Batam, Owntalk.co.id – Ramon Damora meraih penghargaan dari Ikatan Pemuda Kampar Riau (IKPR) sebagai Tokoh Pers. Pemberian penghargaan ini merupakan bentuk apresiasi dari IPKR kepada putera Kampar yang telah mengharumkan nama Kampar, baik itu di Riau, nasional dan internasional.
Ketua Panitia Anugerah IPKR, Mawardi Tombang mengatakan, diberikannya anugrah sebagai Tokoh Pers, karena sosok Ramon Damora merupakan multi talenta. Dalam penilaiannya, Ramon Damora sudah mencapai level yang diidamkan oleh para jurnalis atau pers.
“Beliau (Ramon Damora) bukan hanya penulis saja, tapi juga merupakan sastrawan, cerpenis dan juga merupakan pimpinan media,” ungkapnya, saat dihubungi, Jumat, 23 September 2022.
Selain itu juga, Ramon Damora pernah menjabat sebagai pucuk pimpinan dibeberapa organisasi, seperti pernah menjabat sebagai Ketua PWI Provinsi Kepri 2 periode, dan sekarang sebagai Ketua SPS Provinsi Kepri serta sebagai pengurus pusat JMSI.
“Tentu dengan pertimbangan-pertimbangan tersebut, Ramon Damora layak didaulat sebagai tokoh pers,” ujarnya.
Sementara itu, Ramon Damora mengucapkan terimakasih kepada pihak IPKR telah mendaulatnya sebagai tokoh pers terbaik di Kampar, Provinsi Riau.
“Iya saya kaget juga menerima penghargaan ini. Saya ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang sukses menyelenggarakan penghargaan untuk Tokoh Pemuda Kampar,” ucapnya.
Dengan diberikan penghargaan sebagai Tokoh Pers, ini bukan pencapaian tertinggi. Sebab, masih banyak tugas yang masih belum diselesaikannya.
“Penghargaan bukan momen segalanya. Saya juga terharu dengan pencapaian ini. Dimana pun saya berorganisasi, darah saya yang mengalir ini tetap Kampar,” ucapnya.
Ramon Lahir di Muara Mahat (Kampar), Riau, 2 April 1978. Ia alumni MAN PK Koto Baru Padangpanjang (Sumbar) dan S1 ditamatkan di UIN Sultan Syarif Qasim, Pekanbaru. Sejak di Aliyah, ia sudah kerap menulis puisi dan memenangkan lomba cipta puisi. Di Kampus, ia aktif di Teater Latah Tuah, sementara di luar kampus ia aktif di Bengkel Teater Pekanbaru.
Di kampus Ramon semakin tunak berkecimpung di dunia sastra, jurnalistik, dan teater. Tahun 1997, bersama GP Ade Dharmawi, Wahyu Kurniawan, Heri Budiman, Zulfan Amrin, Kunni Masrohanti, dll, mendirikan Teater Latah Tuah sebagai Unit Kegiatan Mahasiswa yang bergerak di bidang seni teater, puisi, musik, dan tari. Di luar kampus, ia juga aktif di Bengkel Teater Pekanbaru
Sastra, terutama puisi, menjadi minat yang sangat ditekuninya. Sajak-sajaknya tersebar di media massa lokal dan nasional, juga terhimpun di lebih dari 20 antologi puisi berbahasa Indonesia, Inggris, dan Perancis, di antaranya Matahari Cinta Samudera Kata (Editor: Rida K Liamsi, 2016), Yang Datang Setelah Chairil (Editor: Sutardji Calzoum Bachri, 2016), Peradaban Baru Corona 99 Puisi Wartawan-Penyair Indonesia (Editor: Remy Silado, 2020).
Dua puisinya yang berjudul ‘Nude’ (Nota untuk Desember) dan ‘Gurindam Setengah Mayam’ dimuat di halaman Bentara, Kompas, edisi Jum’at 4 Juli 2003 dan tercatat sebagai puisi dari penyair Kepulauan Riau pertama yang dimuat di Kompas sejak surat kabar nasional tersebut mulai membuka rubrik puisinya (kala itu masih bernama ‘Bentara’). Sejak itu, sajak-sajaknya secara rutin tayang di media-media nasional seperti Kompas, Koran Tempo, Republika, Media Indonesia, Jawa Pos, Suara Merdeka.
