LP-KPK: Pemerintah Harus Kembalikan Bangkai Kapal X-Press Pearl

Bangkai kapal tanker X-Press Pearl milik Singapura yang dibawa dari Sri Lanka ke Batam karena ditolak oleh negara-negara lain. (Owntalk)

Batam, Owntalk.co.id – Komnas LP-KPK meminta pemerintah secepatnya mengembalikan bangkai kapal X-Press Pearl, milik Singapura, yang terbakar di Sri Lanka pada 20 Mei 2021 saat mengangkut 1.486 kontainer, antara lain 25 ton asam nitrat. Lembaga Peneliti Ilmu Pengetahuan (Science) asal Belanda, Elsevier, telah melakukan penelitian terhadap bangkai kapal dan menemukan biotoxin yang dikenal sebagai saxitoxin, yakni zat neurotoxin kuat yang berbahaya bagi hewan dan manusia hingga setidaknya 2 generasi.

”Kami sangat meyayangkan ada aparat hukum yang menyatakan bangkai kapal X-Press Pearl yang diangkut dari Sri Lanka tersebut tidak mengandung limbah B3 (bahan beracun dan berbahaya). Kami dari Divisi Lingkungan Hidup (LH) Komisi Nasional Lembaga Pengawasan Kebijakan Pemerintah dan Keadilan (Komnas LP-KPK) telah bersurat ke KSOP dan Gakkum KLHK Sumatera meminta agar rongsokan kapal itu dipulangkan ke tempat asalnya dimana kapal tersebut terbakar,” kata Ketua Divisi LH Komisaris Daerah LPKPK Kepulauan Riau, Azhari Hamid, kepada Owntalk.co.id, Sabtu, 6/5/2023.

Bangkai kapal X-Press Pearl milik Singapura saat terbakar sebelum tenggelam ke dasar laut di Pelabuhan Kolombo, Sri Lanka, pada Mei 2021`. (Istimewa)

Separuh dari bangkai kapal yang mengandung bitoxin berbahaya itu, kabarnya telah diangkut ke kawasan galangan kapal milik PT Nexus di Kabil, Batam, pada 27 April 2023 yang diangkut oleh kapal tanker Fan Zhou 10 berbendera RRC. Bangkai kapal itu, menurut informasi yang diterima oleh LP-KPK, telah dijamin dan dibeli oleh PT Gasindo dengan rencana akan di-remukkan (scrapbook) di Batam. Tetapi lembaga itu tidak menemukan data bahwa PT Gasindo memiliki galangan kapal yang khusus untuk melakukan scrapbook kapal mengandung Limbah B3.

”Informasi yang kami peroleh bahwa kapal itu sebelumnya akan di-cleaning oleh PT Fajar PB, lalu PT Gasindo melakukan pemotongan kapal (scrapbook). Tetapi kami tidak menemukan adanya galangan kapal yang memenuhi syarat dan izin pemotongan kapal untuk scrap. Sejauh ini galangan kapal yang dapat melakukan pemotongan kapal yang mengandung Limbah B3 harus punya lisensi ShipBreaking dan punya galangan kapal khusus untuk itu,” ucap Azhari Hamid.

Manajemen X-Press Feeders Singapura langsung sesumbar berencana membawa limbah B3 itu ke Indonesia, yakni Batam saat dilakukan operasi penyelamatan untuk mengangkat bangkai kapal. Operasi itu dimulai pada November 2021, dan diharapkan selesai pada April 2023. Pekerjaan penyelamatan terhenti selama musim barat daya dari akhir April hingga November 2022. Terbukti, setelah bangkai kapal yang terus menebar Limbah B3 di laut Sri Lanka, dibawa ke Batam, dan pemerintah mendiamkan masalah ini tanpa mempertimbangkan dampak buruk terhadap lingkungan dan kehidupan beberapa generasi ke depan. Azhari Hamid, Ketua Divisi LH Komisaris Daerah LPKPK Kepulauan Riau.

”Karena itu, kami sebagai lembaga yang memiliki perhatian terhadap Lingkungan Hidup meminta KSOP (Kantor KeSyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan) dan Gakkum KLHK (Biro Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup) Sumatera agar memulangkan rongsokan kapal itu ke tempat asalnya dimana kapal tersebut terbakar, karena sangat berbahaya bagi lingkungan hidup, baik tanaman, hewan terutama manusia,” jelas Azhari.

LP-KPK Kepri meyayangkan ada oknum yang memelintir informasi dan seolah faham terhadap zat kimia. Oknum itu memelintir data dengan menyebut bangkai kapal itu tidak mengandung limbah B3. Padahal, menurut Azhari, kapal itu sendiri sudah menjadi kontaminan limbah B3 saat terbakar dengan material yang ada didalam nya berupa bahan berbahaya beracun.

Ketua Divisi LH Komisaris Daerah LPKPK Kepulauan Riau, Azhari Hamid. (Istimewa)

Dengan menampung bangkai kapal itu, pemerintah telah melanggar (1) Undang-Undang nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, (2) Konvensi Basel Tahun 1989, serta (3) Keputusan Presiden Republik Indonesia nomor 61 tahun 1993 tentang Pengesahan Basel Convention on The Control of Transboundary Movements of Hazarddous Wastes and Their Disposal.

