Batam, Owntalk.co.id – Kejaksaan Agung via Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau diminta untuk segera memeriksa Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Konsultan Pelaksana dan Supervisi. Pasalnya, uang negara yang bersumber dari Badan Layanan Umum (BLU) Badan Pengusahaan (BP) Batam terkuras Rp80 miliar lebih membiaya proyek ‘tipu-tipu.’
”Kami sebut ini sebuah proyek tipu-tipu, karena pengerukan sedimen dasar laut atau seabed yang dilaksanakan oleh PT Marinda Utamakarya Subur dan KSO-nya, serta kontraktor supervisi PT Ambara Puspita tidak mengerjakan apa-apa selain menumpuk barang bekas dalam bentuk kontainer rongsokan di pelabuhan Batuampar. Kejaksaan harus segera bertindak, karena proyek ini merugikan keuangan negara,” kata Ketua Barisan Kawal Demokrasi (Barikade) ’98 Provinsi Kepulauan Riau, Rahmad Kurniawan, kepada Owntalk.co.id, Senin, 27/3/2023.
Salah satu dasar pertimbangan Barikade 98, kata Rahmad Kurniawan, adalah proyek Revitalisasi Kolam Dermaga Utara Pelabuhan Terminal Batuampar tidak dilandasi dengan studi penyelidikan tanah seabed. ”Padahal, penyelidikan tanah seabed (dasar laut) merupakan hal mendasar sebelum dikerjakannya sebuah proyek. Ini merupakan salah satu tanggung jawab konsultan yang telah dibiayai negara sebesar Rp1,4 miliar. Tanah di dasar laut kolam dermaga Batuampar itu tanah keras berupa tanah liat. Seharusnya alat pengeruk yang digunakan adalah CSD (Cutter Suction Dredger) bukan seperti yang ada sekarang, yakni kapal kecil Trailing Suction Hopper Dredger (TSHD). Ini kerjaan tipu-tipu. Kapal itu cocok digunakan di sungai saja,” terang Rahmad.
Alat pekerjaan yang ideal untuk pekerjaan ini, kata Rahmad, cuma satu saja yaitu Cutter Suction Dredger dengan pola floating pipe karena dipandang lebih efisien dan tepat waktu serta mampu mengerjakan pada jenis pekerjaan dengan jenis material yang cukup keras materialnya. Selain dari alat tersebut, katanya, diragukan hasil pencapaian pekerjaannya. ”Tidak bisa maksimal dan tidak bisa dikerjakan dengan alat lain seperti TSHD dan Grab Dredger, karena lokasinya sudah ditutup dengan bentangan kontainer yang membentuk kolam tadah lumpur. Jadi pihak perusahaan tidak mampu menganalisa pola pekerjaan awal sehingga terjadi over limit waktu pekerjaan, yang disebabkan salah menggunakan unit kerja yang sesuai, dan itu berimbas pada waktu serta budgeting pekerjaan,” kata Rahmad Kurniawan.
”Ada unsur kesengajaan untuk melakukan tambahan biaya dengan mengabaikan unit kerja yang tidak sesuai. Karena pekerjaan di kolam pelabuhan tersebut bukan kategori pengerukan biasa tetapi sudah masuk dalam kategori stripping areal atau pemangkasan pada material batuan padas dan lumpur lempung di dasar kolam,” ucap Rahmad Kurniawan.
Pertimbangan itu, kata Ramad, sangat perlu diperhatikan karena dari segi keamanan serta keselamatan kapal yang akan melakukan kegiatan loading dan unloading di pelabuhan yang akan digunakan nanti, tentunya jarak kedalaman pada saat low water sea (LWS) atau air di posisi surut di bawah nol meter, harus mempunyai jarak aman di saat melakukan kegiatan. ”Jadi jelas pekerjaan ini terindikasi bermasalah dalam menentukan progres waktu serta jenis alat yang mengerjakan berimbas pada penambahan biaya di luar dari kebutuhan yang wajar.
”Pihak pelaksana tidak memahami metodologi pekerjaan dan konsultan pengawasnya juga tidak mampu menganalisa pekerjaan yang sedang dikerjakan karena besaran volume menentukan konsentrat material yang dihasilkan. Semua ada di data sounding awal dan akhir pekerjaan,” tegas Rahmad Kurniawan.
Sebagai seorang aktivis yang mengetahui banyak soal kepelabuhanan, Rahmad Kurniawan curiga tidak ada kajian teknis sebelum pengerjaan proyek revitalisasi kolam di pelabuhan dermaga utara Batuampar itu. Sesuai dengan Undang–undang nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, kata Rahmad, pekerjaan pengerukan alur-pelayaran dan kolam pelabuhan serta reklamasi harus dilakukan oleh perusahaan yang mempunyai kemampuan dan kompetensi. Hal itu dibuktikan dengan sertifikat yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
”Apakah sertifikasi teknis pelaksana di lapangan atau Kerja Sama Operasi (KSO) dari PT Marinda Utamakarya Subur, yakni PT Indonesia Timur Raya dan PT Duri Rejang Berseri telah memiliki sertifikasi pada pekerjaan yang dibutuhkan? Saya yakin tidak, karena dalam tender yang dilaksanakan oleh panitia lelang, kedua perusahaan itu tidak memenuhi syarat secara teknis. Kok bisa kedua perusahaan yang tidak memenuhi syarat teknis, bisa mengerjakan pekerjaan yang syaratnya tidak dapat dipenuhi. Fakta ini menjadi bukti bahwa pekerjaan revitalisasi di dermaga Batuampar adalah proyek tipu-tipu, dan Kejaksaan sudah bisa masuk untuk menjerat para pencuri uang negara melalui proyek tipu-tipu,” kata Rahmad.
