Mirwansyah juga menuturkan, yang berhak untuk melakukan upaya paksa pembongkaran bangunan pasar itu adalah melalui eksekusi dan harus dimohonkan kepada Pengadilan, untuk memohon ke Pengadilan itu juga harus dengan dasar yang jelas.
“Putusan yang ada sekarang ini adalah hanya membatalkan suratnya. Kalau untuk eksekusi maka harus gugat ke perdata dulu. Tidak bisa serta-merta melakukan upaya paksa terhadap bangunan itu, apalagi dilakukan oleh orang yang tidak punya kewenangan untuk eksekutorial, itu sudah melanggar hukum dan mengencingi pengadilan,” ujarnya.
Sementara itu, Hadis Lani selaku owner Tempayan Hill yang melakukan pembongkaran bangunan pasar tersebut mengaku dia melakukan pembongkaran bangunan pasar Melayu Raya Batu Aji itu berdasarkan putusan hukum PTUN dan Pengadilan Negeri Batam.
Sebab dalam perkara yang masuk ke Pengadilan pihaknya dimenangkan. Pembongkaran bangunan pasar itu telah mulai dilakukannya dalam beberapa hari ini menggunakan alat berat.
“Luas lahan yang kita gugat itu seluas 2,6 hektar dan kita dimenangkan. Dilahan tersebut ada ruko, makanya ruko tersebut dirobohkan, sebab akan kita dibangun lagi bangunan yang baru, yakni apartemen,” tegasnya saat dikonfirmasi awak media.
Hadis Lani menambahkan, nama lokasi itu nantinya adalah Tempayan Hills, yakni miliknya Himpunan Pengusaha Kecil Pribumi (HPKP). Pembongkaran bangunan pasar Melayu Raya itu ditargetkan rampung semuanya dalam 3 bulan ini.
Setelah pembongkaran itu selesai, pihaknya langsung melakukan pembangunan dan ditargetkan dalam 5 tahun kedepan bangunan apartemen selesai. Selain membangun apartemen, dia mengaku juga akan membangun pasar modern dan mall, bahkan juga akan ada kolam renang.
“Warga yang memiliki ruko di lahan pasar tersebut akan tetap jadi konsumen kita kedepan, yakni ruko yang telah dibelinya itu akan dijadikan sebagai uang muka atau DP untuk mengambil bangunan baru nantinya,” tutupnya.