempang, menyerbu kantor Badan Pengusahaan (BP) Batam, Rabu, 23/8/2023 sejak pukul 09.00 WIB hingga pukul 12.00 WIB. Mereka menuntut Wali Kota Batam ex officio Kepala BP Batam, Muhammad Rudi, membatalkan rencana penggusuran (relokasi) 16 kampung tradisional yang telah berdiri di Rempang sejak sebelum Otorita Batam berdiri, bahkan sejak 1843.

”Jika Rudi masih menghargai Melayu, Rudi harus membatalkan rencana alokasi 16 kampung tua. Kami mendukung investasi, tetapi kampung kami jangan dihilangkan karena kepentingan pengusaha. Silahkan Rudi menandatangani persetujuan terhadap tuntutan kami, yang menolak relokasi, jika tidak, penolakan ini harus terus diperjuangkan, kalau perlu, kami akan menginap di kantor (BP Batam) ini,” kata seorang juru bicara Aliansi Pemuda Melayu, di depan pintu gerbang utama Kantor BP Batam, Rabu, 23/8/2023.

Bersama Aliansi Pemuda Melayu, ada pula Lembaga Adat Kesultanan Riau Lingga (LAKRL) yang dipimpin oleh Tengku Muhammad Fuad. LAKRL meminta Muhammad Rudi sebagai Kepala BP Batam memahami sejarah. ”Inilah bukti, bahwa BP Batam tidak memahami sejarah. Batam dan Kepulauan Riau, khususnya saudara kami di Pulau Rempang dan sekitarnya, adalah warga tradisional Melayu Riau Lingga, yang memiliki adat istiadat, dan budaya yang harus dijunjung tinggi,” kata Tengku Muhammad Fuad.

Ribuan warga Rempang menuntut pembatalan relokasi warga oleh BP Batam.

Fuad menjelaskan, lingkungan hidup dan kampung halaman yang dipertahankan oleh warga Rempang, merupakan tempat menggantungkan hidup dan masa depan anak cucu warga tradisional. ”Pemimpin yang tidak memahami budaya Melayu, seharusnya menggunakan kekuasaan dengan cara-cara beradab dan berbudaya. Jangan menggunakan kekuasaan untuk menindas rakyat, terutama rakyat yang menggantikan hidupnya pada alam dan lingkungan yang telah dipelihara sejak turun-temurun,” kata Fuad.

Seragam yang digunakan oleh para demonstran pada umumnya berwarna hitam, dan divariasikan dengan warna khas Melayu yang disebut triwarna utama (merah, kuning, hijau). ”Kami sengaja pakai warna hitam sebagai lambang keberanian kami,” kata Koordinator Umum Aliansi Pemuda Melayu, Dian. Aliansi Pemuda Melayu menyampaikan empat tuntutan kepada Kepala BP Batam, Muhammad Rudi. Tuntutan itu (1) pembatalan relokasi atau penggusuran penduduk asli, (2) keluarkan legalitas dan surat tanah warga tradisional di Rempang, (3) hentikan intimidasi kepada warga Rempang Galang, (4) minta maaf kepada warga Rempang dan Galang.

Lembaga Adat Kesultanan Riau Lingga (LAKRL) juga meminta Muhammad Rudi keluar menemui mereka untuk bersedia menandatangani perjanjian yang telah dibuat. LAKRL menuntut: (1) Batalkan relokasi 16 kampung tradisional; (2); Meminta Pemerintah Membubarkan BP Batam; (3) Meminta Pemerintah bersama DPRD Provinsi Kepulauan Riau segera mengesahkan Perda Tanah Ulayat; (4) Meminta aparat hukum menghentikan intimidasi terhadap masyarakat yang menolak relokasi kampung tua Rempang-Galang.

Inilah bukti, bahwa BP Batam tidak memahami sejarah. Batam dan Kepulauan Riau, khususnya saudara kami di Pulau Rempang dan sekitarnya, adalah warga tradisional Melayu Riau Lingga, yang memiliki adat istiadat, dan budaya yang harus dijunjung tinggi. Tengku Muhammad Fuad, Juru bicara Lembaga Adat Kesultanan Riau Lingga

Rudi: Proyek Rempang Sejak 2004

Menanggapi desakan 2.000-an demonstran, Muhammad Rudi menyebut proyek Pulau Rempang telah disepakati melalui MoU (Memorandum of Understanding) dan MoA (Memorandum of Agreement) pada 2004 yang telah disepakati antara BP Batam, Pemerintah Kota Batam, dan PT Makmur Elok Graha (MEG). ”Pada tahun 2004 sudah ada MoU dan MoA antara BP Batam, Pemko Batam dan PT MEG. Saya hanya menjalankan apa yang telah disepakati pada tahun 2004,” kata Rudi.

”Permintaa warga akan kita sampaikan ke Pemerintah Pusat. Saya meminta ada perwakilan warga agar kita berbicara. Saya sudah dipanggil beberapa kali ke Jakarta. Ini (relokasi warga Rempang) adalah perintah pusat yang disampaikan ke daerah. Kami telah dipanggil ke kantor Menko Perekonomian, Menko Marvest (Maritim dan Investasi), Menteri Investasi dan Kepala BKPM, Menko Polhukam. Bukan berarti kita tidak berjuang. Kita wewenangnya terbatas,” jelas Muhammad Rudi di hadapan ribuan pendemo yang dibalas dengan teriakan kecewa.

Warga Rempang, dalam spanduk menuding Rudi sebagai pengkhianat Melayu.

Menurut Rudi, pengalokasian lahan di Rempang telah terjadi sejak 2004. Namun Muhammad Rudi tidak menjelaskan bahwa investasi yang ingin masuk ke Batam baru diperoleh sejak 2 tahun terakhir. Itu sebabnya warga Melayu di Rempang dan Galang kecewa karena tanah mereka sudah diblokir agar tidak diterbitkan surat sejak 2004, padahal saat itu belum ada kejelasan investasi, sementara warga tradisional dihilangkan haknya mengurus legalitas tanahnya.

”Pengukuran belum selesai, mana hutan lindung mana tanah bapak ibu, belum selesai (batas-batasnya). Kami akan sampaikan masalah ini ke Pemeritah Pusat setelah selesai (diukur). Saya berterimakasih atas kehadiran bapak dan ibu. Saya ingin mendudukkan masalah ini. Mohon perwakilan bapak ibu kita bicara. Kami akan bawa (perwakilan warga Rempang) ke Jakarta agar ketemu dengan pemerintah, supaya mengetahui masalah sebenarnya,” jelas Rudi.

Exit mobile version