Dalam penelusuran media ini, sesuai dengan Undang–Undang RI nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, disebut: Persyaratan teknis proyek pengerukan adalah: (1) Peta pengukuran kedalaman awal; (2) Potongan melintang dan volume pengerukan; (3) Alinyemen alur pelayaran; (4) Kemiringan alur pelayaran; (5) Penyelidikan tanah; (6) Hasil pengamatan arus. Namun dalam praktik pengerukan, terlihat lumpur yang disedot kapal milik KSO PT Duri Rejang Berseri, hanya mengotori air dan mengalir jauh ke tengah laut dan tidak ada yang masuk ke tanggul yang dibangun.
Apakah sertifikasi teknis pelaksana di lapangan atau Kerja Sama Operasi (KSO) dari PT Marinda Utamakarya Subur, yakni PT Indonesia Timur Raya dan PT Duri Rejang Berseri telah memiliki sertifikasi pada pekerjaan yang dibutuhkan? Saya yakin tidak, karena dalam tender yang dilaksanakan oleh panitia lelang, kedua perusahaan itu tidak memenuhi syarat secara teknis. Kok bisa kedua perusahaan yang tidak memenuhi syarat teknis, bisa mengerjakan pekerjaan yang syaratnya tidak dapat dipenuhi. Fakta ini menjadi bukti bahwa pekerjaan revitalisasi di dermaga Batuampar adalah proyek tipu-tipu, dan Kejaksaan sudah bisa masuk untuk menjerat para pencuri uang negara melalui proyek tipu-tipu. Rahmad Kurniawan, Ketua Barikade 98 Kepulauan Riau.
Sebelumnya, pegiat anti korupsi dari Lembaga Nasional Anti Korupsi Republik Indonesia (LNAK-RI) Kepulauan Riau meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memeriksa aliran dana Rp80 miliar lebih yang dihabiskan dalam Proyek Revitalisasi Kolam Dermaga Utara Pelabuhan Terminal Batuampar. LNAK-RI menduga dana proyek mengalir ke sejumlah pejabat di BP Batam.
”Ada beberapa alasan mengapa proyek Revitalisasi Kolam Dermaga Utara Pelabuhan Terminal Batuampar tersebut harus diusut oleh BPK. Pertama alasan perpanjangan pengerjaan proyek hingga dua kali tidak berdasar. Kedua, pengerjaan proyek revitalisasi kolam dermaga itu tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan. Ketiga, fakta di lapangan revitalisasi kolam dermaga dalam bentuk pendalaman alur sama sekali tidak ada, namun anggaran sudah habis, dan informasi yang kami dengar dalam waktu dekat akan diadakan ST-1 (serah terima pertama),” kata Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) LNAK-RI Kepulauan Riau, Azhari Hamid, kepada Owntalk, Sabtu, 25/3/2023.
Desakan itu disampaikan, karena ada indikasi bahwa proyek revitalisasi kolam dermaga di Batuampar akan di-serah-terimakan (ST-1) dalam waktu dekat. Atas dasar itu, LNAK-RI meminta BPK turun-tangan mengusut aliran dana yang digunakan dalam proyek itu. Mulai dari keterlibatan PT Ambara Puspita sebagai supervisi dengan anggaran Rp1,28 miliar, pemenang tender proyek atau kontraktor pelaksana PT Marinda Utamakarya Subur, serta PT Duri Rejang Berseri dan PT Indonesia Timur Raya sebagai pelaksana Kerja Sama Operasi (KSO). ”Data yang kami peroleh, seharusnya pengerukan sedimen dasar laut di kolam dermaga mencapai 200.000 m3, sehingga tanggul yang dibangun seluas 4 hektar dengan kedalaman 5 meter hingga 6 meter akan penuh dengan timbunan sedimen,” jelas Azhari.
Pekerjaan KSO pertama, yakni PT Indonesia Timur Raya, kata Azhari, dilaporan telah mencapai 90 persen dari seluruh pekerjaan, namun secara volume baru mencapai 120.000 m3. Sisanya, 80.000 m3 dilanjutkan oleh KSO berikutnya, yakni PT Duri Rejang Berseri. ”Namun faktanya, tidak ada timbunan sedimen yang dikeruk dari kolam dermaga. Beberapa kali tim LNAK-RI ke lapangan di saat KSO pertama hingga KSO berikutnya beroperasi, kami melihat volume pengerukaan sangat kecil, sehingga tidak sepatutnya biaya yang dihabiskan proyek revitalisasi tersebut mencapai puluhan miliar. Terakhir kami dapat informasinya, sudah di atas Rp80 miliar. (*)