Tahun 2008, Yayasan Sagang memberi laluan kepada Ramon untuk menerbitkan buku kumpulan puisi pertamanya, Bulu Mata Susu.Setahun setelah Bulu Mata Susu terbit, Ramon Damora diundang sebagai peserta Festival Utan Kayu Litterary Biennale 2009 di Komunitas Salihara, Jakarta Di Utan Kayu Litterary Biennale Festivale 2009, puisi-puisi Ramon Damora diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris dan termaktub dalam antologi dwi-bahasa ‘Traversing/Merandai’ (Salihara, 2009). Di tahun yang sama, Anugerah Pena Kencana memilih puisi-puisinya untuk antologi ’60 Puisi Indonesia Terbaik 2009′ (Gramedia, 2009).
Tahun 2011, sajak-sajak pendeknya bertema cinta dimuat dalam antologi ‘Cinta, Kenangan, dan Hal-hal yang Tak Selesai’ (Gramedia, 2011). Antologi ini memuat puisi-puisi cinta yang pendek, kurang dari 200 karakter, yang dipublikasikan di medium mikroblog Twitter pada akun @sajak_cinta. Selain Ramon, buku antologi ‘Cinta, Kenangan…’ juga memuat penggalan sajak-sajak cinta musisi Anji, artis Olga Lidya, sastrawan Agus Noor, Warih Wisatsana, Gunawan Maryanto Hasan Aspahani.
Tahun 2015, proposal ‘Puisi Soneta dari Melayu’ Ramon Damora lolos dan diterima oleh Ketua Jurusan Bahasa Melayu INALCO, Dr Etienne Naveau. Bersama sastrawan Fachrunnas MA Jabbar, Ramon diundang mengajar kelas Bahasa Melayu dan membacakan puisi-puisi sonetanya di kampus INALCO selama hampir satu bulan pada sebuah penghujung musim semi. Eksperimen Ramon pada puisi-puisi bergaya soneta menarik perhatian Dr Naveau. Tahun 2016, bersama sejumlah pengamat sastra Melayu asal Perancis yang tergabung dalam Association Franco-Indonessienne Pasar Malam, Etienne membuat proyek antologi ‘Florilege Plus de 120 Sonnets Indonesiens de Muhammad Yamin a Sapardi Djoko Damono’ (Florilege dan 120 Soneta Indonesia dari Muhammad Yamin ke Sapardi Djoko Damono). Dua puisi soneta Ramon Damora, Soneta Anai-anai dan Soneta bagi Pelukis Monet, termaktub dalam antologi tersebut dalam terjemahan Perancis: Sonnet de la termite dan Sonnet-Monet.
Tahun 2017, Ramon Damora menerbitkan buku puisi keduanya ‘Benang Bekas Sungai’ yang terpilih sebagai 15 Besar Sayembara Buku Puisi Hari Puisi Indonesia 2017 dari 269 buku puisi yang masuk. Di luar buku puisi, Ramon juga menulis dan mengeditori sejumlah buku-buku jurnalistik, di antaranya ‘Membaca Sani’ (Akar Indonesia, 2013), ‘Kamus Kalbu’ (Kumpulan Kolom Bahasa Ramon Damora, PWI Pusat, 2015).
Di dunia wartawan. Ramon memulai karir jurnalistiknya sejak tahun 2000. Hampir 20 tahun mengabdi di jurnalistik, ia tercatat sebagai Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Kepri 2 Periode. Ia juga merupakan jurnalis asal Kepri yang mendapatkan lisensi dari Dewan Pers dan PWI Pusat sebagai Asesor/Penguji UKW (Uji Kompetensi Wartawan). Sekarang Ramon dipercaya sebagai Ketua SPS Kepri.