Batam  

Gagal Diwisuda, Anggota DPRD Tanjungpinang Sebut Surat Pernyataan dari UNIBA Terkesan Memaksa Mahasiswa

#image_title

Batam, Owntalk.co.id  – Riaukur Rindu Tondang, salah satu mahasiswi Pasca sarjana (S2) Fakultas Ekonomi Program Studi (Prodi) Akuntasi di Universitas Batam (UNIBA) tidak bisa mengikuti wisuda. Pasalnya, ia enggan melakukan tandatangan surat pernyataan yang diberikan pihak kampus.

“Saya tidak bisa ikut wisuda, karena saya tidak mau lakukan tandatangan surat pernyataan dari kampus yang seolah-olah saya belum membayar kewajiban dan ini terkesan memaksa,” kata Ria sapaan akrabnya, Sabtu, 3 Desember 2022 di Caffe Bintang.

Menurutnya, surat pernyataan yang dibuat oleh pihak yayasan Griya Husada seolah-olah dibuat oleh mahasiswa yang akan di wisuda. Dalam surat pernyataan tertulis beberapa poin diantaranya, mahasiswa harus membayar lunas SPP, kalau tidak bayar lunas, maka bersedia tidak dapat ijazah, tidak akan menuntut gugatan apapun kepada UNIBA. 

“Ini saya rasa tidak benar dan tidak adil. Jelas-jelas saya sudah membayar semua kewajiban saya sebelumnya. Kalaupun saya tidak bayar, saya dapat isi KRS dan juga ujian. Apapun permasalahan pihak kampus, kita jangan dilibatkan atau dirugikan,” tegasnya sembari menunjukkan kwitansi pembayaran SPP.

“Padahal kita usah membeli toga itu sendiri karena kita udah bayar sebesar Rp 3,500,000,” sambungnya yang juga anggota DPRD Kota Tanjungpinang ini, sambil memperlihatkan bukti transfer kepada satukata.id, Sabtu 3 Desember 2022.

Ria kemudian memperlihatkan bukti berupa dua buah kwitansi yang ia terima. Kwitansi itu tertanggal 26 Februari 2021 dan 24 Agustus 2021. Kedua kwitansi itu di tandatangani oleh petugas bernama Annisa01 dan disetempel UNIBA bagian keuangan. 

“Akibat kejadian ini, saya dirugikan lebih kurang Rp 24,000,000. Yang pasti saya akan menuntut dan menyuarakan hak-hak saya. Saya sebagai anggota DPRD juga tidak akan diam dengan kejadian ini,” tegas dia. 

Selain Ria, sejumlah mahasiswa yang mengikuti proses wisuda ini diketahui juga menjadi korban. Namun, beberapa dari mereka “terpaksa” menandatangani surat itu. 

“Nanti setelah wisuda kita bongkar, kita juga mengalami kerugian. Saya Rp10 jutaan, dan seorang teman lagi mencapai Rp20 jutaan,” ujar seorang mahasiswa yang enggan namanya disebut.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *