Batam, Owntalk.co.id – Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lingkaran Amanah Rakyat (LIAR), Aksa Halatu, menegaskan siapapun tidak punya hak menjual orang atau mengambil keuntungan dengan memperdagangkan orang lain ke luar negeri. Pernyataan itu disampaikan terkait dengan silang sengketa dalam menangani Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Batam.
”Kami dari LSM LIAR menyampaikan bahwa sebenarnya yang menjadi prioritas pemberantasan perdagangan manusia di Batam adalah praktik penjualan manusia yang dilakukan oleh para tekong (orang yang menyeberangkan calon tenaga kerja ke luar negeri secara ilegal melalui kendaraan speed boat). Bukan malah saling menyalahkan instansi lainnya untuk menutupi masalah,” kata Aksa Halatu, kepada Owntalk.co.id, Jumat, 10/2/2023.
Dalam penelusuran LSM LIAR, kata Aksa, para tekong mendominasi penyeberangan tenaga kerja secara gelap ke luar negeri, seperti Singapura dan Malaysia. ”Saya setuju dengan kritik dan saran yang disampaikan oleh sejumlah LSM, OKP (Organisasi Kemasyarakatan Pemuda), Ormas (Organisasi Kemasyarakatan) dalam menyikapi human trafficking (perdagangan manusia) di Batam. Harusnya kita mulai dari praktik penjualan manusia yang dilakukan para tekong,” kata Aksa.
”Aparat penegak hukum perlu meningkatkan kesiagaan terhadap praktik perdagangan manusia dengan menangkap orang yang mengambil keuntungan dari menghalalkan perdagangan manusia. Bukan malah menyalahkan instansi seperti Imigrasi, atau aparat lainnya yang bekerja sesuai dengan tugasnya. Imigrasi tidak berhak melarang orang yang hendak bepergian ke luar negeri, jika telah memiliki dokumen yang resmi,” kata Aksa.
Tokoh muda di Batam itu malah mempertanyakan fungsi dari Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) yang ada di Batam. ”Lembaga ini fungsinya apa? Ditaruh di pos-pos pintu ke luar negeri, lalu bagaimana kita bisa berasumsi bahwa seluruh orang yang berangkat ke luar negeri adalah TKI? Malah kita menuduh aparat yang salah. Saya tegaskan, tidak ada satu manusia berhak menjual manusia lainnya,” ucap Aksa Halatu.
Setiap orang bisa mengkritik (kebijakan) instansi atau praktik yang salah dari aparat, tetapi Aksa Halatu meminta sebelum melakukan koreksi terhadap aparat dari suatu instansi, agar memastikan informasi yang dia dapat adalah benar. ”Apakah pihak yang selalu mengeluarkan kritik dalam masalah PMI, telah memberi solusi agar mereka yang ingin bekerja di luar negeri bisa mendapat pekerjaan, dan bisa memperbaiki hidupnya,” ujar Aksa lagi.
Aparat penegak hukum perlu meningkatkan kesiagaan terhadap praktik perdagangan manusia dengan menangkap orang yang mengambil keuntungan dari menghalalkan perdagangan manusia. Bukan malah menyalahkan instansi seperti Imigrasi, atau aparat lainnya yang bekerja sesuai dengan tugasnya. Imigrasi tidak berhak melarang orang yang hendak bepergian ke luar negeri, jika telah memiliki dokumen yang resmi. Aksa Halatu, Ketua LSM Lingkaran Amanah Rakyat (LIAR)
Para pencari kerja ke luar negeri itu berangkat hanhya karena ingin menafkasih keluarga dan anak-anak tanggungjawab mereka. ”Saya heran melihat bangsa kita ini, negara Asean memberi laluan untuk warga negaranya yang ingin bekerja ke luar negeri. Seharusnya kita memberi apresiasi kepada mereka yang hendak bekerja ke luar negeri, bukan mempersulit,” tutur Aksa.
LSM LIAR, kata Aksa, setuju dan terus mendukung penegakan hukum terhadap praktik perdagangan manusia. Human trafficking, kata Aksa, harus menjadi tanggungjawab kita bersama. ”Kita harus mendukung PMI diberi pelatihan agar siap bekerja di luar negeri, jangan seolah kita sudah hebat jika melarang mereka berangkat ke luar negeri. Harusnya kita memberi laluan, dan sedapat mungkin memberi edukasi ke calon PMI agar mereka siap bekerja di negeri orang,” terang Aksa.
Dia memberi contoh, ada pihak yang menyalahkan Imigrasi dalam perdagangan manusia. ”Jangan menyalahkan hanya Imigrasi dalam permasalahan human trafficking. Yang paling penting, apa yang dilakukan Sdr RP (tokoh agama yang melaporkan aparat BIN di Kepri), agar beliau membuktikan secara jelas, apa yang menjadi sebuah sumber laporannya ke-12 instansi terkait. Karena kalau tidak ada bukti, ini adalah fitnah,” jelas Aksa.
Dalam investigasi yang dilakukan LSM LIAR, apa yang dilakukan Wakil Kepala BIN Daerah (Wakabinda) Kepri, dengan melaporkan (tokoh agama inisial RP ke kepolisian) sudah benar. ”Kami mengapresiasi. Mari kita menjaga Batam dari pemberitaan yang membuat simpang siur dengan insformasi yang tidak benar,” kata Aksa.
Dia mempertanyakan fungsi BP2MI yang tidak terlihat secara jelas apa tugasnya terkait dengan pemberantasan human trafficking. ”Kawan-kawan dalam menyikapi masalah atau kebijakan yang tidak tepat, jangan kita sembarangan menuduh, sehingga kita menjadi bangsa yang bodoh. Kita sudah dilanda Covid selama 2 tahun lebih, dan sekarang rakyat berusaha memperbaiki ekonominya, kok kita malah saling menyerang,” jelas Aksa.
Para PMI yang bekerja di luar negeri itu, kata Aksa, bisa menambah PAD (pendapatan asli daerah). Tidak bisa dianggap, seolah-olah apa yang terjadi sudah salah semua, sehingga informasi yang disampaikan tidak berimbang.
Sebelumnya, Wakil Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Daerah Kepulauan Riau, Bambang Panji Prianggodo melaporkan tokoh rohaniawan Romo Chrisanctus Paschalis Saturnus ke polisi dengan tuduhan penyebaran berita bohong. Namun Ketua Komisi Keadilan Perdamaian Pastoral Migran dan Perantau (KKPPMP) itu menyebut dirinya hanya menulis pengaduan masyarakat ke 12 instansi. (*)