Penerima Alokasi Lahan Bandara Hang Nadim Wajib Bayar Fee US$6 per Meter

Ketua Umum Forum Komunikasi Rakyat Indonesia (Forkorindo), Tohom TPS, SE, SH, MM. (Owntalk)
  • Pimpinan BP Batam Diperkirakan Terima Suap Rp148.500.000.000

Jakarta, Owntalk.co.idPimpinan Badan Pengusahaan (BP) Batam disinyalir mendapat suap sebesar US$6 per meter untuk pengalokasian lahan di area Bandar Udara Hang Nadim, Batam, Kepulauan Riau. Pembayaran suap yang disebut dengan istilah ‘fee’ harus disetor sebelum penerima alokasi lahan mendapatkan Penetapan Lokasi (PL).

”Jika dihitung sebesar US$6 per meter untuk lahan seluas 165 hektar, berarti Kepala BP Batam telah menerima uang pelicin sebesar US$9,9 juta atau sekitar 148,5 miliar. Informasi itu kami peroleh dari sumber di internal BP Batam. Ini harus diklarifikasi oleh Kepala BP Batam, sehingga publik memahami mengapa Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) Hang Nadim diperjual-belikan,” kata Ketua Umum Forum Komunikasi Rakyat Indonesia (Forkorindo), Tohom TPS, SE, SH, MM, kepada Owntalk.co.id, Kamis, 15/12/2022.

Biaya yang dibayarkan oleh pengusaha untuk mendapatkan alokasi lahan di bandara, kata Tohom TPS, sangat besar. Sehingga dapat dipahami jika Pimpinan di BP Batam mengalokasikan lahan yang seharusnya tidak boleh dilakukan. ”Kemungkinan ada kerjasama pimpinan BP Batam dengan Kementerian Kehutanan yang melindungi area hutan di sekitar bandara. Selain itu terindikasi jika pengalokasian lahan bandara itu atas sepengetahuan Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR),” ucap Tohom.

Sebanyak enam perusahaan, diduga telah menerima alokasi lahan di Bandara Hang Nadim. Namun Forkorindo baru mendapatkan bukti terhadap 4 perusahaan yang telah menerima alokasi lahan. Perusahaan-perusahaan itu sekarang telah melakukan clearing lahan dengan mendata warga di lokasi yang akan dibangun. Warga yang menempati kawasan KKOP, rencananya akan dipindahkan ke lokasi lain setelah mendapatkan biaya ganti rugi. Namun puluhan Kepala Keluarga (KK) tidak setuju dengan pemindahan itu, karena yang menerima alokasi lahan tempat mereka adalah pengembang properti.

Lahan bandara telah digarap untuk bangunan gudang industri. (Owntalk)

Empat perusahaan yang telah menerima alokasi itu, kata Tohom TPS, jelas-jelas berada di kawasan bandara yang telah ditetapkan sesuai Rencana Induk Bandar Udara (RIBU) Hang Nadim di Kota Batam Provinsi Kepulauan Riau. Perusahaan itu antara lain: (a) PT Prima Propertindo Utama, (b) PT Batam Prima Propertindo, (c) PT Cakra Jaya Propertindo, dan (d) PT Citra Tritunas Prakarsa.

Sebelumnya Forkorindo mengungkapkan sebanyak 165 hektar lahan di kawasan yang telah ditetapkan sebagai pengembangan bandara oleh Menteri Perhubungan, telah dialokasikan ke perusahaan properti untuk dibangun pergudangan dan perindustrian lainnya. Perusahaan yang mendapatkan alokasi lahan itu, tidak berkaitan dengan usaha kebandar-udaraan.

”Sesuai dengan Keputusan Menteri Perhubungan RI nomor 47 tahun 2022 tentang Rencana Induk Bandar Udara Hang Nadim yang dikeluarkan pada 9 Maret 2022 semua area kawasan bandara yang memiliki total seluas 1.762,700144 hektar tidak boleh dialihkan ke peruntukan lain, apalagi ke perusahaan properti yang akan membangun kawasan industri dan pergudangan yang tidak terkait dengan kepentingan kenbandaraan,” kata Tohom TPS.

”Keempat perusahaan itu merupakan perusahaan properti yang akan membangun pergudangan dan bangunan lainnya yang tidak terkait dengan kebandaraan. Untuk itu kami juga berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung serta Markas Besar Kepolisian untuk melakukan tindakan pro aktif, seperti memeriksa Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam, serta Direktorat Lahan di BP Batam.” Ketua Umum Forum Komunikasi Rakyat Indonesia (Forkorindo), Tohom TPS, SE, SH, MM

”Keempat perusahaan itu merupakan perusahaan properti yang akan membangun pergudangan dan bangunan lainnya yang tidak terkait dengan kebandaraan. Untuk itu kami juga berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung serta Markas Besar Kepolisian untuk melakukan tindakan pro aktif, seperti memeriksa Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam, serta Direktorat Lahan di BP Batam,” ujar Tohom TPS.

Menurut undang-undang nomor 1 tahun 2009 tentang penerbangan, kata Tohom, pada pasal 201 menyebut: (1) Lokasi bandar udara ditetapkan oleh Menteri. (2) Penetapan lokasi bandar udara sebagaimana memuat: a. titik koordinat bandar udara; dan b. rencana induk bandar udara. (3) Penetapan lokasi bandar udara sebagaimana dimaksud dilakukan dengan memperhatikan: a. rencana induk nasional bandar udara; b. keselamatan dan keamanan penerbangan; c. keserasian dan keseimbangan dengan budaya setempat dan kegiatan lain terkait di lokasi bandar udara; d. kelayakan ekonomis, finansial, sosial, pengembangan wilayah, teknis pembangunan, dan pengoperasian; serta e. kelayakan lingkungan.

Perintah UU tentang pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah, kata Tohom TPS lagi, dibatalkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah menurut kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. ”Izin pemanfaatan ruang yang dikeluarkan dan/atau diperoleh dengan tidak melalui prosedur yang benar, batal demi hukum.

Kemudian di ayat 4 disebut: Izin pemanfaatan ruang yang diperoleh melalui prosedur yang benar tetapi kemudian terbukti tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah, dibatalkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya. Lalu, ini yang kami minta, yakni: Setiap pejabat pemerintah yang berwenang menerbitkan izin pemanfaatan ruang dilarang menerbitkan izin yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang,” jelas Tohom.

Ketum Forkorindo itu menjelaskan sanksi hukum bagi pejabat yang memberi izin pada pemanfaatan lahan tidak sesuai aturan tata ruang, yakni dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000. Selain sanksi pidana, pejabat tersebut dikenakan pidana tambahan berupa pemberhentian secara tidak dengan hormat dari jabatannya. ”Penataan ruang dan lahan, apalagi menyangkut objek vital nasional, tidak boleh dilakukan dengan sembarangan, apalagi jika terindikasi berbau kolusi, dan korupsi,” tegas Tohom TPS.

Untuk keperluan konfirmasi tentang kebenaran isu suap US$6 per meter berupa uang ‘fee’ ini, Owntalk.co.id telah berupaya meminta tanggapan Head Bureau for Public Relations, Promotion and Protocol BP Batam, Ariastuty Sirat. Namun hingga berita ini diterbitkan, Ariastuty tidak memberi tanggapan terhadap permohonan konfirmasi itu. (*)

Exit mobile version