Kerusakan Lingkungan Akibat Pengalokasian Lahan Bandara Kian Parah

Kerusakan lingkungan akibat pengalokasian lahan bandara ke pengembang properti. Foto diambil pada Jumat, 13/1/2023. (Owntalk)

Batam, Owntalk.com – Kerusakan lingkungan di area Rencana Induk Bandar Udara (RIB) Hang Nadim, Batam, semakin lama semakin parah. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Batam, Thomas Arihta Sembiring, meminta BP Batam segera menghentikan semua alokasi lahan yang tidak memperhatikan lingkungan, termasuk lahan di Bandara Hang Nadim.

”Di luar masalah pengalokasian lahan (di area RIB Hang Nadim) untuk dibangun menjadi kawasan industri yang melanggar aturan, yang menjadi pertanyaan sekarang: Kerusakan lingkungan yang terjadi di sekitar bandara yang semakin rusak parah, siapa yang bertanggungjawab,” kata Anggota DPRD Kota Batam dari Fraksi PDIP, Thomas Arihta Sembiring, kepada Owntalk.co.id, 16/1/2023.

Waduk dan hutan di sekitar RIB Bandara Hang Nadim dihabisi pengembang PT Prima Propertindo Utama Owntalk

Sebagai perwakilan rakyat di Kota Batam, Thomas Arihta menilai alokasi lahan yang dikeluarkan Badan Pengusahaan (BP) Batam ke pihak pengembang properti tanpa ada kajian. Sebab kehadiran pengembang properti yang telah merusak puluhan hektar hutan sebagai penjaga lingkungan bandara, sepertinya tidak bisa dicegah. ”Warga yang bermukim di sekitar area RIB Hang Nadim saja dipersoalkan oleh BP Batam sejak Otorita Batam mengelola Bandara Hang Nadim. Padahal warga merawat hutan yang ada di sana. Sekarang malah diberikan ke pengembang properti. Apa pertimbangannya,” tanya Thomas Arihta.

Informasi yang berkembang, proses hukum pengalokasian bandara yang memiliki muatan korupsi, telah ditangani KPK. Kita tunggu komitmen penegakan hukum. Jangan hanya ke rakyat kecil penegakan hukum sangat tajam, tetapi ke pemilik modal dan kekuasaan sangat lemah. Thomas Arihta Sembiring, Anggota DPRD Kota Batam.

Thomas Arihta setuju jika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut motivasi pengalokasian lahan di area Bandara Hang Nadim. Dia menyebut tidak tertutup kemungkinan adanya suap dalam pengalokasian lahan di Pulau Batam, termasuk lahan bandara. ”Informasi yang berkembang, proses hukum pengalokasian bandara yang memiliki muatan korupsi, telah ditangani KPK. Kita tunggu komitmen penegakan hukum. Jangan hanya ke rakyat kecil penegakan hukum sangat tajam, tetapi ke pemilik modal dan kekuasaan sangat lemah,” ucap Thomas Arihta.

Sebelumnya, Pimpinan Badan Pengusahaan (BP) Batam disinyalir mendapat suap sebesar US$6 per meter untuk pengalokasian lahan di area Bandar Udara Hang Nadim, Batam, Kepulauan Riau. Pembayaran suap yang disebut dengan istilah ‘fee’ harus disetor sebelum penerima alokasi lahan mendapatkan Penetapan Lokasi (PL).

Warga sekitar RIB Hang Nadim akan digusur oleh perusahaan penerima alokasi lahan di Batandara namun proses perpindahan warga masih penuh perlawanan Owntalk

”Jika dihitung sebesar US$6 per meter untuk lahan seluas 165 hektar, berarti Kepala BP Batam telah menerima uang pelicin sebesar US$9,9 juta atau sekitar 148,5 miliar. Informasi itu kami peroleh dari sumber di internal BP Batam. Ini harus diklarifikasi oleh Kepala BP Batam, sehingga publik memahami mengapa Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) Hang Nadim diperjual-belikan,” kata Ketua Umum Forum Komunikasi Rakyat Indonesia (Forkorindo), Tohom TPS, SE, SH, MM, kepada Owntalk.co.id, Kamis, 15/12/2022.

Biaya yang dibayarkan oleh pengusaha untuk mendapatkan alokasi lahan di bandara, kata Tohom TPS, sangat besar. Sehingga dapat dipahami jika Pimpinan di BP Batam mengalokasikan lahan yang seharusnya tidak boleh dilakukan. ”Kemungkinan ada kerjasama pimpinan BP Batam dengan Kementerian Kehutanan yang melindungi area hutan di sekitar bandara. Selain itu terindikasi jika pengalokasian lahan bandara itu atas sepengetahuan Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR),” ucap Tohom.

Sebanyak enam perusahaan, diduga telah menerima alokasi lahan di Bandara Hang Nadim. Namun Forkorindo baru mendapatkan bukti terhadap 4 perusahaan yang telah menerima alokasi lahan. Perusahaan-perusahaan itu sekarang telah melakukan clearing lahan dengan mendata warga di lokasi yang akan dibangun. Warga yang menempati kawasan KKOP, rencananya akan dipindahkan ke lokasi lain setelah mendapatkan biaya ganti rugi. Namun puluhan Kepala Keluarga (KK) tidak setuju dengan pemindahan itu, karena yang menerima alokasi lahan tempat mereka adalah pengembang properti.

Lahan bandara telah digarap untuk bangunan gudang industri. (Owntalk)
Empat perusahaan yang telah menerima alokasi itu, kata Tohom TPS, jelas-jelas berada di kawasan bandara yang telah ditetapkan sesuai Rencana Induk Bandar Udara (RIBU) Hang Nadim di Kota Batam Provinsi Kepulauan Riau. Perusahaan itu antara lain: (a) PT Prima Propertindo Utama, (b) PT Batam Prima Propertindo, (c) PT Cakra Jaya Propertindo, dan (d) PT Citra Tritunas Prakarsa.

Sebanyak 165 hektar lahan di kawasan yang telah ditetapkan sebagai pengembangan bandara oleh Menteri Perhubungan, telah dialokasikan ke perusahaan properti untuk dibangun pergudangan dan perindustrian lainnya. Perusahaan yang mendapatkan alokasi lahan itu, tidak berkaitan dengan usaha kebandar-udaraan.

”Keempat perusahaan itu merupakan perusahaan properti yang akan membangun pergudangan dan bangunan lainnya yang tidak terkait dengan kebandaraan. Untuk itu kami juga berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung serta Markas Besar Kepolisian untuk melakukan tindakan pro aktif, seperti memeriksa Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam, serta Direktorat Lahan di BP Batam.” Ketua Umum Forum Komunikasi Rakyat Indonesia (Forkorindo), Tohom TPS, SE, SH, MM. (*)

Exit mobile version