Jakarta, Owntalk.co.id – Hari ini, tanggal 8 Juni 1946, Serikat Perusahaan Pers (SPS) didirikan oleh tokoh-tokoh pendiri perusahaan pers nasional sebagai alat perjuangan dalam menjaga kedaulatan Republik Indonesia melalui pers.
Dirgahayu ke-77 SPS, terus berkomitmen untuk mengawal industri media dengan entitas bisnis yang sehat dan entitas pers yang menghasilkan produk jurnalistik berkualitas, bertanggung jawab, serta berkontribusi dalam memajukan bangsa.
Januar P. Ruswita, Ketua Umum SPS yang juga Direktur Pikiran Rakyat, menjelaskan tema besar yang diusung dalam perayaan HUT ke-77 ini adalah “Transformasi Industri Media untuk Bangkit Bersama”.
SPS menyadari bahwa transformasi dari media konvensional ke media digital tidak lagi cukup untuk bertahan, terlebih lagi dalam persaingan yang semakin ketat.
Kehadiran Media Baru (New Media) telah mengubah struktur kompetisi bisnis media, mulai dari perubahan bentuk, pola organisasi, hingga cara produksi, distribusi, dan konsumsi media.
Jurnalis sebagai profesi yang erat kaitannya dengan media baru, perlu meningkatkan kompetensi dan kreativitas mereka untuk bersaing di era media baru yang memiliki karakteristik tersendiri.
Secara internal, perusahaan media sebagai institusi bisnis, harus bertransformasi dengan mengadopsi teknologi digital untuk mengubah cara operasional bisnis dan melayani audiens serta mitra dengan cara yang lebih efisien.
Dalam era digitalisasi, semua institusi bisnis, tanpa terkecuali, semakin bergantung pada data dan teknologi untuk beroperasi secara efisien dan memberikan nilai kepada pelanggan (audiens) dan mitra secara kuantitatif maupun kualitatif.
Di sisi lain, dalam menghadapi perubahan bisnis yang cepat, industri media tidak lagi memiliki hambatan masuk (barrier to entry) yang tinggi, sehingga SPS sebagai organisasi perusahaan pers di Indonesia harus memperkuat posisinya dalam berbagai situasi.
SPS sebagai konstituen Dewan Pers dan tulang punggung industri media nasional harus berada di garda terdepan dalam persaingan industri.
Perusahaan media tidak boleh lagi menggunakan pendekatan lama untuk bersaing saat ini dan di masa depan. Mereka tidak boleh tertinggal dalam ekosistem digital yang telah mengubah lanskap media dengan perusahaan global yang menguasai distribusi konten.
Selain itu, regulasi pemerintah yang lambat dalam mendukung keberadaan bisnis media lokal juga semakin mempersulit kondisi.
Oleh karena itu, perusahaan media harus bersikap proaktif dan bersama-sama memperbaiki situasi ini demi masa depan yang cerah bagi bisnis media.
SPS tidak pernah melupakan esensi keberadaan pers sejati dan tidak ingin terjebak dalam kejayaan masa lalu semata.
Sebagai organisasi pers, SPS memiliki misi suci dalam menegakkan pilar demokrasi dan bekerja atas nama kepentingan publik. Mereka memberikan panduan kepada publik dalam berbagai isu, mulai dari isu politik, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, bahkan aspek pertahanan dan keamanan.
Sehingga semua pihak memiliki kewajiban yang sama untuk turut menjaga dan merawat pilar demokrasi ini. Kolaborasi dan transformasi menjadi jawaban penawar ‘lara’ bagi industri pilar demokrasi beberapa tahun terakhir ini. Kolaborasi multistakeholder sangat dibutuhkan untuk secara bersamaan mendorong kemajuan dan kebangkitan ekonomi Indonesia.
Transformasi menjadi keniscayaan agar pers sebagai institusi bisnis dapat berdiri tegap di tengah gemuruh angin disrupsi perubahan teknologi yang begitu cepat. Ulang Tahun ke-77 SPS, menjadi momentum bagi SPS untuk duduk bersama dengan para pemangku kepentingan, berbagi masukan dan pengalaman serta membangun jalan masa depan bagi industri media, baik di daerah maupun nasional yang mensejahterakan.
Membangun kolaborasi dengan berbagai stakeholder dan berkontribusi dalam degup jantung ekonomi Indonesia, menandakan eksistensi organisasi SPS masih ada dan tetap memiliki pengaruh yang besar bagi perkembangan ekosistem pers nasional dan pembangunan peradaban bangsa.
76 tahun silam, tepatnya 8 Juni 1946, tokoh-tokoh, pendiri perusahaan-perusahaan pers nasional berkumpul di Yogyakarta untuk mengikrarkan berdirinya Serikat Penerbit Suratkabar (SPS). Organisasi ini menjadi alat perjuangan dalam menjaga kedaulatan Republik Indonesia melalui pers.
Salah satu momentum terpenting SPS terjadi tahun 2011, saat Kongres XXIII di Bali. Di mana organisasi ini bertransformasi seiring perkembangan bisnis anggota-anggotanya. Menjadi bukan sekedar organisasi penerbit media cetak dan mengubah brand Serikat Penerbit Suratkabar menjadi Serikat Perusahaan Pers.
Saat ini SPS memiliki 30 cabang provinsi yang di seluruh Indonesia, dengan lk. 600 anggota perusahaan pers. Mayoritas berasal dari media cetak arus utama yang sudah mengembangkan bisnis persnya ke berbagai platform.