Kapal kargo X-Press Pearl milik perusahaan Singapura dibuat oleh Zhoushan Changhong International Shipyard Co Ltd di Zhoushan, Tiongkok untuk perusahaan X-Press Feeders yang berbasis di Singapura. Bersamaan dengan itu, galangan kapal Tiongkok itu juga membuat kapal X-Press Mekong. Kapal kargo itu merupakan kapal peti kemas berbobot mati 37.000 ton (DWT) dapat membawa 2.743 unit setara dua puluh kaki. Kapal kargo itu diluncurkan pada 28 September 2020 dan dikirim ke Singapura pada 10 Februari 2021.

Kapal itu kemudian diisi dengan ribuan kontainer yang dimuat oleh layanan Pengumpan X-Press menuju Timur Tengah (SMX), berangkat dari Port Klang (Malaysia) melalui Singapura dan Jebel Ali (Dubai, UEA) ke Pelabuhan Hamad (Qatar). Pelayaran kembali ke Malaysia dilakukan melalui Hazira (India) dan Colombo (Sri Lanka). Kapal telah melakukan tiga kali rute pelayaran, berlabuh di Kolombo pada 17 Maret 2021 dan 18 April 2021, dan terbakar tidak lama setelah tiba untuk kunjungan ketiganya di pelabuhan Kolombo, Sri Lanka pada 19 Mei 2021 malam.

Kapal Kargo X-Press Pearl sebelum tenggelam di Kolombo, Mei 2021. (Istimewa)

Pada 20 Mei 2021, anak buah kapal (ABK) X-Press Pearl memberitahukan kebakaran di lepas pantai dan api tidak dapat dipadamkan hingga 27 Mei 2021, sehingga perusahaan mengalami kerugian, dan pemerintah Sri Lanka menyatakan bencana itu sebagai bencana terbesar sepanjang sejarah di dunia pelayaran. Setelah dapat dikendalikan oleh petugas pemadam kebakaran Sri Lanka pada larut malam tanggal 27 Mei 2021, artinya terbakar selama 12 hari, kapal itu tenggelam pada tanggal 2 Juni 2021 berbagai pihak melakukan penelitian, dan menyimpulkan bencana itu merupakan bencana ekologi laut terburuk dalam sejarah Sri Lanka, bahkan di dunia.

Manajemen X-Press Feeders Singapura langsung sesumbar berencana membawa limbah B3 itu ke Indonesia, yakni Batam saat dilakukan operasi penyelamatan untuk mengangkat bangkai kapal. Operasi itu dimulai pada November 2021, dan diharapkan selesai pada April 2023. Pekerjaan penyelamatan terhenti selama musim barat daya dari akhir April hingga November 2022. ”Terbukti, setelah bangkai kapal yang terus menebar Limbah B3 di laut Sri Lanka, dibawa ke Batam, dan pemerintah mendiamkan masalah ini tanpa mempertimbangkan dampak buruk terhadap lingkungan dan kehidupan beberapa generasi ke depan,” tutur Azhari.

Separuh dari bangkai Kapal terbakar yang disebut limbah B3 oleh para peneliti, namun diterima di Pulau Batam oleh pemerintah RI. (Owntalk)

Dalam penelitian selama 2 tahun ini, Lembaga Elsevier yang berpusat di Belanda dengan ratusan peneliti ahli, menyimpulkan bahwa bangkai kapal itu sangat berbahaya bagi lingkungan. Para peneliti mengumpulkan sampel air permukaan sedalam 10 sentimeter (4 inci) dari 11 titik sampel yang meliputi garis pantai yang membentang dari Negombo barat hingga Bentota selatan, yang mencakup bentangan sepanjang sekitar 120 kilometer (75 mil). Studi dimulai pada Oktober 2021, kira-kira empat bulan setelah bencana maritim, dengan beberapa latihan pengambilan sampel dilakukan hingga Desember 2021 setiap bulan.

Peneliti memiliki empat titik pengambilan sampel yang dekat dengan kapal sekitar 50 m (165 kaki). Tim peneliti menemukan biotoksin di dekat kapal yang tenggelam. Biotoksin adalah zat beracun yang diproduksi oleh organisme hidup — dalam hal ini, ganggang berbahaya. Mereka juga menemukan biotoxin yang dikenal sebagai saxitoxin, yang merupakan neurotoxin kuat yang berbahaya bagi hewan dan manusia.

“Ini adalah saksitoksin pertama yang tercatat di perairan pantai Sri Lanka dan dampak nutrisi yang dikeluarkan oleh kapal MV X-Press Pearl bisa menjadi salah satu alasan utamanya,” kata Pathmalal kepada Mongabay, sebuah majalah online yang memuat hasil karya para ahli. Studi di tempat lain menghubungkan efek neurotoksisitas dari berbagai alga dengan kematian ikan dan hewan laut, sehingga menurut Pathmalal, yakni seorang peneliti dalam proyek itu, menyebut biotoksin itu menjadi salah satu alasan serentetan kematian penyu dan hewan laut lainnya, dan tentu saja manusia. (*)

Exit mobile version