BP Batam Mangkir di Sidang Sengketa Informasi Publik

Foto : Pada proses sidang, kursi dan meja termohon dari BP Batam terlihat tak terisi,

Batam, Owntalk.co.id – Sulitnya mengakses data dari BP Batam berujung Kuasa hukum PT Tiara Mantang, Ade Putra Danishwara menggugatkan institusi itu di Komisi Informasi Publik. Ini adalah sidang ke sekian kalinya digelar di Lantai 7 Graha Kepri. Kamis, (12/1).

Sayangnya, pada sidang yang dibuka untuk umum itu, Termohon dari BP Batam malah tak hadir. Sidang itu dipimpin oleh Ferry Mulyadi Manalu selaku Ketua Majelis beserta dua anggota Jazuli dan Hamdani.

Kuasa Hukum Ahmad Mipon menggunakan jalur sidang sengketa informasi setelah merasa lelah dan merasa kesulitan mengakses data dari BP Batam. Pihaknya meminta Komisi Informasi Publik untuk menjembatani klien nya mendapatkan legalitas keaslian sertifikat pelatihan Koperasi dengan nomor 003/S-OB/VII/1999 dan sertifikat pelatihan Koperasi dengan nomor 003/S-OB/XII/1999. Karena kuasa hukum Ahmad Mipon beranggapan sertifikat yang dijadikan bukti oleh Penggugat (Hadislani) di PTUN tahun 2014 silam dan dimenangkan Hadislani dianggap rekayasa dan fiktif.

“Kami minta kepada majelis untuk bisa menjembatani kami untuk mendapatkan kepastian informasi atas legalitas sertifikat pelatihan koperasi yang asli yang dipergunakan Hadislani yang katanya merupakan produk BP Batam,” kata Ade, pada Kamis, (12/1).

Menurut Ade, selama ini pihaknya telah berusaha ke BP Batam (Otorita Batam) untuk meminta keaslian sertifikat Koperasi yang bernomor surat Otorita Batam tersebut. Namun, jawaban yang diberikan oleh BP Batam tak kunjung mendapat kepastian.

“Menggunakan bahasa belum ditemukan, padahal permohonan informasi tersebut telah bergulir hampir 1 tahun, jika memang tidak ada ya katakan tidak ada dan jika memang ada pelatihan ya clearkan dengan bahasa yang tegas dan tidak bersayap” katanya.

Dalam persidangan PTUN ditahun 2014 , kedua sertifikat tersebut dijadikan alat bukti dan tidak pernah menunjukkan / memperlihatkan yang asli nya ke hadapan persidangan, namun dapat memenangkan Hadislani atas lahan seluas lebih kurang 3 hektar atas nama Koperasi Melayu Raya, lucunya dalam gugatan tersebut BP Batam selaku Tergugat tidak membantah atau menyangkal bukti surat tersebut, padahal secara nyata nyata tidak dihadirkan dokumen aslinya.

“Dalam fakta persidangan di PTUN, Hadislani menggunakan foto copy sertifikat koperasi. Disitu juga ada pihak BP Batam dan tidak menyangkalnya, artinya, dalam kacamata hukum, ketika alat bukti tidak disangkal oleh yang bersangkutan, maka itu dinyatakan diterima. Namun ketika kami meminta informasi atas keabsahan legalitas kedua Sertifikat tersebut yang kami lihat sendiri, foto BP Batam tidak pernah memberikan kepastian copy tersebut. Disini kami menilai ada apa dengan BP Batam dan Hadislani ?” ungkapnya.

Tidak puas sampai disitu, pemohon juga pernah mempertanyakan keabsahan sertifikat koperasi yang dikeluarkan Otorita Batam (BP Batam) ke lembaga terkait. Namun, dari jawaban yang disampaikan, Diklat tidak pernah melakukan kerjasama untuk pelatihan koperasi dengan Lembaga Negara seperti BP Batam, mereka hanya berkolaborasi dengan lembaga pendidikan formal atau lembaga pendidikan non formal.

“Balai Diklat itu dibawah Kementrian Koperasi, dan selama ini mereka (Diklat) tidak pernah bermitra dengan lembaga negara, Diklat hanya berkolaborasi dengan lembaga pendidikan formal dan non formal,” ungkapnya.

Ahmad Mipon, sambungnya, telah melaporkan tindakan Hadislani ke Bareskrim Mabes Polri pada tahun 2016 silam atas dugaan menyampaikan surat palsu dan keterangan palsu kepada pejabat negara Selain itu juga, Hadislani dilaporkan ke Polresta Barelang atas pengrusakan bangunan.

Laporan yang ditujukan ke Hadislani, kata Ade, karena dalam struktur organisasi bukan dia sebagai ketua atau pemilik , dan anehnya entah kewenangan darimana Hadislani berani melakukan eksekusi mandiri atas putusan PTUN dengan melakukan peengerusakan dan pencurian besi atas bangunan Pasar Melayu Raya Batu Aji yang dibangun oleh PT Tiara Mantang tersebut tanpa ada sedikitpun penyertaan modal dari Hadislani ataupun pihak lain, sehingga itu murni modal milik PT Tiara Mantang / Ahmad Mipon.

“Laporan kami di Bareskrim masih berjalan dan belum P21, begitu juga di Polresta Barelang. Menurut keterangan polisi” paparnya.

Ade menceritakan, tahun 1999 Ahmad Mipon merangkul 10 orang pengusaha kaki lima dan membentuk Himpunan Pengusaha Kecil Pribumi (HPKP). Seiring waktu berjalan, mereka meminta alokasi lahan ke Otorita Batam (BP Batam) dan mendapatkan alokasi sekitar 3 hektar.

Ketika itu, Ahmad Mipon ditunjuk sebagai ketua HPKP melakukan tandatangan atas semua pengakuan maupun dokumen terkait karena jabatannya untuk lahan tersebut. Namun, ketika akan diurus, pihak Otorita Batam tidak bisa memberikannya, sebab, HPKP belum ada legalitasnya.

“Mereka juga buat LSM, tapi tidak bisa diajukan, sehingga mereka bentuk koperasi yang diberi nama Koperasi Melayu Raya,” ungkapnya.

“Karena sudah ada wadahnya, maka pak Ahmad Mipon lah yang bayarkan UWTO nya. Lahan yang diberikan dijadikan pasar Melayu Raya yang terletak di Batu Aji,” paparnya.

Usai menggarap lahan tersebut, Koperasi Melayu Raya membangun pasar, ruko ataupun kios. Aset tersebut, diperjual belikan ke masyarakat.”Waktu itu, pak Ahmad Mipon juga memberikan hasil kepada anggota koperasi. Hadislani jabatan dalam Koperasi Ketua Bidang Pasar,” ungkapnya.(*)

Exit mobile version